TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang ke-14 Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Bogota, Kolombia, pada Kamis, 12 Desember 2019 telah menetapkan usulan Indonesia yaitu Tradisi Pencak Silat (Traditions of Pencak Silat) ke dalam Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity, UNESCO.
Sidang Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO dihadiri delegasi Indonesia yang terdiri atas Deputi Wakil Tetap RI untuk UNESCO Surya Putra Rosa sebagai ketua, Duta Besar Indonesia untuk Kolombia Priyo Iswanto, Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya, Nadjamuddin Ramly, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, dan sejumlah staf dari Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Secara luas Pencak Silat dikenal sebagai jenis seni bela diri yang diwariskan dari generasi ke generasi di Indonesia. Istilah Pencak Silat adalah penggabungan dua kata, yakni pencak dan silat. Jika istilah pencak lebih dikenal di Jawa maka istilah silat lebih dikenal di Sumatera Barat.
Sekalipun mirip dalam pemikiran dan prakteknya, masing-masing memiliki kekhasan dari segi gerak, musik pengiring dan peralatan pendukung.
Ada empat aspek Pencak Silat, yakni mental-spiritual, pertahanan diri, seni, dan olahraga, yang membuatnya tercatat sebagai salah satu warisan budaya takbenda (intangible cultural heritage) masyarakat Indonesia.
“Pencak Silat adalah warisan budaya masyarakat Indonesia yang masih terus hidup sampai sekarang dan sangat bernilai dalam pembentukan jatidiri dan karakter di Indonesia,” ujar Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
“Dimasukkannya pencak silat dalam representative list UNESCO tentu adalah kebanggaan bagi kita semua. Perjuangan yang panjang akhirnya membuahkan hasil. Pengusulan pencak silat untuk dimasukkan ke dalam representative list UNESCO dimulai oleh komunitas yang terdiri atas Masyarakat Pencak Silat Indonesia (MASPI), perwakilan perguruan dari Sumatera Barat, Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali, dengan dukungan penuh dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.” papar Arief Rachman, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Surya Rosa Putra melaporkan langsung dari Kolombia bahwa Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO dalam sidang menyampaikan apresiasi terhadap maraknya kegiatan berupa festival yang tidak hanya merupakan bentuk pelestarian tapi lebih jauh mendorong persaudaraan lintas wilayah di antara komunitas pencak silat di Indonesia dan di dunia internasional.
Dengan ditetapkannya Tradisi Pencak Silat, maka Indonesia telah memiliki sembilan elemen budaya dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO.
Delapan elemen yang telah terdaftar sebelumnya adalah Wayang (2008); Keris (2008); Batik (2009); Angklung (2010); Tari Saman (2011); Noken Papua (2012); Tiga Genre Tari Tradisional di Bali (2015); Pinisi, seni pembuatan perahu dari Sulawesi Selatan (2017); ditambah satu program terbaik yaitu Pendidikan dan Pelatihan Batik di Museum Batik Pekalongan (2009).
“Setelah penetapan ini kita mendapat tugas besar untuk melestarikan tradisi pencak silat ini. Banyak hal yang perlu kita lakukan untuk melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan tradisi ini untuk kepentingan pendidikan, penguatan jati diri dan juga untuk memperkuat kehadiran Indonesia di dunia internasional,” kata Hilmar Farid.