TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Tujuh Aliansi Klub Sepak Bola Indonesia (Aksi) peserta Indonesia Premier League kembali melakukan pertemuan lanjutan untuk memperjuangkan nasib mereka.
Ketujuh tim tersebut di antaranya Arema Indonesia, Persebaya 1927, Persibo Bojonegoro, Lampung FC, Persewangi Banyuwangi, Persema Malang, dan Persipasi Kota Bekasi.
Perwakilan beberapa tim Aksi ini, Senin (30/5/2016) ,membahas tentang beberapa poin langkah ke depan dengan mengirimkan surat kepada Presiden, Joko Widodo dalam waktu dekat.
Surat mereka berisi permintaan kepada presiden untuk mengakui keberadaan tujuh klub ini dan kembali memberikan porsi pertandingan seperti klub lainnya serta kembali menata kelola persepakbolaan lebih baik sesuai janji pemerintah pada pertemuan pertama di Jakarta beberapa waktu lalu.
Sebelumnya Aksi telah melakukan pertemuan dengan Menpora di Jakarta.
"Hari ini tim Aksi merapatkan tentang surat yang akan dilayangkan kepada presiden untuk yang kedua kalinya. Dalam hal ini kita hanya meminta kepada PSSI melalui pemerintah untuk mengakui keberadaan kami dan mengembalikan kami untuk bertanding ke lapangan hijau karena kami masih anggota aktif dari PSSI," kata Ram Surahman, Media Official Persebaya Surabaya.
Tim Aksi ini juga meminta mengembalikan status Badan Hukum Perseroan yang valid berdasarkan aturan dan regulasi hukum yang berlaku kepada klub-klub yang dirampas hak-haknya seperti Persebaya Surabaya, Arema Indonesia, serta PersewangiBanyuwangi.
Selain itu juga mengembalikan PSSI kepada awal pendiriannya pada 19 April 1930 sebagai satu-satunya organisasi sepak bola Indonesia yang memperjuangkan harkat dan martabat bangsa melalui sepak bola berprestasi di level Internasional dengan menjunjung tinggi semangat sportivitas dan fair play.
"Bukan hanya mengakui keberadaan kami, tapi juga mendorong dan mendukung pemerintah untuk mengawal dan mengawasi pelaksanaan Kongres Luar Biasa PSSI pada 2016 agar berjalan sesuai dengan regulasi dan ketentuan berlaku," jelasnya.
Selan itu diharapkan dengan kematangan rapat aksi ini dapat membentuk kompetisi profesional yang bersinergi antara industri dan prestasi.
Bebas dari match acting, match setting, match fixing yang selama ini menjadi penyakit kronis sepak bola Indonesia.(Dya Ayu/Surya)