TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat, Tono Suratman, meminta PSSI memperberat hukuman terhadap PSS Sleman dan PSIS Semarang, terkait lima gol bunuh diri pada laga delapan besar Divisi Utama Liga Indonesia.
"Saya sudah menyampaikan kepada Ketua Umum PSSI Djohar Arifin untuk menambah hukuman yang lebih dari yang sudah diberikan, dan dia menyetujuinya," kata Tono, Kamis (30/10/2014).
Tono mengatakan hukuman tambahan bisa diberikan kepada klub, pelatih, ofisial, atlet, pemain cadangan dengan tidak boleh bermain seumur hidup.
"Hukuman tambahan ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan pelajaran bagi kita semua," tuturnya.
Dia mengatakan, gol-gol bunuh diri pada laga PSS Sleman dengan PSIS Semarang, Minggu, 26 Oktober, sangat berpengaruh buruk terhadap cabang olah raga di Indonesia seperti futsal, voli dan basket.
"Apa yang terjadi di sepak bola tidak boleh terjadi di cabang olah raga lain. Kita bisa dipandang sebelah mata oleh negara-negara lain," katanya.
Seperti diketahui dalam sidang Komisi Disiplin PSSI di Kantor PSSI Senayan, Jakarta, Selasa (28/10), memutuskan jika dua klub, yaitu PSS Sleman dan PSIS Semarang, akhirnya didiskualifikasi dari keikutsertaannya di babak delapan besar kompetisi Divisi Utama.
Ketua Komdis PSSI, Hinca Pandjaitan, menilai kedua klub telah mencederai prinsip sepak bola, kompetisi, dan statuta. Bahkan, pertandingan ini tidak hanya menjadi perhatian bagi masyarakat Indonesia.
Beberapa media luar negeri pun secara khusus menyoroti 5 gol bunuh diri yang tercipta di laga tersebut. Satu media Inggris, The Guardian, melaporkan kejanggalan dalam pertandingan tersebut diduga terjadi karena adanya salah satu klub yang dibekingi oleh mafia lokal.