TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Faktor perwasitan selama ini disebut sebagai salah satu penyebab buruknya kompetisi di Indonesia.
Hampir setiap pertandingan dari kasta terendah hingga kasta teratas sepak bola Indonesia, ada saja klub yang mengeluhkan keadilan dari sang wakil Tuhan di rumput hijau. Teraktual adalah murkanya manajer Persib Bandung, Umuh Muchtar.
Hal itu terjadi pada laga perdana Maung Bandung di Piala Presiden 2019. Persib harus takluk dari PS Tira Persikabo di Stadion Si Jalak Harupat, Kabupaten Bandung, Sabtu (2/2), dengan skor 1-2.
Usai pertandingan, hal yang tak lazim terjadi. Umum tiba-tiba masuk dalam ruang konferensi pers ketika pelatih Persib, Miljan Radovic dan gelandang Kim Jeffrey Kurniawan sedang memberikan pernyataan.
Umuh mengatakan, kekalahan yang diderita timnya murni karena tindakan wasit. Pasalnya, Umuh mengatakan Persib dari segi permainan lebih bagus ketimbang PS Tira Persikabo.
"Kami kalah sama wasit, Persib kalah sama wasit. Ini Piala Presiden, piala terhormat. Anak-anak main sudah bagus dan sesuai dengan pelatih, saya bangga," ungkap Umuh Muchtar.
Umuh Muchtar pun berniat untuk melaporkan wasit Dwi Purba Adi Wicaksana kepada PSSI.
"Kami punya bukti dan ada data, nanti akan protes juga. Ini wasit semakin parah. Jangan-jangan (wasit atau pengurus PSSI) yang lama-lama ini punya dendam sama Persib karena Persib yang selalu bersuara. Sudah kelihatan dari awal," tutur Umuh Muchtar.
Belum lagi pengakuan dari tersangka praktik pengaturan skor Dwi Irianto alias Mbah Putih. Mantan anggota Komisi Disiplin (Komdis) PSSI itu mengungkapkan semua wasit di sepak bola Indonesia mau diajak kompromi untuk membantu salah satu tim yang bertanding.
Adapun tarif 'upeti' kepada wasit, kata Mbah Putih di tiap kasta kompetisi berbeda-beda. Kompetisi paling elite punya tarif lebih besar.
"Setiap klub pasti punya kemampuan finansial yang berbeda. Dan ada perbedaannya, kalau Liga 3 paling 10 juta.
"Pengaturan skor itu di bola pasti ujung-ujungnya ada judi. Semua wasit mau diajak kompromi. Setiap klub pasti punya kemampuan finansial yang berbeda. Dan ada perbedaannya, kalau Liga 3 paling 10 juta." kata Mbah Putih dalam program Mata Najwa, Rabu 20 Februari lalu.
Lantas, bagaimana supaya wasit di sepak bola Indonesia lebih bisa bersikap tegas dan tidak dapat dipengaruhi oleh orang-orang dengan berbagai kepentingan itu?. Jawaban yang mungkin bisa menjadi pertimbangan adalah wasit harus independen.
Karena itu, perlu diwacanakan dibentuknya lembaga, institusi atau badan perwasitan yang independen, berpengaruh dan bersifat otonom. Badan ini harus berada di luar struktur PSSI, mungkin, atau kalaupun di dalam tetapi sifatnya otonom. Dulu PSSI punya badan perwasitan sendiri, misalnya Badan Wasit Seluruh Indonesia (BWSI) yang pernah diketuai oleh Irjen IGK Manila. Namun, BWSI sulit bersifat otonom.
Sekarang tantangannya adalah bagaimana membentuk badan perwasitan yang independen, otonom dan lepas dari campur tangan PSSI.
Bisa saja badan ini nantinya dketuai oleh mantan wasit terkemuka dunia/Eropa/Asia yang kredibel, digaji tinggi, dan tidak bisa dipengaruhi oleh orang luar termasuk PSSI.
Dulu ada mantan wasit Asia asal Malaysia yang dipekerjakan, tetapi tetap saja tidak bisa berjalan baik karena masih terikat pada PSSI. Badan wasit yang baru itu nantinya bisa saja bermaterikan sejumlah orang yang pemilihannya melalui semacam fit & proper test sehingga kredibilitas dan integritasnya bisa lebih menjamin.
Fit & proper test itu bisa dilakukan oleh semacam lembaga penguji independen, atau bisa juga kalangan DPR. Tantangannya, badan perwasitan yang baru ini bagaimanaa sudah bisa terbentuk sebelum kompetisi Liga 1 dimulai Mei nanti.