TRIBUNNEWS.COM, KAIRO - Tragedi sepakbola terjadi di Stadion Port Said, Kairo, Mesir, Kamis (2/2/2012) dini hari. Kejadian kelam tersebut berlangsung sesaat setelah pertemuan klub Al-Masry kontra Al-Ahly di ajang Liga Primer Mesir.
Sebagian perusuh sepakbola Mesir memiliki target baru dalam mengarahkan emosi mereka: pemimpin Mesir, Mohamed Hussein Tantawi, pengganti Presiden Husni Mubarak. "Kami menginginkan kepalamu, pengkhianat," tulis Ultras Tahrir Square di Facebook, kemarin.
Ultras adalah sebutan bagi penggemar garis keras. Ada Ultras Al Ahli, Ultras Ksatria Putih dari klub Zamalek, dan lainnya. Selama masa pemerintahan Presiden Mubarak, mereka menganggap militer sebagai musuh yang menekan rakyat. Mereka menyanyikan yel-yel antimiliter di setiap pertandingan.
Berbagai kelompok ini bergabung dalam Ultras Tahrir Square yang ikut di baris depan demonstrasi anti-Mubarak tahun lalu. Dari pesan, terlihat mereka kecewa akan pemimpin baru di Negeri Piramida tersebut. "Kau sombong dan menganggap masyarakat Mesir melupakan revolusi," katanya.
Reuters mengabarkan, bubar dari kerusuhan di Stadion Port Said kemarin, banyak orang meneriakkan tuntutan agar Tantawi mundur. Kemarahan Ultras tidak bisa dianggap angin lalu. "Mereka sangat populer dan dihormati di kalangan revolusioner," ujar Ahmed Badr, 45 tahun, pedagang di Port Said.
Tantawi mengatakan Angkatan Bersenjata tidak membiarkan kerusuhan ini membuat masa transisi berantakan. Artinya, pihak militer tetap akan menyerahkan kepemimpinan kepada sipil, Juni mendatang. Dia juga berjanji akan menangkap perusuh dan menetapkan tiga hari berkabung. "Masa berkabung nasional diumumkan selama 3 hari, sejak hari Kamis (2 Februari 2012) hingga matahari tenggelam pada hari Sabtu (4 Februari 2012)," demikian pernyataan militer yang berkuasa di Mesir, Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF) dalam akun Facebook-nya seperti dilansir oleh media terbesar di Mesir, Ahram Online.
Lewat Facebook, Ultras Al Ahli mengatakan masa berkabung hendaknya tidak hanya menyesali kepergian korban tewas, tapi juga untuk semua orang yang kehilangan moral dan tidak peduli pada negara.
Para anggota parlemen Mesir menuding pemerintah militer Mesir sengaja membiarkan kerusuhan itu berlangsung. Tujuannya, untuk menjustifikasi penggunaan kekuatan militer dan polisi secara meluas.
Sedangkan para politikus serta fans sepakbola menyalahkan aparat polisi yang tidak melakukan pemeriksaan standar di gerbang stadion terhadap para penonton. Padahal dengan adanya pemeriksaan itu, polisi bisa mencegah masuknya pisau, pentungan, ataupun senjata-senjata lain ke stadion.
Atas peristiwa berdarah itu, para anggota parlemen yang baru terpilih mengancam akan melakukan mosi tidak percaya kepada kabinet yang ditunjuk pemerintahan militer Mesir. Parlemen akan menggelar sidang darurat pada Kamis waktu setempat untuk membahas insiden maut tersebut.
Sementara itu, polisi setempat telah menahan 47 orang yang diduga sebagai provokator kerusuhan berdarah tersebut. Kerusuhan di Mesir ini menambah daftar panjang peristiwa berdarah sepakbola dunia dalam tiga dekade terakhir.