TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Pelatih Gresik United, Liestiadi mengatakan untuk mengatasi masalah dugaan keterlibatan manajer PSS Sleman, Supardjiono kasus suap pada PSS Sleman melawan PSIS Semarang di Sasana Krida Akademi Angkatan Udara (AAU), 26 Oktober 2014, sebaiknya Komisi Disiplin (Komdis) PSSI kembali memeriksa seluruh pemain, pelatih, dan manajemen PSS Sleman.
"Komdis PSSI harus bijaksana dalam mengambil keputusan. Jangan sampai pemain dan pelatih yang dikorbankan. Untuk mengetahui duduk perkaranya, sebaiknya Komdis PSSI kembali memanggil pemain, pelatih, dan manajemen," kata Liestiadi kepada Harian Super Ball, Jumat (31/7/2015).
Menurut Liestiadi dengan pengakuan para pemain PSS Sleman itu membuat masyarakat bingung.
"Kita jadi nggak tahu siapa sebenarnya yang berinisiatif melakukan itu (suap). Di sini peran Komdis PSSI sangat diperlukan agar keadilan di dunia sepak bola bisa tercapai. Komdis PSSI harus elegan dan fair dalam memberikan hukuman," ujar Liestiadi.
Jika Komdis PSSI dianggap tidak adil, maka penilaian masyarakat terhadap kinerja PSSI makin buruk. Ini akan merugikan federasi yang sedang berjuang menyelesaikan konflik sepak bola nasional.
"Kita tidak tahu mekanisme atau kinerja Komdis PSSI dalam menyelesaikan masalah itu. Tetapi masyarakat berharap, Komdis PSSI bisa menyelesaikannya dengan clear dan adil. Cari solusi terbaik, agar tidak merugikan pihak-pihak yang justru tidak tahu menahu. Pemain dan pelatih hanya bekerja di lapangan," jelas Liestiadi.
Liestiadi meminta Komdis PSSI harus obyektif dalam menyelesaikan kasus itu. Pasalnya pemain dan pelatih menggantungkan hidupnya dari sepak bola.
"Jika memang ternyata pelatih dan pemain tidak bersalah ya sebaiknya hukumannya dicabut saja. Berikan sanksi seobyektif mungkin kepada pihak yang terlibat. Ini terkait dengan kepercayaan masyarakat kepada PSSI," papar Liestiadi.
Seperti yang diberitakan para pemain PSS Sleman membuka suara terkait aktor utama pelaku sepak bola gajah di pertandingan babak delapan besar divisi utama Grup 1 pada Minggu 26 Oktober 2014, yang mempertemukan PSS Sleman dengan PSIS Semarang.
Para pemain yang membuka suara adalah Moniaga (Striker PSS) Satrio (bek kanan PSS) Ridwan (Gelandang PSS) dan Ronald (bukan nama sebenarnya).
Satrio, mengaku dirinya dan rekan-rekannya mendapat instruksi dari manajer tim PSS Sleman, Supardjiono. Supardjiono meminta agar mereka harus mengalah agar tidak bisa bertemu dengan Borneo FC di babak berikutnya.
Dalam pertandingan itu PSS akhirnya menang 3-2 atas PSIS, namun menjadi heboh karena total lima gol tersebut seluruhnya merupakan gol bunuh diri.
"Selama ini kami (pemain) selalu disalahkan. Padahal kami ini korban dari drama sepak bola gajah. Baru kali ini ada kesempatan bicara. Saya dan teman-teman sudah bulat akanbicara jujur soal sepak bola gajah," kata Satrio.
Komisi Disiplin PSSI akhirnya menjatuhkan untuk kedua tim. Yang paling berat ada yang dihukuman larangan berkecimpung di sepak bola nasional seumur hidup.
Mereka adalah pelatih Heri Kiswanto, ofisial tim Rumadi, sekretaris tim Eri Febriyanto, dan tiga pemain yakni Riyana, Agus Setiawan, dan Hermawan Putra Jati.