News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Suhendra: Tanya Edy, Indonesia-Kroasia Itu Lebih Maju Mana?

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suhendra Hadi Kuntono.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Desakan agar Ketua Umum (Ketum) Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) Edy Rahmayadi mundur terus membesar bak bola salju.

Bila sebelumnya datang dari Presiden Madura United Achsanul Qosasi, kali ini desakan itu datang dari tokoh nasional Suhendra Hadi Kuntono.

“Tanya si Edy, Indonesia dan Kroasia itu lebih maju mana? Kok Indonesia tak mampu berlaga di Piala Dunia, sedangkan Koasia bisa bahkan sanggup mengalahkan Inggris dan maju ke final Piala Dunia 2018? Jangankan di tingkat dunia (FIFA), di tingkat Asia (AFC) saja Indonesia tak mampu jadi juara,” ungkap Suhendra Hadi Kuntono dalam rilisnya, Kamis (12/7/2018).

Timnas Kroasia menang 2-1 atas Timnas Inggris pada babak semifinal Piala Dunia 2018 di Luzhniki Stadium, Rusia, Rabu (11/7/2018) atau Kamis (12/7/2018) dini hari WIB. Dengan kemenangan ini, Kroasia akan melawan Perancis pada babak final yang digelar 15 Juli 2018. Ini juga menjadi final pertama Kroasia dalam Piala Dunia sepanjang sejarah.

Baca: Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi Menang di Sumut, Nurdin Halid Kalah di Sulsel

Kemenangan Timnas Kroasia yang “anak bawang” atas Timnas Inggris yang “anak raksasa”, bak David melawan Goliath, dinilai Suhendra sebagai tamparan keras bagi PSSI.

“Padahal, dari sisi apa pun, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, Indonesia jauh lebih besar dan maju daripada Kroasia. Ini sangat ironis dan menjadi tamparan keras bagi PSSI,” jelas Suhendra yang juga Ketua Umum Putra-putri Jawa Kelahiran Sumatera, Sulawesi dan Maluku (Pujakessuma) Nusantara, dan Dewan Pembina Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI).

Sejak terpilih menjadi Ketum PSSI, 10 November 2016 hingga kini, Edy dinilai Suhendra tidak mampu menunjukkan prestasi apa pun. Apalagi setelah terpilih menjadi Gubernur Sumatera Utara.

“Gubernur dan Ketum PSSI bukan jabatan main-main. Kedua jabatan itu tak bisa dirangkap. Kalau dirangkap, semua akan keteteran, baik kinerjanya di PSSI maupun di pemerintah daerah. Semua pihak akan dirugikan, terutama persepakbolaan nasional dan rakyat Sumut,” tukas pria low profile kelahiran Medan, Sumut, 50 tahun silam ini.

Sebab itu, menurut Suhendra, terpilihnya Edy menjadi Gubernur Sumut pada Pilkada 2018 serta kemenangan Kroasia atas Inggris dan Korea Selatan atas Jerman pada Piala Dunia 2018 merupakan momentum tepat bagi mantan Pangkostrad itu untuk mundur dari jabatan Ketum PSSI.

“Mundur lebih terhormat daripada dimundurkan,” tegasnya terkait sikap keukeuh Edy yang hendak mempertahankan jabatannya hingga 2020 kendati terpilih menjadi gubernur.

Pada masa kampanye Pilkada 2018, Edy selaku Ketum PSSI mengajukan cuti pada 16 Februari-30 Juni 2018. Namun, berbagai pihak termasuk Kementerian Pemuda dan Olahraga, menyarankan Edy lebih baik mundur daripada cuti. Tapi saran itu tak pernah digubris.

Selain soal prestasi, desakan Suhendra agar Edy Rahmayadi mundur dari jabatan Ketum PSSI terkait undang-undang (UU).

Ia lalu merujuk ketentuan Pasal 40 UU No 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional yang menyatakan pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik.

Pun Surat Edaran (SE) Mendagri No 800/148/sj 2012 yang menyatakan kepala daerah tingkat I dan II, pejabat publik, wakil rakyat, hingga Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilarang merangkap jabatan dalam organisasi olahraga seperti KONI dan PSSI, serta kepengurusan klub sepakbola profesional maupun amatir.

“Statuta FIFA juga melarang eksekutif rangkap jabatan di organisasi sepakbola. Jadi, desakan agar Edy mundur ini konstitusional dan rasional, bukan emosional,” papar Suhendra.

Jika Edy tak mundur dalam waktu dekat, Suhendra mengancam akan membentuk Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) seperti pernah terbentuk pada 28 Desember 2011 untuk menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI dengan agenda tunggal mengganti Ketum PSSI. “Ini bukan gertak sambal,” tandasnya.

Sebelumnya, Achsanul Qosasi yang juga anggota Badan Pemeriksa Keuangan merilis surat terbuka yang ditujukan kepada Edy Rahmayadi agar meletakkan jabatan Ketum PSSI.

Ia menyangsikan Edy jika merangkap jabatan Ketum PSSI sekaligus Gubernur Sumut. Pasalnya, Indonesia kini dihadapkan pada berbagai ajang besar yang amat butuh banyak perhatian.

"Sebentar lagi Bapak akan disibukkan oleh pemenuhan janji-janji politik di Sumatera Utara, sementara dalam 100 hari ke depan (2018) ada 4 event besar yang membawa harga diri bangsa: Asian Games, Piala AFF-U19, AFF Cup (senior) dan Piala Asia U-19 yang tentunya membutuhan atensi dari Ketua Umum PSSI. Dibutuhkan keseriusan dan waktu yang banyak untuk mengurusnya; pembinaan usia muda, pengembangan organisasi, Timnas, lobi internasional, permasalahan kompetisi, hubungan dengan pemda, pemerintah, sponsor, AFF, AFC dan FIFA, bukan pekerjaan yang bisa disambi dan dirangkap. Ini pekerjaan yang butuh fokus dan total," tulis Achsanul di akun Instagram pribadinya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini