TRIBUNNEWS.COM - Persatuan Bulutangkis Indonesia atau yang acap disebut PBSI buka suara terkait kasus yang menimpa delapan atlet asal Indonesia.
Delapan atlet bulutangkis asal Indonesia baru-baru ini dinyatakan terlibat dalam kasus pengaturan skor hingga judi ilegal.
Kedelapan atlet bulutangkis itu adalah Hendra Tandjaya, Ivandi Danang, Androw Yunanto, Sekartaji Putri, Mia Mawarti, Fadilla Afni, Aditiya Dwiantoro, dan Agripinna Prima Rahmanto Putra.
Mereka dinyatakan bersalah oleh BWF karena terlibat dalam tindakan pengaturan skor atau tindakan ilegal lainnya, di antaranya mengatur pertandingan dengan sengaja mengalah, memanipulasi hasil pertandingan, mengatur hasil pertandingan, dan bertaruh uang dengan berjudi.
Baca juga: BWF Nyatakan 8 Pebulutangkis Indonesia Terlibat Pengaturan Skor dan Kasus Judi Ilegal
Baca juga: BWF Resmi Rilis Kalender Bulu Tangkis Tahun 2021, Indonesia Open Kemungkinan Bisa Digelar
Menyikapi kasus ini, Broto Happy yang menjabat sebagai Kepala Bidang Humas dan Media PP PBSI memberikan tanggapannya.
Ia memastikan bahwa kedelapan atlet yang bersalah di atas bukanlah bagian dari penghuni pelatnas PBSI di Cipayung, Jakarta Timur.
Tak lupa, Broto juga menegaskan ketika mereka melakukan pelanggaran pada tahun 2015 hingga 2017, kedelapan pemain ini juga tidak berstatus sebagai pemain tim nasional penghuni Pelatnas Cipayung.
"Bisa dipastikan, delapan pemain yang dihukum BWF tersebut adalah bukan pemain penghuni Pelatnas PBSI di Cipayung, Jakarta Timur," ujar Broto Happy dikutip dari laman Badmintonindonesia.
Dirinya juga mengutuk keras atas pelanggaran yang dilakukan kedelapan atlet tersebut karena mencederai nilai-nilai luhur olahraga.
"PBSI mengutuk perbuatan tercela tersebut yang telah mencederai nilai-nilai luhur olahraga yang seharusnya dijunjung tinggi oleh setiap atlet, seperti sportivitas, fair play, respek, jujur, dan adil," tegasnya.
Sementara dilansir dari akun twitter Badmintalk, kedelapan pemain ini melakukan kesalahan dalam turnamen-turnamen bergengsi.
Diantaranya seperti Hongkong Open 2016, Macau Open 2016, Syeh Modi 2017, Thailand Open 2017, China Taipei 2017, New Zealand 2017 dan Vietnam Open 2017.
Baca juga: BWF Resmi Tunda Piala Thomas dan Uber 2020 Setelah Banyak Kontestan Mundur, Termasuk Indonesia
Baca juga: Legenda Malaysia Desak BWF Batalkan Piala Thomas dan Uber 2020
1. Hongkong Open 2016
22 November 2016
Babak Kualifikasi 1
Ganda Putra: Lung/Kuen va Hendra Tandjaya/Androw Yunanto, 21-12, 21-12
Ganda Campuran: Mak/Yeung vs Androw Yunanto, 21-7, 21-10
2. Macau Open 2016
29 November 2016, Babak Kualifikasi 1, Ganda Putra: Pinto/Silva vs Hendra Tandjaya/Androw Yunanto, 21-15, 21-19.
3. Syeh Modi 2017,
21 Januari 2017, Babak Kualifikasi 1, Ganda Putra, Jalal/Rehan vs Hendra Tandjaya/Androw Yunanto, 21-1, 18-21, 21-14
4. Thailand Open 2017
30 Mei 2017, Babak Kualifikasi 1, Ganda Campuran: Androw Yunanto/Florencya, 21-12, 21-11
5. China Taipei 2017
28 Juni 2016, Babak 32 Besar, Ganda Campuran: Hung/Tun vs Hendra Tandjaya/Fadilla Afni, 21-8, 21-17
6. New Zealand Open 2017
2 Agustus 2017
Babak 32 Besar
Ganda Campuran: Hung/Chieh vs Hendra Tandjaya/Sekartaji Putri, 21-8, 21-12
Ganda Putri: Tahuri/Yongshi vs Mia Mawarti/Fadilla Afni, 21-5, retired*
7. Vietnam Open 2017
4 September 2017
Babak Kualifikasi 1, Tunggal Putra, Nguyen vs Aditiya Dwiantoro, 21-19, 21-11
Babak 32 Besar, Ganda Campuran, Arif/Riodingin vs Aditiya Dwiantoro/Khasanah, 21-13, 21-10.
Menurut BolaSport.com dari laman resmi BWF, sidang untuk kedua kasus selesai pada akhir 2020.
Keputusan yang beralasan dari panel dengar pendapat Independen (IHP) BWF telah dikomunikasikan kepada para pihak.
Kedua kasus tersebut melibatkan whistleblower yang melaporkan informasi kepada BWF tentang perilaku korup termasuk pendekatan untuk memperbaiki atau memanipulasi bagian dari pertandingan mereka demi uang.
Delapan pebulu tangkis Indonesia yang saling mengenal dan berkompetisi di kompetisi internasional level bawah sebagian besar di Asia hingga 2019, melanggar peraturan integritas BWF terkait pengaturan pertandingan, manipulasi pertandingan dan atau taruhan bulu tangkis.
Laporan dari whistleblower memungkinkan unit integritas BWF untuk memulai investigasi dan mewawancarai sejumlah pelaku terkait masalah tersebut.
Kedelapan pemain untuk sementara diskors pada Januari 2020 hingga keputusan dapat dibuat melalui proses dengar pendapat.
Delapan pemain yang terlibat yakni Hendra Tandjaya, Ivandi Danang, Androw Yunanto, Sekartaji Putri, Mia Mawarti, Fadilla Afni, Aditiya Dwiantoro, dan Agripinna Prima Rahmanto Putra.
Tiga dari mereka ditemukan telah mengoordinasikan dan mengatur orang lain agar terlibat dalam perilaku tersebut dan telah diskors dari semua kegiatan yang berhubungan dengan bulu tangkis seumur hidup.
Lima orang lainnya diskors antara enam sampai 12 tahun dan denda masing-masing antara 3.000 dolar AS (sekitar Rp 42 juta) dan 12.000 dolar AS (sekitar Rp 168 juta).
Sesuai Prosedur yudisial, atlet memiliki hak untuk mengajukan banding ke pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) dalam waktu 21 hari sejak pemberitahuan keputusan yang beralasan.
Hasil rapat panel dengar pendapat Independen (IHP) BWF
(Tribunnews.com/Ipunk) (Bolasport.com)