TRIBUNNEWS.COM - Di ajang Piala Dunia 2014 Brasil, Timnas Swiss mengirim sejumlah pemain dengan nama-nama khas seperti Xherdan Shaqiri, Valon Behrami, Granit Xhaka, Haris Seferovic, dan Admir Mehmedi di skuatnya. Jika ditilik, nama-nama tersebut bbukanlah nama-nama khas Swiss.
Memang demikian adanya karena mereka adalah imigran atau berasal dari imigran yang bermukim di Swiss. Di tangan mereka, harapan 8 juta rakyat Swiss untuk lolos di babak 16 besar menuju perempat final. Selasa malam (1/7), Swiss menjalani laga menentukan melawan Argentina.
Shaqiri, Behrami, Xhaka, Seferovic, dan Mehmedi merupakan penggawa timnas Swiss yang telah mengantarkan negara netral tersebut melangkah ke babak 16 besar. Uniknya, mereka semua muslim di negara yang beberapa waktu melarang pembangunan menara masjid. Mereka juga imigran atau anak imigran di negara yang menetapkan aturan ketat imigrasi.
Kondisi tersebut amat berbeda dengan 20 tahun lalu tatkala Swiss berlaga pada ajang Piala Dunia di Amerika Serikat. Kala itu, pemain-pemain asli Swiss, seperti Marc Hottinger, Alain Sutter, Stephane Chapuisat, dan Jurg Studer, menjadi andalan negara tersebut.
Mengapa kondisinya kini jauh berbeda? Pada era 1970-an dan 1980-an, Swiss aktif merekrut para pekerja imigran dari Yugoslavia. Semula pemerintah Swiss berpikir para pekerja itu akan kembali ke kampung halaman mereka begitu kontrak kerja rampung.
Namun, tiada yang bisa memprediksi bahwa Yugoslavia akan pecah, perang di Bosnia bakal terjadi, atau krisis di Kosovo akan berlangsung. Ketika semua konflik itu terjadi, para pekerja Yugoslavia pun memutuskan menetap di Swiss dan sebagian diberikan status pengungsi. Keluarga mereka pun menyusul, termasuk Haris Seferovic yang lahir di Bosnia serta Xherdan Shaqiri, Granit Xhaka, dan Valon Behrami yang berasal dari Kosovo.
Kini, hampir setengah juta orang dari Balkan bermukim di Swiss. Data pemerintah Swiss menyebutkan sekitar 12 persen warga Swiss, dari populasi keseluruhan sebanyak 8 juta orang, berlatar belakang imigran.
Karenanya, tidak heran jika timnas Swiss tampil seperti organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kiper Diego Benaglio sejatinya berasal dari Italia, Ricardo Rodriguez memiliki ayah dari Spanyol dan ibu asal Cile, sedangkan kedua orang tua kapten tim Gokhan Inler dari Turki.
Prasangka dan Diskriminasi
Meski multikultur menjadi sebuah kenyataan baru di Swiss, rakyat negara tersebut tidak serta-merta menyambut dengan tangan terbuka. Saat Xherdan Shaqiri, Granit Xhaka, dan Valon Behrami tumbuh dewasa di Swiss, poster-poster yang dipasang Partai Rakyat Swiss yang beraliran kanan bertebaran di mana-mana. Poster-poster itu antara lain berbunyi, 'Kosovo-Albaner Nein' dan 'Tidak untuk orang Kosovo-Albania'.
Rangkaian poster-poster tersebut tidak lain merupakan bagian dari kampanye menentang alokasi dana publik untuk mendanai pusat-pusat integrasi imigran dari Kosovo dan Albania.
Partai Rakyat Swiss menyalahkan para imigran atas meningkatnya angka kejahatan, mulai dari perdagangan narkotika, mengebut di jalan, hingga merosotnya standar pendidikan.
Kampanye ini mengena ke jantung masyarakat Swiss.
Pada 9 Februari 2014 lalu, sebanyak 50,3 persen pemilih mendukung rencana Partai Rakyat Swiss dalam menetapkan kuota imigran. Sikap itu menegaskan prasangka dan diskriminasi terhadap imigran dan umat muslim mengingat pada November 2009 sebanyak 57 persen pemilih mendukung rencana pembangunan menara masjid.