TRIBUNNEWS.COM - Prestasi membanggakan dari ajang bersepeda jarak jauh, Paris-Brest-Paris (PBP) yang diadakan oleh Audax Club Parisien (ACP) baru saja diraih pesepeda amatir asal Indonesia, yakni Sandi Adila dan Hendriyanto Wijaya dari Klub Brompton Monas Cyclists.
Menariknya, Sandi Adila dan Hendriyanto Wijaya berhasil mematahkan rekor untuk finisher tercepat asal Indonesia, Edward Djauhari pada tahun 2015 lalu.
Saat itu, Edward Djauhari menorehkan waktu selama 84 jam 30 menit. Sementara Sandi Adila dan Hendriyanto Wijaya membukukan waktu 82 jam 53 menit, berdasarkan informasi yang diperoleh Tribunnews dari Humas Brompton Monas Cyclists, Erwin Handoko.
Catatan waktu mengesankan Sandi Adila dan Hendriyanto Wijaya mengalahkan pesepada dari Korea, Thailand, dan pesepeda dari seluruh dunia.
Berikut ini press release dari Brompton Monas Cyclists:
"Tiga belas orang pesepeda amatir Indonesia baru saja berpartisipasi di ajang bersepeda jarak jauh legendaris di Paris.
Acara yang dikenal dengan sebutan Paris - Brest - Paris (PBP) ini merupakan ajang empat tahunan yang diselenggarakan oleh Audax Club Parisien (ACP), yang merupakan salah satu klub pesepeda tertua di dunia.
Kegiatan ini diikuti oleh lebih dari 6.000 peserta dari seluruh dunia.
Setiap peserta PBP diharuskan untuk menyelesaikan kegiatan bersepeda sejauh 1.215 km di rute yang telah ditentukan oleh panitia dalam waktu selambat-selambatnya 90 jam.
Penyelenggaraan PBP ini bersifat mandiri, dalam artian setiap peserta tidak boleh mendapatkan bantuan atau dukungan apapun selama perjalanan.
Indonesia baru berpartisipasi di ajang PBP sejak tahun 2015 di mana pada waktu itu hanya satu peserta Indonesia yang bisa menyelesaikan PBP dalam waktu yang ditentukan oleh panitia.
Pada PBP 2019 ini, tiga peserta dari Indonesia, yaitu, Sandi Adila, Hendriyanto Wijaya dan Vidi Widyastomo berhasil menyelesaikan PBP dengan baik.
Selain jarak sejauh 1.200 km, berbagai tantangan juga harus dihadapi oleh setiap peserta.
Rute yang telah disiapkan panitia banyak melewati kontur perbukitan sehingga total elevasi yang harus diselesaikan oleh setiap peserta adalah kurang lebih 12.000 meter atau 1.5 kali dari puncak Everest.
Selain itu, kondisi cuaca yang dingin di malam hari (dengan temperatur bisa menyentuh 4 derajat celcius) juga merupakan salah satu tantangan terberat bagi peserta Indonesia.
Dari tiga peserta Indonesia yang berhasil menyelesaikan PBP, dua di antaranya, yaitu Sandi Adila dan Hendriyanto bahkan berhasil menyelesaikan PBP dengan sepeda lipat sehingga menjadikan mereka sebagai finisher pertama dari Indonesia dengan menggunakan sepeda lipat dengan catatan waktu 82 jam 53 menit.
Sandi Adila dan Hendriyanto Wijaya merupakan dua pesepeda dari Klub Brompton Monas Cyclists.
Untuk mempersiapkan diri dalam ajang PBP, Hendriyanto Wijaya, yang kesehariannya merupakan dokter gigi rutin latihan bersepeda sejauh 150 km setiap harinya.
Agar tidak mengganggu jadwal praktiknya, latihan kadang dimulai sejak jam 4.30 pagi hari sampai jam 10 pagi.
Bagi Sandi Adila, yang merupakan pengacara korporasi di salah satu firma hukum tertua di Indonesia, persiapan PBP sungguh sangat menantang.
Dua bulan sebelum ajang PBP, Sandi Adila mengalami kecelakaan tunggal ketika bersepeda yang mengakibatkan patahnya clavicula dan retak di bagian pelvis.
Untuk persiapan PBP, praktis Sandi Adila hanya memiliki waktu selama dua minggu. Suatu mission impossible menurutnya.
Salah satu kunci kesuksesan Sandi Adila dan Hendriyanto Wijaya dalam menyelesaikan PBP kali ini adalah persiapan mental dan kerja sama tim yang baik.
Dukungan dari teman-teman Brompton Monas Cyclists di Jakarta, yang aktif menanyakan kondisi serta kerap memberikan dukungan dari tanah air juga diakui kedua pesepeda ini sebagai salah rahasia kesuksesan keduanya dalam menyelesaikan PBP."
Nantikan kisah pebalap Sandi Adila dan Hendriyanto Wijaya dalam Paris - Brest - Paris (PBP) pada artikel selanjutnya.
(Tribunnews.com/Sina)