TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Itulah nasib yang menimpa pemain sepak bola nasional PS Mojokerto Putra, Jawa Timur, Krisna Adi Darma (23) yang mengalami kecelakaan lalu-lintas, Minggu (23/12/2018).
Padahal, ia baru saja dihukum Komisi Disiplin PSSI tidak boleh bermain bola seumur hidup terkait kasus match fixing atau pengaturan skor pertandingan sepak bola.
Syukurlah, masih ada pihak yang peduli meringankan beban yang bersangkutan, dan siapa lagi kalau bukan Ketua Komite Perubahan Sepak Bola Nasional (KPSN), Suhendra Hadikuntono, yang datang langsung membesuk Krisna yang tengah terbaring lemah di RS dr Sardjito, Yogyakarta, Kamis (27/12/2018).
“Terima kasih atas kehadiran Bapak,” ungkap orangtua Krisna yang menjaga anaknya di rumah sakit, seperti dikutip dari rilis KPSN, Jumat (28/12/2018).
Orangtua yang tak mau disebut namanya itu, dengan dalih takut ada ancaman, mengingat kecelakaan yang menimpa Krisna terjadi tak lama setelah anak itu “mengancam” buka-bukaan terkait match fixing, mengaku sangat berterima kasih kepada Suhendra yang datang jauh-jauh dari Jakarta hanya untuk membesuk putranya sekaligus memberikan santunan.
“Setelah dihukum PSSI dan klub bolanya pun buyar, anak kami tercampakkan dan terpuruk. Tak ada yang mau membantu, termasuk dari pengurus PSSI,” katanya.
Kunjungan Suhendra ke keluarga Krisna berlangsung di tengah gencarnya penangkapan terhadap para tersangka kasus match fixing oleh Satuan Tugas (Satgas) Antimafia Bola Polri.
“Biarlah match fixing itu menjadi tugas Satgas Antimafia Bola. Sikap kita adalah mendukung sepenuhnya langkah Polri, namun di saat yang sama kita juga memberikan perhatian terhadap mereka yang berpotensi terancam, apalagi yang sedang terkena musibah,” ujar Suhendra memberi alasan mengapa dia membesuk Krisna.
Sebagai wujud perhatian kepada Krisna, Suhendra selaku Ketua KPSN juga sudah berkirim surat kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian dengan tembusan ke Presiden Joko Widodo dan Menpora Imam Nahrawi.
Dalam surat bernomor 002/KPSN/XII/2018 tertanggal 24 Desember 2018 tersebut, Suhendra minta Kapolri memberikan perlindungan jiwa dan perlindungan hukum kepada Krisna, termasuk orang-orang atau pihak-pihak lain yang berpotensi menjadi saksi match fixing yang kini sedang ditangani Polri.
“Patut diduga kecelakaan itu ada benang merahnya dengan rencana buka-bukaan yang bersangkutan. Ini ancaman bagi pihak-pihak yang berniat membongkar mafia match fixing,” cetus Suhendra sambil menambahkan, mereka yang diduga terlibat mafia match fixing tentu tak akan tinggal diam.
Kamis (27/12/2018), Satgas Anti-Mafia Bola menangkap seorang tersangka match fixing, yakni Johar Lin Eng, Ketua Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Jawa Tengah yang juga anggota Komite Eksekutif PSSI. Sebelumnya Satgas Antimafia Bola menangkap Priyanto, anggota Komisi Wasit PSSI, dan Anik, anak Priyanto.Ketiganya ditangkap di tempat terpisah, yakni Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Semarang dan Pati, Jateng. Jumat (28/12/2018), satgas kembali menangkap tersangka match fixing lainnya, yakni Dwi Riyanto alias Mbah Putih di Yogyakarta.
Satgas Antimafia Bola pun tak menutup kemungkinan untuk memanggil Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi untuk dimintai keterangannya terkait kasus match fixing ini.
“Tidak menutup kemungkinan, tergantung dari hasil pemeriksaan saksi dan tersangka,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (28/12/2018).
Hari ini Satgas Antimafia Bola diagendakan memeriksa tiga orang dari pihak PSSI, yakni Sekretaris Jenderal PSSI Ratu Tisha Destria, Ketua Komisi Disiplin PSSI Asep Edwin, dan mantan anggota Komite Eksekutif PSSI Hidayat.
“Mungkin para pengurus PSSI sibuk memenuhi panggilan Polri, sehingga tak sempat menjenguk Krisna,” jelas Suhendra usai berpamitan ke Krisna dan keluarganya.