TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mundurnya Edy Rahmayadi diyakini akibat adanya operasi senyap Komite Perubahan Sepak Bola Nasional (KPSN).
Dalam program Mata Najwa di Trans 7 yang mengusung tema, "PSSI Bisa Apa Jilid III: Saatnya Revolusi", pada Rabu (23/1/2019), mantan wartawan olah raga, Yesayas Oktovianus, menyebut KPSN memang berniat melengserkan Edy Rahmayadi.
Tiga hari menjelang Kongres PSSI, Kamis (17/1/2019), para pemilik hak suara (voters) PSSI menggelar pertemuan rahasia di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan.
Dalam pertemuan itu, digalang mosi tidak percaya yang ditujukan untuk Edy Rahmyadi yang menjabat Ketua Umum PSSI.
Beberapa hari menjelang kongres, Edy Rahmayadi keukeuh tak mau mundur dari jabatan.
Baca: Kongres Luar Biasa PSSI Target Digelar Agustus 2019 kata Gusti Randa
Mungkinkah yang menggerakkan voters itu invisible hand (tanga-tangan tak kelihatan) yang merupakan kepanjangan tangan KPSN?
Yesayas mengakui KPSN memang didirikan untuk menglengserkan Edy Rahmayadi, bahkan ia menyebut nama Ketua KPSN Suhendra Hadikuntono.
Sebab itu, Yesayas yang mengklaim sebagai dan sekaligus Ketua KPSN pertama yang hanya berumur sehari, memilih untuk mundur dari tim KPSN.
Saat dihubungi wartawan, Jumat (22/1/2019) malam, Yesayas Oktovianus mengaku mundurnya dia dari tim KPSN karena tidak sanggup memenuhi target melengserkan Edy Rahmayadi dari kursi Ketua Umum PSSI hanya dalam waktu satu bulan.
“Target satu bulan itu terlalu berat dan tidak masuk akal,” katanya, dikutip BolaSport.com dari Kompas.com.
Mundurnya Edy Rahmayadi disebut Yesayas karena menang tidak nyaman lagi dengan adanya penangkapan demi penangkapan terhadap tersangka match fixing, di samping mosi tidak percaya yang digalang KPSN melalui voters atau Kongres PSSI du Bali. Itu seperti halnya operasi intelijen yang membuat Edy tdiak nyaman.
Akan tetapi, dihubungi terpisah, Senin (25/3/2019), Ketua KPSN Suhendra Hadikuntono menampik klaim Yesayas.
Menurutnya, KPSN didirikan atas dasar rasa keprihatinan yang mendalam atas prestasi sepak bola nasional yang tidak mampu bersaing baik di tingkat regional maupun dunia, dan salah satu penyebabnya adalah maraknya match fixing.
Suhendra menjelaskankan, tujuan didirikannya KPSN adalah memberantas match fixing dan melakukan perubahan terhadap PSSI ke arah yang lebih baik, demi mengembalikan PSSI ke khittah-nya pada 19 April 1930 di Yogyakarta, yakni sebagai alat perjuangan dan pemersatu bangsa serta sarana menyejajarkan diri dengan bangsa-bangsa lain yang lebih maju melalui prestasi sepak bola nasional.
"Bahwa dalam perjuangan ke arah PSSI yang lebih baik itu ada pihak-pihak yang menjadi korban, misalnya Ketua Umum mundur atau Plt Ketua Umum menjadi tersangka, itu konsekuensi perjuangan. Revolusi kadang-kadang memang menelan anak kandungnya sendiri,” ujar Suhendra menanggapi isu balas dendam politik karena partai yang didukungnya kalah dalam Pilkada Sumut 2018.
Suhendra pun menjawab diplomatis, "Jika saya kalah di Sumut, tapi menang di PSSI, skor jadi seri 1-1 dong. Ingat ya, di PSSI ada 30-an juta massa mengambang dan tidak di bawah penerintah, tapi di bawah FIFA, yang tadinya berada di bawah pengaruh Gubernur Edy Rahmayadi, yang salah satu partai pengusungnya adalah Gerindra, kini sudah saya netralkan, dan kemudian mendukung Pak Jokowi. Olah raga yang paling banyak penggemarnya itu sepak bola."
Berita ini telah tayang di Bolasport dengan judul : Terungkap Sebab di Balik Mundurnya Edy Rahmayadi dari Ketum PSSI