TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Lifter putri Windy Cantika Aisah mempersembahkan medali pertama untuk Indonesia di pentas Olimpiade Tokyo 2020.
Bertanding pada nomor 49 kg putri cabang olahraga angkat besi, mojang asal Bandung itu menjalani debut sempurna di ajang Olimpiade dengan mempersembahkan medali perunggu untuk Indonesia.
Tampil di Hall Tokyo International Forum, Windy merebut medali perunggu nomor 49 kg putri dengan total angkatan seberat 194 kg.
Rinciannya 84 kg untuk disiplin snatch dan 110 kg untuk disiplin clean and jerk.
Adapun medali emas direbut wakil China Zhihui Hou dan medali perak menjadi milik wakil India Chanu Saikhom Mirabai.
Zhihui Hou menciptakan rekor Olimpiade dengan total angkatan 210 kilogram, sementara Chanu Saikhom memiliki total angkatan 202 kilogram.
Windy sendiri sempat gagal dalam upaya pertama snatch di berat 84 kilogram. Namun kegagalan itu ditebusnya pada angkatan kedua.
Meski pergerakannya sedikit lambat, dia sukses mengamankan angkatan seberat 84 kg itu.
Pada angkatan ketiga, Windy menaikkan beban menjadi 87 kg. Hanya saja, dia tak bisa menyelesaikan dengan sempurna.
Di angkatan clean and jerk Windy langsung mematok 103 kg pada angkatan pertama.
Tak seperti saat angkatan snatch, kali ini dia sukses menyelesaikannya.
Pada angkatan kedua, Windy kemudian menaikkan bebannya menjadi 108 kg. Lagi-lagi, dia sukses mengamankannya.
Begitu juga pada angkatan ketiga seberat 110 kg.
Meski langkahnya sedikit bergetar saat mengangkat, dia dapat mengangkatnya dengan baik dan berhak meraih medali perunggu dengan total angkatan 194 kg.
Keberhasilan meraih perunggu itu terasa makin spesial karena putri mantan lifter nasional Siti Aisah ini tercatat sebagai atlet pertama yang menyumbangkan medali bagi Kontingen Indonesia di Olimpiade 2020.
"Alhamdulilah senang sekali bisa mempersembahkan medali untuk Indonesia. Rasanya nervous karena angkatan dengan rival lainnya hanya beda tipis. Terutama saat angkatan snatch, tetapi saya berusaha tetap tenang karena saat di panggung itu kan sebenarnya cuma ada atlet dan barbel saja," kata Windy dalam keterangan resminya usai laga.
Prestasi membanggakan yang ditorehkan Windy ini ikut diapresiasi oleh Presiden Joko Widodo.
Dalam akun media sosialnya, Jokowi menyampaikan selamat kepada mojang berusia 19 tahun itu.
"Kabar baik datang dari Tokyo, hari ini. Atlet angkat besi putri Indonesia, Windy Cantika Aisah, mempersembahkan medali pertama dari ajang Olimpiade Tokyo dengan merebut medali perunggu di kelas 49 kg," kata Jokowi dikutip dari akun Instagramnya, Sabtu (24/7/2021).
"Dari Tanah Air, saya menyampaikan selamat," imbuh dia.
Baca juga: Foto-foto Perjuangan Windy Cantika Aisah Saat Bertanding Kelas 49 kg Angkat Besi di Olimpiade Jepang
Sejak SD
Windy diketahui mulai belajar angkat besi saat duduk di kelas dua bangku sekolah dasar (SD).
Olahraga ini jadi pilihan karena sang ibu, Siti Aisah, merupakan mantan atlet angkat besi Indonesia yang menyumbang medali di kejuaraan dunia 1987.
Sejak itu pula ibunya kerap menceritakan pengalaman mengikuti pemusatan latihan dan kejuaraan di luar negeri.
Cerita-cerita itu membekas di benak Windy sehingga ia makin bersemangat untuk menekuni olahraga angkat beban tersebut.
Saat berusia 12 tahun tepatnya saat duduk di kelas 5 SD, Windy dimasukkan ibunya ke klub angkat besi di Bandung.
Kebetulan klub tersebut dibina langsung oleh mantan lifter nasional yang juga rekan sang ibu, Maman Suryaman.
Dalam binaan Maman, bungsu dari tiga bersaudara ini rupanya menunjukkan bakat besar. Karenanya Maman rutin mengajak Windy tampil di sejumlah kejuaraan nasional untuk mengasah mentalitas bertandingnya.
Pelatih atlet angkat besi Kabupaten Bandung dan PPLP Jawa Barat yang selama ini menjadi mentor Windy, Dewi Nuranis mengatakan, prestasi mentereng Windy tidak diperoleh dengan proses mudah.
