TRIBUNNEWS.COM - Pelatih PSIM Yogyakarta, Seto Nurdiantoro memberikan komentarnya terkait kelanjutan nasib kompetisi sepak bola di Indonesia musim ini.
Pelatih yang menukangi PSIM Yogyakarta itu memberikan komentar terkait kejelasan nasib kompetisi, terkhususkan untuk Liga 2.
Kompetisi sepak bola di Tanah Air, baik Liga 1 dan Liga 2 musim ini ditangguhkan hingga 29 Mei.
Baca: PSIM Yogyakarta dan PSS Sleman Sangat Istimewa kata Aditya Putra Dewa
Baca: Kabar Liga 2 - Deja vu PSIM dengan Seto Nurdiyantoro saat Kompetisi Ditangguhkan
Keputusan yang diambil oleh PSSI tersebut berhubungan dnegan merebaknya pandemi Covid-19 (virus corona) yang tengah merebak di Indonesia.
Pertandingan Liga 1 dan Liga 2 dijadwalkan akan kembali bada bulan Juli nanti.
Namun catatannya kompetisi kembali bergulir jika kondisi telah di rasa aman maupun pemerintah telah mencabut status kondisi darurat.
Berbicara mengenai kondisi kompetisi yang amsih abu-abu, coach Seto memberikan usulan untuk PSSI.
Ia meminta agar Organisasi Induk Sepak Bola Indonesia itu menghentikan kompetisi secara permanen.
Alasan juru taktik yang pernah menukangi PSS Sleman itu, faktor kesehatan seluruh insan sepak bola baik pemain, pelatih, suporter, hingga masyarakat luas menjadi paling utama.
"Kalau saya lebih baik ada ketegasan dari federasi, di saat semua serba tidak pasti."
"Corona tidak tahu berakhir sampai kapan. Kalau saya kompetisi mau di-cut, ya cut sekalian," usul Seto seperti yang dikutip Tribunnews.com dari laman Tribun Jogja.
Menurutnya, pemikiran pemerintah saat ini tidak boleh terpecah belah.
Seto menginginkan pemerintah pusat hanya perlu fokus untuk penanggulangan pandemi Covid-19.
"Kita ini sedang berperang dengan krisis yang sedang terjadi, untuk memutus mata rantai virus ini."
"Semua tidak tahu, karena tidak bisa melihat virus ini," beber pelatih Laskar Mataram itu.
Disinggung mengenai wacana kompetisi pengganti yang dicetuskan oleh PSSI, pun Seto sedikit kurang setuju.
Alasannnya, kompetisi pengganti yang memiliki skala Nasional itu tetap berlangsung dengan kondisi yang belum di rasa aman, maka menurut Seto tidak perlu dilakukan.
Resiko melangsungkan pertandingan dengan kondisi yang belum benar-beanar pulih membawa hasil yang kurang baik menurut Seto Nurdiyantoro.
"Andai kata ada turnamen pengganti, mungkin pandangannya agar tetap ada aktivitas sepak bola, tapi risikonya pasti tetap ada."
"Kalau wabah belum juga reda, lebih baik jangan," ungkap Seto Nurdiyantoro.
"Jangan bermain-main dengan virus ini. Kalaupun itu ada turnamen, kemudian tanpa penonton, secara sosial semua terdampak," terang eks pelatih PSS Sleman tersebut.
Kegaiatan Seto Nurdiyantoro
Disinggung mengenai kegiatannya sehari-hari selama menjalani aturan social distancing maupun physical distancing di rumah, Seto mengaku mengisi waktunya dengan merawat burung kicau.
Seto menuturkan, pada awalnya ia getol memelihara burung kicau berjenis Murai Batu atau Cucak Ijo.
Namun kini dirinya lebih kesengsem dengan perkutut dan memiliki tiga ekor, baik jenis lokal dan Bangkok.
"Memelihara burung kicau juga menjadi salah satu kegiatan saya. Biasanya, setiap pagi hari saya menjemurnya, sebagai kesibukan saja."
"Awalnya saya menggemari burung kicauan atau ocehan, tapi ribet kalau banyak ditinggal lama. Sekarang lagi suka perkutut, ada yang dikasih teman ada yang beli sendiri," kata Seto Nurdiyantoro seperti yang dikutip Tribunnews.com dari laman Tribun Jogja.
Baca: Mengenal Tiga Klub Tertua Liga 2 2020: Persis Solo, PSIM Yogyakarta, hingga PSMS Medan
Baca: Buntut Penalti Kontroversial Sriwijaya FC, PSIM Minta Satgas Anti Mafia Bola Bertindak
Disinggung mengenai alasan memlihara burung kicau, mantan pelatih PSS Sleman itu mengaku kicauan burung yang ia pelihara dapat membuat suasana menjadi tenang.
Diakui Seto, dirinya pun belum percaya diri untuk membawa burung peliharaannya tersebut untuk mentas di perlombaan.
"Belum dilombakan, saya belum percaya karena juga baru seneng saja. Senang saja mendengarkan suaranya. Setiap 'manggung' juga membuat suasana adem," teranf pelatih PSIM Yogyakarta itu.
(Tribunnews.com/Giri)(Tribun Jogja/R.Hanif Suryo Nugroho)