TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Masa depan Persija Jakarta empat tahun mendatang bakal ditentukan melalui Rapat Umum Anggota (RUA) yang akan digelar 12 Desember 2015.
Siapapun yang terpilih nanti wajib mengembalikan identitas warna merah dan kompetisi internal berkelas seperti era perserikatan.
Demikian diungkapkan Ketua Komite Pemilihan Elbiner Tobing pada agenda sosialisasi mekanisme pemilihan ketua umum Persija periode 2015-2019 di Kantor Persija di kawasan Senayan, Jakarta.
"Persija harus kembali ke titahnya. Salah satunya adalah mengembalikan kostum berwarna merah-merah dan merah-putih," tegas Elbiner Tobing.
Pria yang akrab disapa Biner itu menjelaskan, warna merah merupakan identitas Persija sejak pertama didirikan atas nama Voetballbond Indonesische Jacatra (VIJ) pada 1928.
Identitas merah adalah representasi Indonesia karena sejak dulu Batavia (kini Jakarta) memang dipenuhi beragam suku bangsa.
Warna kostum tradisional tim Ibu Kota kemudian mengalami perubahan pada 1997 ketika Sutiyoso menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Pengubahan warna merah seakan diseragamkan dengan identitas Pemerintah Daerah yang didominasi oranye.
Kembali ke titah yang dimaksud Biner bukan hanya pengembalian warna merah pada kostum tim. Kehadiran pemimpin anyar Persija nantinya diharapkan bisa membawa perubahan signifikan terhadap seluruh aspek pengelolaan tim.
"Calon ketua umum harus mampu meningkatkan prestasi Persija di seluruh aspek. Selain prestasi di kompetisi profesional, harus ada keseimbangan soal finansial. Yang tidak kalah penting adalah menggairahkan kembali kompetisi klub internal yang belakangan terbengkalai," papar Biner.
Sebagian besar klub internal Persija merupakan penyumbang terbesar pemain Persija dan tim nasional di era 80-an ke bawah.
Sejumlah legenda seperti Anjas Asmara (PS Jayakarta), Suaib Rizal (Indonesia Muda), hingga Patar Tambunan (Hercules) merupakan pemain gemblengan dari klub internal.
Kini, hanya satu personel Persija yang lahir dari rahimnya sendiri. Penjaga gawang Adixi Lenzivio (Menteng FC) memang sukses menembus tim elite Persija. Regenerasi pemain dari klub internal terus meredup dalam satu dekade terakhir.
Pada kepemimpinan Ferry Paulus (2011-2015) kesebelasan berlambang monas jauh dari prestasi. Tidak hanya di level kompetisi profesional, Persija pun kerap dililit utang yang berbuntut penunggakan gaji.
Kompetisi internal pun tidak mampu digelar secara rutin dan berkualitas.