Meski terlahir dari seorang ibu yang juga merupakan lifter berprestasi, namun butuh upaya kerja keras ekstra dan semangat juang pantang menyerah yang telah dilakukan Windy selama ini.
"Cantika itu menjadi atlet dan masuk ke PPLP Jawa Barat itu sekitar tahun 2015 kelas 7 atau 1 SMP, saat itu usianya baru sebelas. Sebelum masuk PPLP Jabar, karena melihat bakat dan potensinya, dia itu sejak kecil memang sudah dilatih teknik dasar oleh ibunya yang juga seorang lifter asal Kabupaten Bandung, mulai dari sebatang kayu, baru di PPLP Jabar kami drill dengan peralatan sebenarnya, dan terus meningkat beban angkatannya seiring bertambahnya usia dia," ujarnya saat dihubungi melalui telepon, Jumat (23/7/2021).
Di mata Dewi, Windy adalah atlet remaja yang memiliki karakter berbeda dengan atlet lain seusianya.
Selain sikap disiplin, Windy pun selalu merasa kurang dengan kemampuan yang dimilikinya.
Sehingga pada waktu-waktu tertentu, ia kerap menambah porsi latihan dari program yang telah diberikan pelatih kepadanya.
"Ini anak (Windy) selain punya karakter disiplin dan motivasi yang kuat, tapi juga anaknya enggak banyak alasan, enggak pernah melawan perintah pelatih, itu yang saya suka dari dia. Selama di PPLP Jabar kami memperlakukan Cantika dan semua atlet itu sama, termasuk pemberian porsi latihan bagi satu lifter dan lifter lainnya pun itu sama sesuai dengan usianya, yang secara bertahap naik kelas tiap tahunnya, mulai dari kelas 35-44 kg," ucapnya.
Menurut Dewi, di saat usianya menginjak kelas 10 atau 1 SMA, Windy terus dididik untuk dapat menjadi lifter spesialis kelas 44 kg lalu naik ke kelas 49 kg.
Perjalanan Windy sebagai atlet nasional pun tidak semudah yang dibayangkan.
Bahkan kata Dewi, saat di Pelatnas, karena usianya yang masih sangat muda dan tanpa ada pelatih yang biasanya membimbingnya, membuat Windy kesulitan beradaptasi.
Ia sempat down selama hampir setengah tahun dan kembali pulang dari Pelatnas di Jakarta ke Bandung.
Namun, berkat dorongan motivasi dari orang-orang sekelilingnya selama itu, ia pun mampu bangkit dan melanjutkan takdirnya sebagai lifter nasional.
Windy kemudian mulai diperhitungkan setelah meraih satu medali emas pada ajang Pekan Olahraga Pelajar Nasional (Popnas) Semarang 2017.
Tahun berikutnya ia makin berkibar dengan meraih meraih medali emas Kejurnas PPLP 2018, kemudian meraih tiga emas dalam Kejurnas Senior/Yunior Angkat Besi 2018.
Hal ini mengantarkan Windy tampil di IWF World Championship 2019 di Pattaya, Thailand.
Dalam debut di pentas internasional ini Windy tak memperoleh medali. Namun saat tampil di Kejuaraan Dunia Angkat Besi Junior 2019 di Suva, Fiji, Windy menggebrak.
Ia meraih medali perak untuk nomor 49 kg putri dengan total angkatan 179 kg, terdiri dari 81 kg snatch dan 98 kg clean and jerk.
Dengan prestasinya tersebut Windy lantas masuk daftar atlet yang tampil di SEA Games 2019 di Filipina.
Tak tanggung-tanggung dalam debutnya di pesta olahraga Asia Tenggara itu ia langsung mempersembahkan medali emas.
Sayang saat gairah untuk terus mengukir prestasi meninggi, pandemi Covid-19 melanda.
Sejumlah agenda yang akan diikuti Windy selama 2020 tak bisa dilaksanakan.
Selama itu pula Windy hanya berusaha menjaga diri dengan baik.
Hingga akhirnya pada Mei 2021, kejuaraan yang ditunggu-tunggu bisa terlaksana.
Baca juga: Live Streaming Bulutangkis Olimpiade Tokyo 2021, di TVRI dan Indosiar, Laga Perdana Anthony Ginting
Kejuaraan Dunia Angkat Besi Junior yang tak terlaksana pada 2020, bisa dilaksanakan di Tashkent, Uzbekistan, mulai 23 hingga 31 Mei 2021.
Tampil di nomor idealnya, 49 kg, Windy meraih medali emas.
Total angkatannya meningkat tajam dibanding 2019, yakni 191 kg, dengan rincian 86 kg untuk disiplin snatch dan 105 kg untuk disiplin clean and jerk.
Medali emas ini pula yang membuatnya meraih satu tiket tampil di Olimpiade Tokyo 2020.
Tak sia-sia Windy berhasil memberi medali pertama untuk Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020.(tribun network/dod/fik/dod)