TRIBUNNEWS.COM - Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) mengumumkan hasil dari dua kasus integritas dalam bulu tangkis.
Satu di antara kasus itu melibatkan delapan pemain asal Indonesia.
Baca juga: Begini Kondisi Latihan Timnas Bulutangkis Indonesia di Thailand, Lapangan Disemprot Seusai Latihan
BWF menyebutkan delapan pebulutangkis Indonesia terlibat dalam tindakan pengaturan skor atau tindakan ilegal lainnya, di antanya mengatur pertandingan dengan sengaja mengalah, memanipulasi hasil pertandingan, mengatur hasil pertandingan, dan bertaruh uang dengan berjudi.
Dilansir BolaSport.com dari laman resmi BWF, sidang untuk kedua kasus selesai pada akhir 2020.
Keputusan yang beralasan dari panel dengar pendapat Independen (IHP) BWF telah dikomunikasikan kepada para pihak.
Kedua kasus tersebut melibatkan whistleblower yang melaporkan informasi kepada BWF tentang perilaku korup termasuk pendekatan untuk memperbaiki atau memanipulasi bagian dari pertandingan mereka demi uang.
Baca Juga: Melati Daeva dan Anthony Ginting Kurang Nyaman Jalani Tes Swab Berulang Kali, tetapi..
Kasus 1
Delapan pebulu tangkis Indonesia yang saling mengenal dan berkompetisi di kompetisi internasional level bawah sebagian besar di Asia hingga 2019, melanggar peraturan integritas BWF terkait pengaturan pertandingan, manipulasi pertandingan dan atau taruhan bulu tangkis.
Laporan dari whistleblower memungkinkan unit integritas BWF untuk memulai investigasi dan mewawancarai sejumlah pelaku terkait masalah tersebut.
Kedelapan pemain untuk sementara diskors pada Januari 2020 hingga keputusan dapat dibuat melalui proses dengar pendapat.
Delapan pemain yang terlibat yakni Hendra Tandjaya, Ivandi Danang, Androw Yunanto, Sekartaji Putri, Mia Mawarti, Fadilla Afni, Aditiya Dwiantoro, dan Agripinna Prima Rahmanto Putra.
Tiga dari mereka ditemukan telah mengoordinasikan dan mengatur orang lain agar terlibat dalam perilaku tersebut dan telah diskors dari semua kegiatan yang berhubungan dengan bulu tangkis seumur hidup.
Lima orang lainnya diskors antara enam sampai 12 tahun dan denda masing-masing antara 3.000 dolar AS (sekitar Rp 42 juta) dan 12.000 dolar AS (sekitar Rp 168 juta).
Baca Juga: Tim Bulu Tangkis Indonesia Jaga Tenaga pada Hari Kedua Latihan Jelang Thailand Open 2021
Sesuai Prosedur yudisial, atlet memiliki hak untuk mengajukan banding ke pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) dalam waktu 21 hari sejak pemberitahuan keputusan yang beralasan.
Hasil rapat panel dengar pendapat Independen (IHP) BWF
Kasus 2
Warga negara Malaysia yang merupakan perwakilan dari merek peralatan yang mensponsori pebulu tangkis internasional juga telah diskors dari semua aktivitas terkait bulu tangkis seumur hidup.
Unit Integritas BWF telah menyelidiki individu tersebut selama beberapa tahun.
IHP menemukan bahwa individu tersebut telah mendekati atlet bulu tangkis internasional dan menawarkan uang untuk memanipulasi pertandingan, bertaruh pada beberapa pertandingan bulu tangkis.
Hal ini termasuk pertandingan yang melibatkan pemain yang disponsori oleh pemberi kerja individu tersebut.
Dia telah menyalahgunakan posisinya untuk pengaruhnya sebagai eksekutif dalam merek olahraga dalam upaya untuk merusak bulu tangkis internasional dan memperkaya dirinya sendiri.
Sifat pelanggaran dan akses serta pengaruh orang ini terhadap pemain yang disponsori perusahaannya, IHP menangguhkan individu tersebut dari aktivitas terkait bulu tangkis seumur hidup.
Sesuai prosedur yudisial, individu memiliki hak untuk mengajukan banding ke pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) dalam waktu 21 hari sejak pemberitahuan keputusan yang beralasan.
Pernyataan PP PBSI
Atas kabar tersebut, PBSI langsung merespons.
Kepala Bidang Humas dan Media PP PBSI, Broto Happy menyatakan, kedelapan pebulutangkis yang dimaksud bukan pemain pelatnas PBSI.
"Bisa dipastikan, delapan pemain yang dihukum BWF tersebut adalah bukan pemain penghuni Pelatnas PBSI di Cipayung, Jakarta Timur," tegas Broto Happy dalam keterangan yang diterima, Jumat (8/1/2020).
Broto juga menyebut, ketika mereka melakukan tindakan yang mencederai sportivitas pada tahun 2015 hingga 2017, kedelapan pemain tersebut juga tidak berstatus sebagai pemain tim nasional penghuni Pelatnas Cipayung.
"PBSI mengutuk perbuatan tercela tersebut yang telah mencederai nilai-nilai luhur olahraga yang seharusnya dijunjung tinggi oleh setiap atlet, seperti sportivitas, fair play, respek, jujur, dan adil," tutur Broto Happy. (*/BolaSport)