TRIBUNNEWS.COM - Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) akhirnya melakukan pembelaan setelah mendapat kritikan tajam perihal penyelenggaraan All England 2020.
Seperti yang telah diketahui, turnamen bulutangkis bergengsi bertajuk All England 2020 telah selesai dihelat beberapa waktu lalu.
Walaupun diklaim bisa berjalan dengan lancar, penyelenggaraan All England 2020 tetap mendapatkan kritikan.
Hal ini dikarenakan banyak potensi buruk yang bisa ditimbulkan.
Mengingat situasi dunia yang sedang kritis karena dilanda wabah Covid-19.
Baca: Pebulutangkis India Geram BWF Tetap Gelar All England Ditengah Wabah Covid-19
Baca: UPDATE RANKING BWF 2020 Pasca All England: Praveen/Melati Tembus 4 Besar, Anthony Ginting Anjlok
Salah satu kritikan tajam dilontarkan oleh salah seorang pebulutangkis tunggal putra India, Prannoy Haseena Sunil Kumar
Prannoy HS mengaku cukup geram dengan keputusan BWF yang tetap memaksa diselenggarakannya All England dalam situasi seperti ini.
Kegeraman tunggal putra India tersebut semakin memuncak setelah mengetahui ada laporan jika salah seorang anggota Timnas Taiwan dinyatakan positif corona
Korban tersebut diidentifikasi sebagai salah seorang yang ikut berpergian ke Spanyol, Jerman, hingga Inggris dalam satu bulan turnamen bulutangkis di Eropa.
Pranooy HS sendiri akhirnya memutuskan untuk mundur dari kejuaraan All England 2020.
Salah satu dasar Pranooy HS memilih mundur karena alasan kesehatan yang dipertaruhkan jika ia memaksakan berpartisipasi dalam ajang All England 2020.
Pranooy HS menjadi pebulutangkis India ketujuh yang tercatat memilih mengundurkan diri.
Sebelumnya nama-nama seperti Sameer Verman, Sourabh Verma, Chirag Shetty, Satwiksairaj Rankireddy, Manu Attri, dan Sumeeth Reddy menjadi deretan pebulutangkis India yang memutuskan mengundurkan diri dari All England 2020.
Sang pebulutangkis tunggal putra tersebut menilai ada kerawanan jika ia tetap melanjutkan perjalanan mengingat jarak tempuh yang cukup jauh.
Hal itu membuat dirinya berpotensi melakukan kontak dengan banyak orang.
"Hanya para pemain yang melakukan perjalanan lewat kelas bisnis, pendukung kami kebanyakan mengambil kelas ekonomi sehingga hal itu memungkinkan tidak bisa menghindari kontak dengan banyak orang," jelas Pranooy HS, seperti dikutip dari The Star.
Kegeraman Prannoy ternyata tak sampai disitu saja.
Ia juga merasa marah atas pernyataan Poul-Erik Hoyer selaku Presiden BWF yang mengatakan penyelenggaraan All England 2020 dapat dikatakan sukses.
Sang Presiden BWF tersebut berdalih selama turnamen tidak ada kejadian yang menyangkut tertularnya virus corona.
Baca: Peringkat Teranyar BWF Sektor Tunggal Putra, Kento Momota Belum Terkejar, Ginting & Jojo Turun
Baca: Praveen Jordan dan Melati Daeva Oktavianti Juga Punya Rasa Khawatir Soal Virus Corona
Pernyataan Hoyer tersebut kini seakan menjadi bumerang seusai salah satu remaja Taiwan yang berpartisipasi di ajang All England dikabarkan positif corona.
Hal itu bahkan membuat rombongan pebulutangkis asal Taiwan harus menjalani karantina sebagai tindakan pencegahan atas hal yang tidak diinginkan.
"Presiden BWF seharusnya bertindak secara bertanggung jawab dan bijaksana. Toh, tidak ada yang akan terjadi jika turnamen ini tidak diselenggarakan," tegas Prannoy HS menyoroti sikap BWF.
Menanggi berbagai kritikan tajam tersebut, Thomas Lund selaku Sekjen BWF akhirnya sudah tidak tahan untuk angkat bicara.
Thomas Lund mengaku tidak senang dengan serangan pedas tersebut.
Ia pun menulis sulit terbuka kepada para anggotanya untuk mengklarifikasi terkait keputusan penyelenggaraan All England 2020.
"Sangat mengecewakan melihat beberapa anggota komunitas bulutangkis berspekulasi tentang ketulusan dan motif BWF di masa krisis ini," ungkap Thomas Lund, dikutip Tribunnews dari The Star.
"Perhatian pertama kami adalah kesehatan dan keselamatan semua peserta," tegasnya.
Baca: Rapor Pebulutangkis Indonesia Pasca All England, Praveen/Melati Andalan Baru, Ujian Sektor Tunggal
Selain itu, Thomas Lund berdalih penyelenggaraan All England 2020 juga diharapkan mampu membuat para peserta setidaknya memiliki pendapatan di tengah situasi seperti ini.
"Pada waktu yang sama tentu kami sangat prihatin dengan pembatalan berbagai turnamen yang bisa berdampak pada kondisi para pemain dan pelatih," ungkap sang legenda bulutangkis Jerman tersebut.
"Mereka akan berada dalam posisi pengangguran sementara dan kehilangan pendapatan," jujurnya.
Selain itu, penyelenggaraan All England 2020 juga diharapkan sebagai sarana menjaga ritme permainan sekaligus kebugaran fisik guna menyongsong Olimpiade.
"Ini bisa mencakup ketidakmampuan untuk melatih dan bersaing dengan cara efisien dan tepat sasarn menjelang Olimpiade dan Paralimpic walaupun Olimpiade juga terpaksa ditunda," sambung Thomas Lund.
Sekjen BWF tersebut menekankan bahwa pihaknya selalu berpikir jauh dan matang sebelum membuat keputusan penting dalam hal apapun.
"Kami sangat aktif menjalin komunikasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia plus berbagai pakar perihal saran untuk memastikan kami dapat bertindak dengan cara benar, waktu tepat, hingga tempat yang tepat," lanjutnya.
Walaupun demikian, Thomas Lund juga menyadari kekhawatiran akan adanya resiko yang bisa saja terjadi di tengah situasi saat ini.
"Ini tidak hanya menjadi permasalahan BWF saja tetapi sebagaian besar otoritas di seluruh dunia," ungkap Thomas Lund.
"Namun, kami berpendapat bahwa BWF telah membuat keputusan terbaik saat itu disertai motif yang tulus untuk melindungi kesehatan dan mata pencaharian semua peserta," pungkas sang Sekjen BWF tersebut.
Indonesia sendiri berhasil mendulang satu gelar juara dalam perhelatan All England 2020 melalui Praveen Jordan/Melati Daeva di sektor ganda campuran.
(Tribunnews/Dwi Setiawan)