TRIBUNNEWS.COM - David Beckham sangat bersyukur karena kehidupan yang didapatnya saat ini sungguh amat beruntung jika dibandingkan orang-orang yang tinggal di kamp pengungsian atau negara-negara miskin.
Satu di antara yang disyukuri Beckham adalah tidak kesulitan untuk mendapatkan air bersih.
Mantan pemain Manchester United itu kerap mengunjungi beberapa tempat bersama Unicef untuk memberikan bantuan kemanusiaan, khususnya pada anak-anak.
Baru-baru ini, Beckham disibukkan dengan kegiatan bermain sepak bola di tujuh benua dalam waktu seminggu, yang tujuannya menggalang donasi untuk mendukung kerja Unicef.
Berbagai kunjungan itu membuat mata Beckham semakin terbuka, dan selalu menceritakan pengalamannya tersebut pada keempat anaknya.
“Setiap kali saya terjun ke lapangan, saya duduk bersama mereka dan membahas setiap halnya secara detil. Anak-anak saya sudah meminta untuk ikut dalam perjalanan ini selama bertahun-tahun. Pada saatnya nanti, mereka akan saya ajak. Tentu prioritas mereka sekarang adalah sekolah, namun mereka tertarik pada kunjungan ini. Anak-anak saya sudah memahami betapa beruntungnya hidup mereka,” ujar Beckham seperti dilansir Mirror.
Perjalanan Beckham melintasi tujuh benua itu akan ditayangkan dalam bentuk dokumenter di BBC dengan judul ‘For the Love of the Game’. Rekaman itu akan menayangkan kegiatan Beckham saat berinteraksi dengan penduduk lokal kala mengunjungi Papua Nugini, Nepal, Buenos Aires (Argentina), kamp pengungsian di Djibouti, Miami, Florida, dan Antartika.
Puncaknya adalah pertandingan persahabatan di Old Trafford kala Beckham bermain sepak bola bersama putra sulungnya, Brooklyn.
Beckham mengaku merasa tersentuh saat bertemu anak-anak yang kurang beruntung dalam kunjungannya tersebut. Apalagi mereka menulis catatan yang isinya meminta bantuan.
“Ketika meninggalkan kota dan desa mereka, saya selalu berpikir bahwa saya sangat beruntung. Anak-anak saya bisa menikmati air bersih dan memiliki makanan enak untuk dimakan. Saat berada di sebuah kamp pengungsian, tak ada air bersih. Mereka hidup tanpa apa-apa dan selalu sulit memahaminya,” tuturnya.
“Saya tak mengatakan kamu tak berdaya karena begitu banyak orang di seluruh dunia melakukan pekerjaan hebat untuk membantu. Namun itu selalu sulit. Contohnya, ketika saya berada di Djibouti dan bermain sepak bola bersama anak-anak ini. Setelah kami foto bersama, mereka menaruh surat di kantung saya. Ada satu surat yang saya baca, tapi ada enam atau tujuh surat lagi di kantong saya yang isinya ‘Bisakah kamu membantu kami?’ dan ‘Dapatkan kamu melakukan yang kamu bisa untuk membantu masalah kami?’ Selalu sulit masuk ke situasi ini,” jelasnya lagi.
Saat berkunjung ke Nepal, Beckham kembali mendapatkan pengalaman yang menyentuh. Ia melihat sekolah yang rusak akibat bencana gempa yang melanda negara tersebut pada bulan April lalu.
Seorang siswa menceritakan rumahnya telah rata dengan tanah. Keluarga siswa itu kini hidup miskin dan tak memiliki bahan bakar yang cukup hanya untuk sekedar memasak makanan.
“Enam bulan yang lalu, mereka hidup di lingkungan yang lebih baik. Sekarang mereka tinggal di tenda kecil yang berisi empat tempat tidur. Mereka harus tinggal di sana, memasak di sana. Itu lingkungan yang sulit. Kami melihat langsung korban gempa bumi. Bermain bersama anak yang melalui itu semua dan melihat mereka tersenyum cukup menginspirasi,” ucapnya.
Pria 40 tahun ini menuturkan kegiatan mengunjungi lokasi bencana maupun kamp pengungsian juga untuk menunjukkan bahwa sepak bola bisa menjangkau orang-orang yang tinggal di lokasi terpencil.
“Sebagai orang tua, sebagai seorang ayah, melihat kebahagiaan anak-anak sungguh luar biasa. 34 ribu kelas hancur karena gempa bumi. Namun Unicef dan badan amal lainnya cepat tanggap dan membuat anak-anak sedikit kembali hidup normal, yang membawa banyak kebahagiaan pada keluarga," katanya.
Kami bertemu begitu banyak orang luar biasa kemana pun kami pergi. Tiga lokasi pertama yang kami kunjungi adalah tempat di mana badan amal dan organisasi seperti Unicef bekerja untuk membantu keluarga serta anak-anak. Kami ingin menunjukkan bagaimana sepak bola menjangkau beberapa orang di tempat paling terpencil di dunia. Itu inti ceritanya,” ujarnya.