Laporan Wartawan Harian Super Ball, Sigit Nugroho
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Timnas U-23 gagal meraih medali emas di SEA Games 2015, Singapura. Evan Dimas dan kawan-kawan hanya sampai di babak semifinal.
Tim asuhan Aji Santoso gagal ke final setelah dibantai 0-5 oleh Thailand dan kembali gagal merebut perunggu setelah dihajar Timnas U-25 Vietnam dengan skor sama, yakni 0-5.
Menanggapi ini, CEO Persema Malang, Dito Arif meminta pertanggungjawaban PSSI.
"PSSI terbukti gagal membina pemain muda kita. PSSI harus bertanggungjawab. PSSI harus berkaca diri, kinerjanyanya tidak sesuai harapan masyarakat. Jika mereka legowo, seharusnya pengurus PSSI (La Nyalla Mattaliti cs) mundur saja," kata Dito kepada Harian Super Ball, Selasa (16/6/2015).
Menurut Dito, sudah saatnya seluruh pengurus PSSI di bawah pimpinan La Nyalla Mattaliti diganti dengan pengurus baru yang lebih berkompeten di sepak bola.
"Kalau mereka bijaksana sebaiknya memang mundur. Mereka harus legowo untuk digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI. Hanya dengan cara itulah kita bisa menentukan pengurus PSSI baru. Orang-orang lama diganti semuanya dengan orang-orang muda yang mengerti sepak bola. Tujuannya untuk benar-benar memperbaiki sepak bola nasional," ucap Dito.
Namun Dito tidak yakin La Nyalla cs bersedia mundur, karena mereka selalu melempar tanggungjawab dan mencari-cari alasan tidak berprestasinya sepak bola nasional.
"Timnas sudah babak belur seperti ini. Mereka akan menyalahkan Menpora. Padahal seharusnya PSSI mengevaluasi diri dan mengakui pembinaan pemain muda tidak berjalan sesuai harapan. Kalau sudah begini jadi repot. Jadi sulit rasanya mengharapkan mereka mau mundur," ujar Dito.
Dito menambahkan, dengan kegagalan tim Garuda Muda, PSSI jangan mengkambinghitamkan pihak lain, karena tanggungjawab ada di tangan PSSI.
" PSSI harus gentle mengakui kegagalannya. Jangan justru menyalahkan Menpora dan beralasan sanksi dari FIFA berpengaruh terhadap penampilan Timnas U-23," tambah Dito.
Menurut Dito kegagalan Timnas U-23 tidak ada hubungannya dengan masalah konflik sepakbola di Tanah Air dan sanksi dari FIFA.
"Di lapangan tidak ada hubungannya dengan itu semua. Coba bandingkan dengan negara lain, seperti Timnas Irak pernah menjadi juara Piala Asia di saat negaranya dalam kondisi perang. Begitu juga dengan Ukraina yang bisa menjadi runner up UEFA Cup meski terjadi perang saudara di negaranya. Jadi tidak ada hubungannya kondisi eksternal dengan kondisi di lapangan," tutur Dito.
Dito mengkritik pengurus PSSI yang tidak obyektif bahkan selalu berlindung di balik statuta FIFA untuk membela diri dari minimnya prestasi sepak bola di Tanah Air.
"Selama ini PSSI justru menggunakan perspektif politik dalam mengelola organisasinya. Oleh karenan itu, mereka selalu membela diri padahal sepak bola kita tak kunjung berprestasi," tegas Dito.