TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua pemain bulutangkis tunggal putra Indonesia, Anthony Sinisuka Ginting dan Jonatan Christie diyakini punya peluang menebus kekalahan mereka pada Olimpiade Tokyo 2020.
Peluang itu datang pada Olimpiade Paris 2024 mendatang.
Keyakinan itu diungkapkan pahlawan bulutangkis Indonesia di sektor tunggal putra, Joko Supriyanto.
Namun, kata Joko, baik Ginting maupun Jojo, sapaan Jonatan Christie, harus punya komitmen terhadap diri sendiri.
"Komitmen mereka berdua untuk menjadi besar itu harus kuat. Artinya dia harus mempunyai cita-cita untuk jadi juara dunia atau olimpiade," kata Joko.
Baca juga: Pemain Kelas Dunia, Peforma Jonatan Christie di Olimpiade Bikin Joko Suprianto Bingung
"Kalau komitmen itu ada di Ginting sama Jojo, saya yakin bahwa mereka nanti di 2024 di Paris, akan berpeluang besar untuk menang," ujar Joko ke Tribunnews.com, Rabu (4/8/2021).
Joko menekankan, komitmen tersebut harus dibarengi keinginan yang besar, latihan yang gigih, disiplin, serta berkelanjutan.
Joko yang sudah makan asam garam perbulutangkisan memberi pesan ke Jojo dan Ginting, agar terhindar dari 'penyakit' yang menghinggapi para pebulutangkis muda.
Baca juga: Deretan Hadiah dan Bonus yang Dijanjikan ke Greysia/Apriyani, Dari Duit Miliaran Sampai Rumah di PIK
"Mereka juga harus fokus, tidak memikirkan hal-hal lain yang di luar bulutangkis. Itu juga penting, komitmen itu harus mereka jaga benar. Harus fokus benar," ujar Joko.
Memiliki komitmen kuat sangat penting, apalagi bila Ginting dan Jojo berambisi menebus kekalahan di Olimpiade Tokyo 2020 ini di Olimpiade Paris 2024 mendatang.
"Memang harus punya semangat juang, komitmen untuk menjadi pemain besar. Artinya menjadi juara olimpiade atau juara dunia," kata Joko.
"Kemungkinan kalau motivasi ini besar, Jojo dan Ginting, saya yakin akan mampu mengangkat tunggal putra Indonesia lagi," sambung jawara IBF 1993 tersebut.
Baca juga: Pelatih PB Jaya Raya Lanny Tedjo: Pukulan Greysia Polii Sudah Komplet dari Kecil
Sebut Ginting Habis Duluan di Semifinal
Joko Supriyanto juga memberikan analisisnya terhadap peforma kedua tunggal putra Indonesia itu di Olimpiade Tokyo 2020.
Soal Anthony Ginting, dari pengamatan Joko, partai semifinal Anthnoy Ginting Vs Chenlong sangat didominasi oleh Chen Long.
Hal itu lantaran Ginting terlihat telah kehabisan stamina akibat laga sengit melawan Anders Antonsen di perempat final.
"Saya melihat Ginting tidak bisa mengimbangi kecepatan dari Chen Long. Permainan sangat didikte oleh Chen Long."
"Kemungkinan karena kebugaran fisik Ginting tidak prima setelah lawan Antonsen, sehingga di babak semifinal sudah kewalahan," ucap Joko.
Baca juga: Kisah Apriyani Rahayu Menempa Diri di PB Jaya Raya, Jadi Atlet yang Jarang Pulang ke Rumah
Joko mengatakan, saat melawan Chen Long, Ginting sudah tidak lagi gesit dalam mengejar bola.
Ginting bahkan dibuat jatuh bangun karena bola-bola pukulan Chen Long.
"Saya melihat Ginting tidak seluwes dan secepat waktu partai delapan besar. Chen Long bahkan bisa membuat Ginting jatuh bangun," ujar Joko.
Baca juga: Joko Suprianto: Anthony Ginting Didikte Chen Long Sampai Jatuh Bangun di Semifinal Olimpiade
Jatuh bangunnya Ginting mengejar bola menunjukkan kalau antisipasi pebulutangkis 24 tahun itu terhadap pukulan-pukulan Chen Long tidak lagi bisa diimbangi kecepatannya bergerak.
