TRIBUNNEWS.COM - Wajah sumringah terpancar dari skuad dan ofisial tim Asiop Apacinti SKF Indonesia yang baru saja menjadi runner-up turnamen sepak bola Ghotia Cup 2013 di Swedia.
Tahun depan, mereka memasang target juara.
Tim yang merupakan hasil seleksi Liga Kompas Gramedia (LKG) 2013 ini kalah di babak final dari tim NK Krsko dari Slovenia 3-4 dalam laga adu penalti.
Ketua Liga Kompas Gramedia Muhammad Bakir dalam acara penyambutan, Senin (22/7) mengatakan, hasil kompetisi LKG terbukti membuahkan hasil yang baik.
Para pemain terbaik yang berlaga di Ghotia Cup, Gothenburg, Swedia, adalah pemain dari 16 SSB yang ikut serta dalam LKG.
"Saya mengucapkan terima kasih atas kerjasamanya dan semangat para pemain yang berlaga sejak babak playoff hingga jadi seperti ini. Jika tahun ini kita uara dua, tahun depan target kita adalah juara," ujarnya disambut tepuk tangan para pemain dan keluarga yang hadir di acara penyambutan di lobi Kantor Kompas, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta, Senin (22/7) malam.
Selain mampu meraih gelar runner-up, Firman, salah satu anggota tim mendapatkan penghargaan sebagai pemain terbaik di turnamen Ghotia Cup ketegori U-14 itu.
Wakil Pemimpin Redaksi Kompas Budiman Tanuredjo mengatakan, kompetisi LKG telah mempertandingkan 420 pertandingan.
Hasil pertandingan di liga mampu mengasah kemampuan para pemain inti dalam berlaga di ajang internasional.
Tahun ini, adalah tahun ketiga LKG mengirimkan tim terbaiknya untuk berlaga di turnamen Ghotia Cup.
Sementara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh yang turut hadir dalam acara penyambutan mengaku, terharu dan bangga karena anak-anak bangsa bisa berlaga dan bersaing dengan anak-anak dari negara lain.
"Sebelum mereka berangkat ke Swedia dua pekan lalu, saya memiliki keyakinan bahwa jadi juara. Kami berterima kasih kepada Kompas, pihak sponsor dari SKF yang mampu menjembatani mereka sehingga bisa mengibarkan merah-putih di ajang internasional," ujarnya.
Secara terpisah, pelatih kepala Asiop Apacinti SKF Indonesia Ansori mengaku, kekalahan di final hanya faktor kesialan.
"Andai saja kami diberikan tambahan waktu 10 menit saja, mungkin ceritanya akan lain. Di pertandingan waktu normal ada tiga peluang emas yang semestinya 99 persen menghasilkan gol.
Sementara tim Slovenia mengharapkan laga adu penalti karena kiper mereka tinggi. Tapi secara keseluruhan, anak-anak mampu mengotimalkan semua yang mereka punya di turnamen itu," ujarnya.
Selengkapnya di edisi cetak Berita Kota Super Ball