TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - FIFA menyerahkan penyelesaian konflik sepak bola Indonesia kepada AFC. Hal itu tertuang dalam keputusan mereka usai pertemuan dengan PSSI di Tokyo, Jumat (14/12).
Dengan AFC memegang kendali, otomatis PSSI dan KPSI harus mematuhi apapun perintah otorita tertinggi sepak bola di Asia tersebut, termasuk seandainya meminta PSSi dan KPSI untuk berkolaborasi menyudahi konflik.
"Pasti maulah, seperti yang sudah saya pernah lakukan ketika menandatangani MoU, 7 Juni lalu (7 Juni 2012)," tukas La Nyalla Mattalitti, Ketua PSSI versi Kongres Ancol, Jumat (14/12) petang.
Dalam nota kesepahaman antara PSSI dan KPSi yang difasilitasi AFC tersebut, tercetus beberapa poin penting.
Di antaranya adalah menggelar kongres biasa sebelum pergantian tahun (PSSI akhirnya menggelar kongres luar biasa di Palangkaraya), kongres menggunakan voter di kongres Solo, 9 Juli 2011 (PSSI menggunakan voter di kongres Palangkaraya 2011), dan para voter harus diverifikasi oleh Joint Comitee dan bukan salah satu kubu.
Kenyataannya memang PSSI malah membubarkan Joint Comitee hasil MoU tersebut di Kongres Palangkaraya, pekan silam. waktu itu, PSSI mengaku membubarkan Joint Comitee dengan landasan surat FIFA.
Dalam surat itu, PSSI mengklaim kalau FIFA membolehkan membatalkan MoU sekiranya tidak membawa kemajuan.
Meski merasa sudah dikhianati PSSI, karena membatalkan MoU yang sudah disepakati, La Nyalla menegaskan bahwa KPSI masih percaya dengan niat tulus PSSI memperbaiki sepak bola Indonesia.
"Sebenarnya, kalau mereka punya niat baik, pasti dari kemarin-kemarin sudah mau memverifikasi voter untuk dibawa ke kongres. Tapi, saya selalu berprasangka baik, saya masih percaya mereka (PSSI) punya niat yang tulus," tegas La Nyalla.