News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dualisme dan Legalitas Klub Menjadi Masalah Saat ini Menurut Akmal Marhali

Editor: Toni Bramantoro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Akmal Marhali

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali mengatakan masalah legalitas dan dualisme klub masih menjadi polemik sampai saat ini.

Tapi Akmal yakin masalah itu akan selesai bila proses unifikasi antara kompetisi resmi PSSI, Indonesia Premier League (IPL), dan kompetisi Indonesia Super League (ISL) yang digulirkan Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) pada 2013 berjalan sesuai instruksi task force FIFA dengan dibentuknya tim Join Committee (JC).

"Harusnya masalah ini tak sampai berlarut sampai detik ini bila unifikasi benar-benar dilakukan dengan semangat rekonsiliasi, bukan membawa kepentingan kelompok," kata Akmal dalam rilisnya, Minggu (8/1/2017).

Akmal menjelaskan, JC saat itu terdiri dari empat wakil PSSI, yakni Todung Mulia Lubis (Ketua), Widjajanto (anggota), Saleh Ismail Mukadar (anggota) dan Catur Agus Saptono (anggota).

Sementara dari KPSI: Djamal Azis (Wakil Ketua), Togar Manahan Nero (anggota), Joko Driyono (anggota), Hinca IP. Pandjaitan (anggota).

Tugas JC antara lain menggelar Kongres PSSI, mengembalikan empat exco terhukum, amandemen statute PSSI, dan unifikasi Liga (IPL dan ISL).

Sayangnya, saat Kongres Luar Biasa terjadi pembelotan.

Setelah empat Exco terhukum (La Nyalla Mattalitti, Tony Apriliani, Roberto Rouw, dan Erwin Dwi Budiawan) dikembalikan posisinya, terjadi kudeta.

Enam anggota Exco yakni Wakil Ketua Farid Rahman, Tuty Dau, Mawardi Nurdin, Widodo Santoso, Bob Hippy, dan Sihar Sitorus dipecat.

Posisinya digantikan Djamal Aziz, La Siya, Hardi Hasan, dan Zulfadli.

PSSI yang dipimpin Djohar Arifin dan Wakil La Nyalla Mattalitti juga membekukan PT Liga Primer Indonesia Sportindo (LPIS) sebagai operator kompetisi.

IPL dihentikan dan digelar play-off.

“Dari sinilah masalah dualisme klub dan legalitas klub menjadi masalah. PSSI di Kongres Borobudur bukan menjalankan amanat FIFA/AFC untuk melakukan unifikasi liga, tapi melakukan pembunuhan klub IPL yang sejatinya bermain di kompetisi resmi PSSI," jelasnya.

Play-off IPL yang semula untuk menentukan peserta yang akan masuk unifikasi dilakukan “pengaturan” sedemikian rupa.

Persebaya Surabaya dan Arema Indonesia tak disertakan karena PSSI dalam Kongres Borobudur didominasi KPSI.

Mereka lebih memilih Persebaya dan Arema main di kompetisi mereka.

Padahal, legalitasnya palsu. Sementara Persema Malang, Persibo Bojonegoro, dan Persija Jakarta tidak disertakan dengan alasan didiskualifikasi.

Semen Padang lolos langsung melalui wild card.

Play-off diikuti 10 klub dengan dibagi dua grup. Grup K terdiri dari Persijap Jepara, Pro Duta Mojokerto, PSM Makassar, Bontang FC dan PSLS Lhokseumawe yang dilangsungkan di Stadion Gelora Bumi Kartini (Jepara).

Sementara Grup L, terdiri dari Persiba Bantul, PSIR Rembang, Perseman Manokwari dan Persepar yang berlaga di Stadion Sultan Agung Bantul (Bantul).

Uniknya, Pro Duta sebagai juara dan Persepar sebagai runner-up yang sejatinya lolos unifikasi tidak diloloskan. PSSI memilih PSM Makassar, dan tuan rumah Persijap Jepara dan Persiba Bantul.

“Play-off digelar, tapi yang lolos sudah ditentukan. Play-off hanya jadi ajang tipu-tipu. Semua ini ulah PSSI dan mereka sejatinya harus bertanggung jawab atas semua rekayasa ini,” jelas Akmal.

Akmal menegaskan mayoritas Exco PSSI tahu masalah dan fakta yang sebenarnya.

SOS berharap mereka jujur atas kesalahan di masa lalu sehingga Edy Rahmayadi sebagai Ketua Umum PSSI saat ini tidak mengulangi kesalahan masa lalu dalam Kongres Tahunan yang digelar hari ini di Hotel Aryaduta, Bandung.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini