TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Konflik sepak bola di tanah air tidak kunjung berakhir.
Menpora dan PSSI sama-sama ngotot sebagai pihak yang paling benar. Sedangkan klub, pemain, dan pelatih sudah cukup lama menunggu kompetisi resmi digelar.
Mantan Koordinator Timnas PSSI, Bob Hippy mengatakan, salah satu jalan keluar menyelesaikan konflik ini adalah menunggu keputusan dari FIFA.
"Sebaiknya kita tunggu saja jawaban dari FIFA. Biarkan FIFA menjadi penengah untuk menyelesaikan konflik ini. Apapun jawaban dari FIFA bisa dijadikan dasar bagi Menpora dan PSSI untuk mengambil langkah terbaik bagi penyelesaian konflik sepakbola kita," kata Bob kepada Harian Super Ball, kemarin.
Sebelumnya FIFA membalas surat pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) yang ingin mengirim utusan resmi ke kantornya di Zurich, Swiss.
Surat pemerintah itu dikirim pada 1 Maret 2016 dan baru dijawab FIFA 10 hari kemudian. Dalam suratnya, pemerintah menulis keinginannya untuk menemui Presiden FIFA Gianni Infantino dan mencari solusi permasalahan PSSI yang kini sedang menjalani sanksi pemerintah dan dibanned FIFA.
FIFA bersedia menerima utusan khusus pemerintah. Tapi sebelum pertemuan terjadi, pemerintah diminta memberi detail rencana solusi dan menggambarkan masalah yang terjadi di PSSI.
"Biarkan proses yang sedang dijalani pemerintah (Menpora) berjalan. Setelah Menpora memberikan gambaran rencana solusi dan gambaran masalah di PSSI, FIFA akan mempelajarinya dan memberikan arahan. Rekomendasi dari FIFA itulah yang bisa dijadikan kita untuk menyelesaikan konflik. Sebaiknya kita tunggu saja proses ini," ujar Bob.
Bob menerangkan, PSSI jangan selalu merasa benar, meski sudah ada putusan dari Mahkamah Agung yang menolak Kasasi Kemenpora (Kementerian Pemuda dan Olahraga) pada Senin (7/3/2016) terkait sanksi administratif PSSI.
Putusan MA ini otomatis menggugurkan Surat Keputusan Menpora No. 01307 yang dijatuhkan pada 17 April 2015.
" PSSI jangan merasa benar, karena bagaimanapun Menpora sebagai pemerintah tidak mau dihilangkan perannya dalam pemantauan sepak bola nasional. Seharusnya PSSI berkaca diri bahwa Menpora punya tujuan yang baik yaitu ingin membenahi kepengurusan PSSI dan menjadikan sepak bola kita lebih berprestasi," terang Bob.
Bob menambahkan, Menpora melihat banyak kebobrokan di sepakbola di Tanah Air.
"Kita jangan selalu berlindung dengan statuta, tetapi kenyataannya sepak bola kita banyak masalah, mulai dari pengaturan skor, penyuapan wasit, dan lain-lain. Bahkan karena berlindung dari statuta, PSSI pernah dipimpin oleh Nurdin Halid yang statusnya di tahan di LP selama 2,5 tahun. Apa ini statuta namanya?. Sebaiknya tempatkan statuta dengan benar. Jangan menutupi kebobrokan dengan statuta," tambah Bob.
Jika ternyata konflik hanya bisa diselesaikan lewat Kongres Luar Biasa (KLB), ucap Bob, seluruh voter semestinya menjalankannya dengan secepatnya.
"Dalam kondisi seperti ini, kita harus berkaca diri. PSSI membutuhkan perubahan baik dari sisi kepengurusan dan manajerial. PSSI harus diisi oleh orang-orang baru. Harus ada gebrakan demi masa depan sepak bola kita. Kita tidak bisa melawan pemerintah, karena bagaimanapun pemerintah berhak untuk mengawasi. Itu wajar, karena selama ini kita menggunakan fasilitas dari negara," tegas Bob.
Bob mencontohkan, Brasil pernah dalam kondisi yang sama dengan Indonesia.
"Dulu Presiden Brasil juga membubarkan federasinya, karena sepak bola di sana penuh dengan korupsi dan praktik-praktik kotor. FIFA pun mengikuti keinginan pemerintah Brasil untuk membenahi sepak bola di negara itu. Hasilnya sekarang Brasil tetap menjadi negara nomor satu di sepakbola dunia. Itu menunjukan statuta FIFA tidak selamanya benar, karena FIFA sendiri rusak dan koruptif kok," tutur Bob.