TRIBUNNEWS.COM - Liga Italia atau akrab dikenal sebagai Serie A merupakan kompetisi sepak bola tertinggi di Negeri Pizza tersebut, Jumat (6/12/2019)
Pemain pemain bintang banyak malang melintang di klub klub besar Italia seperti Inter Milan, Juventus, AC Milan, Napoli, Fiorentiena, Lazio hingga AS Roma.
Salah satu yang menjadi akar gemerlapnya Liga Italia adalah hubungan Serie A dengan pemain pemain yang berasal dari Amerika Selatan, khususnya Argentina.
Dilansir These Football Times, musim ini banyak pemain tim Tango yang menunjukkan pesona dan estetika permainannya di Liga Italia.
Sebut saja Gonzalo Higuain, Paulo Dybala, Giovanni Simeone, hingga superstar milik Inter Milan, Lautaro Martinez.
Sebagai perwujudan dominasi Tim Tango di Italia ialah gelar Capocannoniere yang kebanyakan disandang pemain asal Argentina.
Dominasi Argentina atas gemerlapnya Liga Italia dan Serie A dimulai pada tahun 1990-an, hasilnya ialah mampu memproduksi penyerang terbaik dalam sejarah sepak bola.
Sebut saja Diego Maradona hingga Gabriel Batistuta atau akrab disapa Batigol merupakan perwujudan romantisme Liga Italia yang mengasah dan memoles striker striker Argentina menjadi predator yang menakutkan bagi lawan lawannya.
Hubungan Italia-Argentina dimulai dengan sederhana.
Antonio Valentin Angelillo hingga Paolo Manfredini memulai romantisme kedua negara tersebut dengan mampu meraih Capocannoniere.
Romantisme tersebut kembali tumbuh dan berkembang saat Diego Maradona bergabung dengan Napoli.
Periode tersebut Serie A masih di dominasi tim tim asal utara, sebut saja Inter Milan, Milan, Juventus, yang total mampu merengkuh 12 gelar scudetto.
Para pendukung il Partenopei kala itu berpesta dengan berhasil mengganggu dominasi tim tim elite Serie A.
Diego Maradona yang beroperasi di sektor penyerangan mampu meraih gelar Capocannoniere bersama Napoli.
Selain itu ia berhaisl menyumbangkan dua gelar liga domestik dan satu Coppa Italia.
Bahkan berkat kegemilangan Maradona bagi publik Sao Paolo, mereka mengatakan tidak masalah jika tidak ada akses bus, pekerjaan, hingga sekolah, asalkan Maradona bermain bagi tim kesayangan mereka.
Diego Maradona yang berhasil menggairahkan pendukung Napoli membuat tahun tahun berikutnyaklub klub seperti Udinese, Fiorentina, hingga Parma menggali urat nadi Buenos Aries hingga Rosario untuk menemukan predator ulung bagi tulang punggung timnya.
Dominasi Maradona yang identik dengan permainan khas tim Tango berbarengan dengan kembalinya AC Milan dan Juventus.
Udinese melihat kesempatan tersebut dengan menaikkan pria asal Argentina lainnya sebagai penerus Mradona.
Ialah Abel Balbo yang mampu meneruskan eksistensi Argentina di kancah sepak bola Italia.
Pada musim 1992/1993. Abel Babo langsung membuktikan dirinya bersama Udinese dengan mencetak 21 gol dan finis kedua sebagai Capocannoniere.
Abel Balbo sberkarir di klub klub elite Ialia seperti AS Roma, Udinese, Fiorentina hingga Parma.
Total ia mampu mencetak 117 gol dari 12 musim bermain di Serie A.
Romantisme kemudian berlanjut dengan datangnya salah satu pencetak gol ulung ke Liga Italia, yaitu Gabriel Batistuta.
Sama halnya dengan Maradona, Gabriel Batistuta yang juga berjuluk Batigol lebih memilih Fiorentina sebagai klub dan rumahnya di banding tim elite dari utara.
Batigol merupakan wujud kesetiaan pemain Argentina akan publik Florence yang dimusim keduanya justrus terdegrdasi ke Serie B.
Ia enggan berpindah ke klub lain yang kala itu banyak tawaran yang menggiurkan untuk meninggalkan publik Artemio Franchi.
Kesetiaan Batistuta bersama La Viola berhasil mengangkkat tim yang identik dengan warna ungu itu kembali ke Serie A melalui gelontoran 16 golnya.
Kemitraan kuat yang ditunjukkan Batigol bersama Rui Costa menghantarkan era kejayaan Fiorentina dengan berhasil meraih gelar Coppa Italia dan Supercoppa.
Bahkan kebuasaan Btistuta dalam mencetak gol kala itu tidak tergoyahkn dengan hadirnya Ronaldo Nazario Da Lima ke Inter Milan.
Ketika Batistuta setiap akhir pekan memberikan teror yang mengerikan paa diri Baresi, Maldini, Nesta hingga Cannavaro, Parma jsutru mencuri kesempatan memoles strike Argentina lainnya yang tidak kalah garangnya dengan Batigol.
Benar, Ialah Hernan Crespo yang berhasil membuat kegemilangan Parma mulai bergeliat di tahuan 1996.
Ia bersama Enrico Chiesa dengan kendali kemudi tim dipegang oleh Carlo Ancelotti, berhasil membuat Parma kembali disegani oleh tim tim elite Liga Italia.
Perlahan tapi pasti Crespo mulai menunjukkan naluri sebagai striker khas Argentina yang mematikan didalam kotak pinalti.
Hernan Crespo berhasil mempersembahkan gelar ganda pada Parma yaitu Scudetto dan Piala Eropa di tahun 1998/1999.
Musim tersebut, Crespo berhasil menyarangkan 30 gol disemua kompetisi yang diikuti Gialloblu.
Dominasinya bersama tim Itaia berlanjut ketika ia berseragam Lazio dan Inter Milan.
Romantisme kembali tercipta dengan Julio Cruz, pria asal Argentina yang bergabung dengan Bologna.
Sinar kegemilangan Cruz membuat Inter Milan menggaetnya di tahun 2003.
Ia menjadi pemain asal Argentina yang berhasil meraih sukses dibandingkan Crespo, Batigol hingga Crespo.
Total Julio Cruz mampu mengoleksi empat Scudetto, dua Coppa Italia dan tiga Supercoppa selama berseragam Nerazzurri.
Secara berturut turut kemudian ekspansi klub klub Serie A mencari pemain berbakat di Argentina terus berlangsung hingga saat ini.
Sebut saja Diego Milito yang berhasil menyumbangkan treble winners bagi Inter Milan.
Kemudian pemain sensaional Paulo Dybala yang disebut sebut sebagai the next Messi mulai tumbuh dan berkembang bersama Juventus.
Gonzalo Higuain yang merupakan pesakitan dari Real Madrid behasil menunjukkan kembali taringnya di Napoli, sekaligus mengobati luka publik Sao Paolo dengan ditinggalnya Edinson Cavani yang memilih raksasa Prancis, PSG.
Terbaru, Inter Milan berhasil menggaet Lautaro Martinez dari Racing Club yang musim ini menjadi musim keduanya.
Pemain berusia 22 tahun itu kembali menujjukkan hangantnya romantisme Tim Tango saat bermain di Liga Italia.
(Tribunnews.com/Giri)