TRIBUNNEWS.COM - Hari ini, tepat 20 tahun yang lalu, legendan Persebaya Surabaya, Eri Irianto menghembuskan nafas terakhirnya.
Ia meninggal usai membela Persebaya Surabaya menghadapi PSM Makassar.
Untuk itu, pelatih Persebaya Surabaya, Aji Santoso, mengenang sosok yang terkenal dengan tendangan kerasnya tersebut.
Baca: Penyerang Persebaya Surabaya, Mahmoud Eid, Lakukan Karantina Mandiri di Swedia
Baca: Wander Luiz Sabet Dua Penghargaan Bersama Persib Bandung
Aji Santoso yang pernah bermain bersama selama hampir dua musim saat sama-sama memperkuat Persebaya 1998-2000 sedikit mengenang mendiang Eri Irianto.
Disampaikan Aji Santoso, salah satu yang paling diingat tentang gelandang kelahiran Sidoarjo, 12 Januari 1974 lalu itu adalah tendangan 'gledeknya'.
"Eri sosok pemain pekerja keras, selalu total dalam menjalankan pekerjaannya dan memiliki tendangan yang mematikan buat penjaga gawang lawan," terang Aji Santoso, di laman Tribun Jatim.
Berkat penampilan gemilang itupula, kala itu Eri bisa memperkuat Timnas Indonesia di SEA Games ke-18 di Chiang Mai, Thailand. 6 Desember 1995.
Juga perkuat timnas Indonesia pada kualifikasi Piala Asia 1996, berhasil membawa Timnas Indonesia taklukkan India dengan skor 7-1, dan menahan Malaysia 0-0.
Aji menyangkan, Eri harus menghembuskan napas terakhirnya di usia emasnya, 26 tahun.
Eri meninggal setelah mengalami benturan keras dengan pemain PSIM Yogyakarta, Samson Noujine Kinga, di Liga Indonesia 1999/2000 atau Ligina VI, dimana laga berlangsung di Stadion Gelora 10 November, Tambaksari, Surabaya, Sore hari, 3 April 2000.
Pada laga itu, semenit sebelum berakhir babak pertama, ia mulai sempoyongan, kepalanya sakit. Eri berlari ke pinggir lapangan dan minta diganti. Nova Arianto kala itu masuk menggantikan posisinya.
Di bangku cadangan, Eri terus memegangi kepalanya. Sang gelandang pun dilarikan ke RSUD DR Soetomo.
Setelah menjalani berbagai perawatan, Eri akhirnya mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit. Tak ada yang mengira benturan itu bakal berakibat fatal.
"Kami benar-benar merasa kehilangan di saat usia emas, dia lebih cepat meninggalkan kami semua," pungkas Aji Santoso.