"Itu disebabkan kebugaran fisiknya sudah tidak prima. Baik itu otot, stamina, blower, itu perlu disiapkan lebih baik lagi," kata Joko.
Ginting dipaksa mengakui keunggulan Chen Long dua gim langsung dengan skor 16-21 dan 11-21.
Kendati kalah, Ginting tetap berhasil mempersembahkan medali perunggu bagi Indonesia setelah menang dua set langsung menghadapi wakil Guatemala, Kevin Cordon.
Baca juga: Tenaga Dikuras Lawan Antonsen, Faktor yang Bikin Anthony Ginting Kalah di Semifinal Olimpiade
Ada Apa dengan Jojo Kemarin?
Kekalahan pebulutangkis tunggal putra Indonesia Jonatan Christie atas wakil China Shi Yu Qi di Olimpiade Tokyo 2020 mendapat perhatian Joko Suprianto.
Jojo, panggilan akrab Jonatan Christie, bisa disebut kalah telak dari Shi Yu Qi di babak 16 besar.
Berlaga di Musashino Forest Sport Plaza, Kamis 29 Juli 2021, Jojo harus kalah dua gim langsung dengan skor 11-21 dan 9-21.
Joko Suprianto berpendapat ada banyak hal yang harus dievaluasi dari performa kurang apik Jojo di Olimpiade Tokyo.
"Kalau melihat penampilan secara keseluruhan, menurut saya cukup banyak yang harus dievaluasi," ucap Joko saat berbincang dengan Tribunnews.com via sambung telepon, Rabu (4/8/2021).
Baca juga: Ganda Juara Terancam Bubar, Greysia Polii Ingin Pensiun, Ini 3 Calon Pasangan Baru Apriyani Rahayu
Menurut Joko, penampilan Jojo cenderung mengalami penurunan beberapa tahun terakhir.
"Jonathan sendiri setelah penampilan baik dia di Asian Games 2018, penampilannya sekarang ini justru terus menurun. Baik itu di simulasi, di kejuaraan kemarin di Thailand, tidak menunjukkan bahwa dia itu naik (performanya)," ujar Joko.
"Hal itu patut kita pertanyakan, kenapa seperti itu," imbuh dia.
Saat berlaga di Olimpiade Tokyo kemarin, Joko melihat bahwa Jojo bermain jauh dari performa terbaiknya.
Jojo dinilai tampil kurang enerjik dan tidak powerful.
Baca juga: Deretan Hadiah dan Bonus yang Dijanjikan ke Greysia/Apriyani, Dari Duit Miliaran Sampai Rumah di PIK
Kekalahan telak Jojo atas Shi Yu Qi, lanjut jawara IBF 1993 itu, benar-benar tidak pernah terbayangkan oleh Joko.
"Penampilan di olimpiade kemarin seperti kehilangan gerak yang biasanya enerjik. Power juga tidak keluar. Dia kan poinnya terpaut jauh, sampai kita semua tidak menyangka kalau hasilnya seperti itu," kata Joko.
"Kelihatan juga gairah mainnya itu kurang, tidak menemukan cara bermain seperti sebelum-sebelumnya."
Baca juga: Bakal Diguyur Hadiah, Greysia Polii ke Erick Tohir: Pak Erick Masih Ingat 2012? Ini Hadiah Gantinya
"Ada apa dengan Jojo kemarin, itu yang menjadi pertanyaan bagi pecinta bulutangkis. Kenapa seperti itu penampilannya, seperti seadanya gitu?" tanya Joko.
Joko turut mempertanyakan mekanisme latihan dan persiapan Jojo jelang Olimpiade Tokyo 2020.
Joko menilai, Jojo yang tampil under perform, kehilangan pola permainan saat melawan Shi Yu Qi.
"Apakah karena tekanan di Olimpiade Tokyo ini begitu berat? Seperti kehilangan pola main Jonathan kemarin itu."
"Ada apa? latihannya bagaimana? Kok hasilnya seperti itu. Apakah dia di latihannya fisik tidak memenuhi target yang diinginkan oleh pelatih, apakah dalam mempersiapkan olimpiade ini ada kendala yang lain lagi?" tanya Joko.