TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lahirnya Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2017 tentang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional, bikin resah pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi di beberapa daerah.
KONI Provinsi atau daerah bakal dibatasi kewenangannya oleh Pemerintah Provinsi.
Lantaran hal itulah, akhirnya menimbulkan rasa senasib dan sepenanggungan bagi KONI-KONI Provinsi yang merasa terluka. Akhirnya 28 KONI Provinsi berkumpul menggelar Sarasehan Forum Komunikasi KONI Provinsi Seluruh Indonesia yang berlangsung di Hotel Sultan Jakarta, Jumat (23/11/2018).
Tema yang diangkat berbunyi: Peran Organisasi & Kelembagaan Olahraga Pada Pembinaan Olahraga Prestasi Dalam Perspektif UU No 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN).
Pada sarehan tersebut hadir beberapa tokoh sebagai pembicara, seperti pakar hukum tata negara Dr Andi Irmanputra Sidin, SH MH, Dr Bidawi Hasyim M.Sc, wartawan senior Hendri CH Bangun dari Kompas Gramedia Grup dengan moderator Daryadi dari SIWO PWI Jaya.
Sarasehan ini digelar untuk menyikapi Perpres No 95 tahun 2017 yang kini memang melahirkan wacana di tingkat Pengprov untuk mengadopsinya dengan membuat Peraturan Gubernur (Pergub). Padahal dalam Perpres tersebut tidak disebutkan bahwa keberadaan Perpres berlaku turun ke tingkat provinsi.
Bila menilik isi dari Perpres tersebut, tujuan utamanya adalah untuk membubarkan Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima). Kemudian dana pembinaan olahraga di tingkat nasional dari pemerintah langsung ditujukan kepada cabang olahraga dengan KONI sebagai pengawas saja.
Bagi Hendri CH Bangun, ada yang salah dalam memaknai lahirnya Perpres Nomor 95 tahun 2017. Sebenarnya Perpres 95 lahir dalam kondisi darurat, menyusul hasil buruk prestasi Indonesia pada SEA Games Kuala Lumpur 2017 dimana Indonesia berada di peringkat 5 dengan perolehan 38 medali emas.
Sejurus dengan itu, Indonesia saat itu akan menjadi tuan rumah Asian Games 2018 dalam waktu persiapan yang sangat singkat.
Berhubung selama ini jalur birokrasi di Satlak Prima sangat berbelit-belit dalam melakukan pembinaan, akhirnya untuk memutus mata rantai birokrasi tersebut Satlak Prima dibubarkan.
Tapi yang perlu diingat, kata Hendri Bangun, dalam perjalanan sejarahnya di Indonesia, olahraga lahir dan dikelola oleh masyaraat. Kemudian lahir KONI sebagai organisasi masyarakat yang mengelola olahraga secara mandiri. Pada dasarnya KONI adalah perkumpulan yang melakukan kompetisi atas kehendak sendiri.
“Jadi masyarakat adalah sumur tanpa dasar untuk menghasilkan atlet terbaik dengan sumber dana yang mandiri pada awalnya. Pertanyaannya, apakah Pemprov akan mengadopsi Perpres 95 ini untuk menendang sejarah panjang keolahragaan nasional? Ini yang perlu dijawab bersama-sama oleh forum ini,” ungkap Hendri CH Bangun.
Kemudian, Andi Irmanputra Sidin menegaskan bahwa keberadaan KONI yang sudah menempuh sejarah panjang dalam perjalanannya, diperkuat dengan keluarnya UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang SKN. Dimana KONI diberi peran/tugas dan diamanat Undang Undang untuk menjalankan lima fungsi.
Lima peran/ tugas KONI itu adalah, 1. Membantu pemerintah dalam membuat kebijakan nasional dalam bidang pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga prestasi pada tingkat nasional. 2. Mengoordinasikan induk organisasi cabang olahraga (PP/PB), olahraga fungsional, serta KONI Provinsi dan KONI Kabupaten/Kota, 3. Melaksanaan pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga prestasi berdasarkan kewenangannya.
Lalu yang ke-4 melaksanakan dan mengoordinasikan kegiatan multi kejuaraan olahraga tingkat nasional (Pekan Olahraga Nasional) yang termaktub dalam Pasal 36 ayat 4. Yang kelima, pemerintah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan PON sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dengan menugasi KONI sebagai penyelenggara (Pasal 46 ayat 2 UU SKN).
“Tapi dalam Perpres 95 tahun 2017 kewenangan dan fungsi KONI itu diamputasi dengan memberi 3 peran dan tugas saja. Ironisnya, peran tersebut tidak cukup kuat untuk dijalankan,” jelas Andi Irmanputra Sidin.
Ketiga peran dan tugas KONI dalam Perpres tersebut adalah; KONI membantu materi dalam melakukan pengawasan dan pendapingan dalam melaksanakan pengembangan bakat dan calon atlet berprestasi yang dilakukan oleh induk organisasi cabang olahraga (pasal 5 ayat (2) Perpres 95/2017).
Yang kedua, dalam melakukan pengawasan dan pelaksanaan seleksi oleh induk organisasi cabang olahraga, menteri dibantu oleh KONI (Pasal 8 ayat (4) Perpres 95/2017), dan ketiga; dalam melakukan pengawasan dan pelaksanaan pelatihan performa tinggi oleh induk organisasi cabang olahraga, menteri dibantu oleh KONI (Pasal 15 ayat (2) Perpres 95/2017).
Bila mengupas dua hal tersebut, jelas Perpres nomor 95 tahun 2017 bertentangan dengan UU No 3 Tahun 2005. Untuk mengembalikan KONI ke khittahnya, perlu dibuat rekomendasi ke Mahkamah Agung atau mengusulkan amandemen UU No 3 Tahun 2005 ke DPR RI.