TRIBUNNEWS.COM - Deputi 5 Bidang Harmonisasi dan Kemitraan Kemenpora yang didampingi beberapa pejabat dari KBRI di Madrid telah mengadakan kunjungan kepada pimpinan Liga de Futbol Profesional / LFP (National Professional Football League), Sabtu (29/5/2015) lalu.
Kunjungan ini atas inisiatif Duta Besar RI untuk Kerajaan Spanyol Yuli Mumpuni, dengan tujuan meskipun kedatangan Deputi 5 ke Madrid adalah dalam rangka cuti pribadi, namun demikian tetap dapat dimanfaatkan untuk bertemu langsung dengan pimpinan LFP.
LFP yang dibentuk pada tahun 1984 ini merupakan suatu asosiasi olahraga nasional Spanyol yang menangani 2 liga sepakbola profesional di Spanyol, yaitu Primera dan Segunda Division.
Ada sebanyak 42 klub anggota LFP yang terbagi dalam 2 divisi: 20 klub di Liga BBVA dan 22 klub di Liga Adelante. LFP dipimpin oleh seorang Presiden LFP yang dipilih oleh sidang majelis umum LFP yang dihadiri oleh perwakilan dari 42 klub sepakbola anggota LFP dan beberapa perusahaan olahraga tertentu yang ada kaitannya dalam kerjasama bisnis dengan LFP.
Presiden LFP saat ini adalah Jose Luis Astiazaran (dari klub Real Sociedad), yang terpilih sejak bulan Juli 2005 dan terpilih kembali pada tahun 2009.
Dalam pertemuan tersebut, hadir langsung dari pihak LFP: Ricardo (Direktur Kompetisi), Adolfo Bara Negro (General Manager Marketing & Sale), Fernando Sanz (General Director of Middle East & North Africa) dan Marta Verano Tacoronte (staf Department of Marketing). Beberapa hal penting yang bisa diambil pengalamannya bagi Indonesia adalah sebagai berikut seperti dilansir situs resmi kemenpora:
1. LFP secara administratif berada di bawah Royal Spanish Football Federation (Real Federation Espanola de Futbol, RFEF) atau PSSI nya Spanyol. Namun demikian, secara regulatif aturan keuangannya tetap tunduk pada hukum dan aturan pemerintah Spanyol.
2. Hubungan LFP dengan pemerintah Spanyol sangat baik, karena satu sama lain selalu intensif mengadakan pertemuan rutin dan juga saling membantu kebutuhan satu sama lain khususnya dalam mendorong kepatuhan pada hukum.
3. LFP sangat strik dan amat sangat ketat dalam masalah pelanggaran hukum soal pengaturan skor. Klub yang terlibat akan diturunkan point-nya, dan pemain atau pelatih dan siapapun saja yang terlibat akan langsung diserahkan kepada pihak kepolisian. Aturan hukum yang sangat ketat ini menyebabkan praktek pengaturan skor di LFP sangat jarang, dan apalagi dengan beratnya tambahan hukuman dari EUFA.
4. LFP dan juga RFEF sangat independen sesuai dengan Statuta FIFA meski tetap tunduk pada hukum nasional setempat. Mereka ini tidak serta merta dikit-dikit untuk selalu berdalih pada Statuta FIFA, karena menurutnya FIFA is not a law maker.
5. Khusus masalah hak siar, LFP melarang adanya hak monopoli, karena semuanya harus dilakukan secara open bidding dan transparan. Pelanggaran atas masalah tersebut dapat membawa pihak stasion televisi yang bersangkutan pada ranah hukum.
6. Searah dengan kemajuan tehnologi informasi, LFP sejak 5 tahun lalu telah menuntut pada seluruh klub anggotanya untuk menggubakan media monitoring yang secara digital tidak hanya bermanfaat untuk memobitor kualitas sistem pelatihan masing-masing klub, juga untuk memonitor jika ditemu kenali kejanggalan gerak gerik pemain dan wasit terhadap kemungkinan dugaan pengaturan skor.
7. LFP sangat mengapresiasi Pemerintah Indonesia jika suatu saat akan mengajak bekerjasama bagi kemajuan prestasi sepakbola di Indonesia.