Live on
Bein Sports 1
Kamis (15/2) Pukul 03.45 WITA
TRIBUNNEWS.COM, MADRID - Xabi Alonso membuka kertas undian dan mengumumkan Paris Saint Germain (PSG) bakal bertemu Real Madrid di 16 besar Liga Champions, Unai Emery langsung menarik napas panjang.
Untuk kali pertamanya sejak 2013, ia sukses membawa PSG mulus melangkah ke babak sistem gugur di Liga Champions. Ditopang tiga penyerang terbaik dunia, Le Parisien sukses mengatasi Bayern Muenchen untuk memuncaki penyisihan grup B.
Di atas kertas, harusnya di 16 besar PSG melawan tim yang relatif bukan unggulan. Apa daya, Real Madrid justru dikangkangi Tottenham Hotspur hingga dua tim elite ini bertemu lebih dini.
Emery saat itu sempat berkilah bahwa hasil undian cukup bagus. Meski, semua tahu, hasil duel lawan Madrid itu sangat berat, akan berpengaruh pada masa depannya.
Cerita serupa juga menimpa Zidane. Situasi kedua pelatih ini kurang lebih sama: Real Madrid terpuruk di liga domestik, setelah terpaut 17 poin dari Barcelona di La Liga, dan tersingkir dari Copa del Rey.
Sedang PSG masih dalam jalur untuk meraih treble di liga domestik. Namun, nasib keduanya sesungguhnya ditentukan oleh hasil akhir dari Liga Champions ini.
Tekanan untuk Zidane jauh lebih dahsyat. Kendati berhasil mempersembahkan La Decima, dan sukses mempertahankan gelar juara Liga Champions, hal itu bukan menjadi jaminan bisa bertahan untuk klub sekelas Madrid.
Apa yang dialami Zidane musim ini sungguh di luar perkiraan. Dengan tim relatif sama dengan yang membawanya dua kali juara Liga Champions, ia harus menerima kenyataan pahit.
El Real dipastikan keluar dari perburuan juara La Liga pada Natal lalu setelah gagal meraih poin melawan tim sekelas Levante, Betis, dan Girona. Mereka juga disingkirkan Celta Vigo di Copa del Rey.
Hanya nama besar Zidane di masa lalu, yang membuatnya masih bisa bertahan di Bernabeu sampai sejauh ini.
Di sisi lain, Emery harus menelan pil paling pahit musim lalu. Namanya tercatat dalam sejarah setelah gagal membawa pasukannya menahan amukan Barcelona yang melumat PSG 6-1. Kemenangan fenomenal 4-0 pada leg pertama pun menjadi sia-sia.
Tak mau kegagalan terulang kembali, Presiden PSG, Nasser Al-Khelaifi menggelontorkan dana untuk membeli dua penyerang terbaik dunia, Neymar dari Barcelona, dan Kylian Mbappe dari Monaco. Targetnya jelas: PSG harus juara Liga Champions musim ini.
Konsekuensinya pun jelas, jika gagal, maka Emery harus angkat kaki. Tapi Emery punya banyak modal untuk merasa percaya diri. Mereka lolos sebagai juara grup dengan rekor 25 gol, dan memaksa tim sekelas Bayern Muenchen untuk hanya jadi runner-up.
Di balik ketajaman PSG, ada trident Edinson Cavani, Neymar dan Kylian Mbappe, yang mencetak 16 dari 25 gol timnya. Di sisi lain, kendati tengah terpincang-pincang di liga domestik, namun di Liga Champions, El Real tetap punya potensi untuk meledak.
Terutama yang harus diwaspadai tentunya adalah amukan Cristiano Ronaldo. Ia masih yang paling tajam di Liga Champions musim ini dengan sumbangan sembilan gol. Jika partnernya, Karim Benzema, dan Gareth Bale juga tengah on fire, trio BBC ini memang sulit dijinakkan.
Duel di Bernabeu ini memang bukan sekadar pertemuan dua tim raksasa, juga bukan hanya pertarungan dua tim terkaya. Lebih dari itu, ini menjadi pertaruhan nasib bagi kedua pelatihnya. (tribunnews/den)