TRIBUNNEWS.COM - Massimo Ambrosini bercerita tentang tim juara AC Milan pada musim 2010/2011 lalu yang penuh perjuangan bagi setiap pemain untuk tampil di pertandingan.
AC Milan sekarang adalah tim raksasa yang sedang terpuruk.
Di Liga Italia musim ini saja, mereka masiih belum bisa menunjukkan konsistensi performa hingga saat kompetisi terhenti karena pandemi virus Corona.
Baca: Fabio Capello Sebut Kemampuan Zlatan Ibrahimovic Selevel dengan Legenda AC Milan
Baca: AC Milan Sedang Mencari Pelatih untuk Gantikan Stefano Pioli
Rossoneri masih tertahan di posisi ke tujuh klasemen sementara dengan raihan 36 poin dari 26 pertandingan.
Terakhir Milan menjadi juara Liga Italia atau merengkuh Scudetto adalah musim 2010/2011 lalu di mana saat itu masih banyak pemain bintang yang bermain untuk mereka.
Ambrosini, salah satu punggawa Milan pada masa jayanya tersebut, menceritakan bagaimana kondisi ruang ganti yang penuh dengan tensi tinggi.
"Rasanya lebih dari sembilan tahun telah berlalu, tetapi itu adalah perjalanan Scudetto yang memang layak dan menyenangkan," jelas Ambrosini dilansir Football Italia.
Banyak pemain bintang yang masih berada di Milan kala itu membuat sang pelatih, Massimiliano Alegri harus bisa menjaga tensi di dalam ruang ganti.
“Pelatih harus berurusan dengan begitu banyak bakat dan karakter besar di ruang ganti, itu benar-benar tidak mudah untuk membuat mereka semua bekerja bersama."
Baca: Marco Motta Kenang Momen Gol Terbaiknya Saat Hadapi AC Milan
"Kami memiliki Ronaldinho, Antonio Cassano, Kevin-Prince Boateng," terang Ambrosini.
Selain itu, banyak pula pemain yang harus membuktikan dirinya layak bersaing membuat Alegri harus bisa menyeimbangkan komposisi susunan pemain dan strategi agar tidak ada masalah yang tercipta.
“Ada juga pemain yang ingin membuktikan diri mereka lagi, seperti Ibrahimovic, Pato, Clarence Seedorf dan Andrea Pirlo."
"Allegri melakukannya dengan caranya sendiri, bukan dengan satu ide, tetapi beradaptasi dengan apa yang dibutuhkan pada saat itu," ungkap Ambrosini.
Karena banyaknya pemain bintang yang berada di Milan saat itu, membuat sesi latihan dianggap Ambrosini layaknya pertarungan.
Baca: Masa Depan Ibrahimovic Belum Jelas, AC Milan Siapkan Dua Opsi Calon Pengganti
“Kami semua ingin bermain, jadi setiap sesi latihan adalah pertarungan sampai mati."
"Mereka yang tetap di bangku sangat marah, levelnya sangat tinggi."
"Itu adalah bentuk penghormatan, sungguh, karena kami ingin bermain sepanjang waktu," cerita Ambrosini yang sudah pensiun pada 2014 lalu ini.
Bahkan, saking tingginya tensi latihan yang ada dalam tim saat itu, sampai terjadi banyak perkelahian antar pemain.
Salah satu yang paling dikenang adalah perkelahian antara Ibrahimovic dengan Oguchi Onyewu.
Ambrosini mencoba untuk melerai, namun nyatanya sangat susah dan harus dihentikan oleh seorang Genaro Gattuso.
Baca: Hanya Karena Ponsel Dimatikan, AC Milan Hampir Gagal Boyong Rui Costa ke San Siro
“Saya mencoba untuk membelah mereka, tetapi itu seperti mencoba untuk membuka boot mobil yang terkunci dengan jari saya, tidak ada gerakan apa pun."
"Saya kemudian menyadari bahwa Rino Gattuso ada di sana," jelas Ambrosini.
Dia pun mengingat ada tiga atau empat pertarungan yang terjadi selama musim tersebut.
"Ada tiga atau empat perseteruan yang masih kita ingat sampai hari ini," pungkas Ambrosini sambil tertawa.
Namun meski banyak pertarungan yang terjadi di sesi latihan, Milan terlihat perkasa ketika pertandingan sesungguhnya.
Terbukti mereka mampu menjadi jawara Liga Italia dengan jarak yang cukup jauh dari Inter yang berada di posisi kedua saat itu.
Milan mengoleksi 82 poin unggul enam angka dari Inter.
Dari 38 laganya, Milan berhasil memenangi 24 laga bermain imbang sebanyak 10 kali dan hanya kalah 4 pertandingan.
Rossoneri berhasil mencetak 65 gol dan hanya kebobolan 24 gol di musim itu.
Bahkan tiga striker mereka, Ibrahimovic, Alexander Pato dan Robinho tampil tajam dengan masing-masing mencetak 14 gol.
(Tribunnews/Haikal)