TRIBUNNEWS.COM - Keberhasilan lifter Indonesia, Nurul Akmal, menembus peringkat lima besar nomor +87kg putri Olimpiade Tokyo 2020 dibarengi sebuah cerita menarik.
Penampilan Nurul Akmal menjadi penutup perjuangan atlet Indonesia pada Olimpiade Tokyo 2020.
Nurul Akmal turun pada lomba angkat besi +87kg putri yang berlangsung di Tokyo International Forum, Jepang, Senin (2/8/2021) malam waktu setempat.
Peringkat kelima menjadi hasil yang diraih oleh atlet kelahiran Banda Aceh tersebut.
Baca juga: Perjuangan Atlet Indonesia Tuntas di Olimpiade Tokyo 2020, Total Medali Lebih Baik Ketimbang 2016
Lifter yang akrab disapa Amel tersebut mencatatkan total angkatan 256kg dengan rincian 115kg snatch dan 141kg clean and jerk.
Amel sebenarnya mengawali penampilannya dengan baik setelah melakukan tiga angkatan sukses pada sesi snatch dengan beban awal 107kg.
Sayangnya, atlet berusia 28 tahun tersebut hanya dapat melakukan satu angkatan sukses pada sesi clean and jerk.
Sukses pada angkatan pertama dengan beban 141kg, Amel tak dapat menyelesaikan target beban keduanya yaitu 151kg.
Baca juga: Erick Thohir Unggah Video Pengakuan Greysia Polii: Forza Inter! Interisti Sejak Lama
Amel tak dapat menambah total angkatannya setelah percobaan ketiga dengan target 154kg juga berakhir dengan kegagalan.
Meski mensyukuri kesempatan berlomba di Olimpiade Tokyo 2020, Amel tidak menampik bahwa dia tidak sepenuhnya merasa puas.
"Kalau dibilang puas, saya tidak puas," kata Amel, dilansir dari NOC Indonesia.
"Tapi karena ini penampilan perdana saya di Olimpiade dan Olimpiade ini berlangsung dalam kondisi pandemi, Alhamdulillah bisa menempati peringkat lima."
Baca juga: Hadiahi Rumah Elite di PIK 2 Buat Greysia/Apriyani, Apa Motivasi Agung Sedayu Group?
Pencapaian Amel menembus peringkat 5 besar terbilang unik karena dia mengungguli atlet transgender, Laurel Hubbard, dari Selandia Baru.
Partisipasi Hubbard menjadi sorotan sebab dia terlahir sebagai laki-laki tulen tetapi mengubah jenis kelaminnya menjadi perempuan di usia 35 tahun pada 2013.
Kontroversi kerap dihadapi Hubbard karena karier sebagai lifter sudah dilakoninya sejak masih menjadi laki-laki dan bahkan pernah mencetak rekor nasional.
Dikutip dari BBC, level testosterone, hormon yang meningkatkan massa otot, Hubbard memang disesuaikan dengan perempuan sesuai aturan Komite Olimpiade Internasional.
Baca juga: Deretan Hadiah dan Bonus yang Dijanjikan ke Greysia/Apriyani, Dari Duit Miliaran Sampai Rumah di PIK
Namun, laki-laki yang melewati masa pubertas secara biologis akan diuntungkan dengan pertumbuhan tulang dan kepadatan otot yang lebih besar.
Hubbard sendiri menggunakan masa hiatus panjang dari angkat besi sebagai alasan dirinya tidak akan mendapat keuntungan karena jenis kelamin aslinya.
Hubbard sempat keluar dari kompetisi pada 2002, di usia 23 tahun, dan baru melakoni comeback pada 2017 alias 16 tahun berselang.
Runner-up Kejuaraan Dunia 2017 itu akhirnya mendapat lampu hijau untuk tampil di Olimpiade dengan total angkatan terbaik keempat dalam daftar kontestan lomba.
Baca juga: Pelatih PB Jaya Raya Lanny Tedjo: Pukulan Greysia Polii Sudah Komplet dari Kecil
Malang bagi Hubbard, perjuangannya terhenti lebih awal setelah gagal melakukan satu pun angkatan sukses pada sesi snatch.
Hubbard tak dapat menuntaskan target beban 120kg, 5kg lebih berat dari angkatan snatch Amel, yang dipasangnya.
Usaha Hubbard menaikkan target menjadi 125kg pada angkatan kedua dan ketiga pun tidak membuahkan hasil.
Hubbard sejatinya mampu mengangkat barbel pada salah satu percobaan tetapi 2 dari 3 juri menyatakan angkatannya tidak berhasil.
Seperti diketahui, atlet dinyatakan keluar dari lomba jika gagal menorehkan angkatan sukses pada salah satu sesi.
Hubbard pun menempati peringkat terbawah pada hasil akhir lomba angkat besi kelas +87kg putri Olimpiade Tokyo 2020. (Ardhianto Wahyu Indraputra/BolaSport)