Laporan Reporter WARTAKOTALIVE.COM, Rafsanzani Simanjorang
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Namanya Yuli Wahyudin, berusia 50 tahun. sejak pertengahan tahun 1995 hingga saat ini, dirinya sudah bekerja sebagai pekerja kebersihan di Stadion Tugu, Jakarta Utara.
Tak hanya itu, ia juga aktif merawat rumput lapangan, melakukan penyiraman, maupun pemotongan rumput.
Pertama kerja di Stadion Tugu, Wahyu menceritakan dirinya hanya dibayar Rp 4.050 per hari, dan hanya kisaran Rp 115.000 per bulan hingga 2001.
Berbagai pengelola pun sempat ia rasakan, dan penambahan gaji yang tidak seberapa. Meski hanya pas-pasan, dirinya tetap bekerja sebaik mungkin merawat Stadion Tugu.
Kesejahteraan Wahyu berubah di era kepemimpinan Ahok. Ia mendapatkan upah minimum Provinsi DKI Jakarta.
"Bersyukur sekali bisa mendapatkan upah sebesar UMP, tak menyangka, dan itu sangat membantu," ucapnya saat dikunjungi Warta Kota beberapa waktu lalu.
Berada di Stadion Tugu, Wahyu pun menjadi saksi renovasi stadion era 2004 serta perjalanan tim Persitara Jakarta Utara yang kala itu yang merangkak dari dasar.
Tak hanya itu, ia pun tak kelewatan dengan aksi-aksi suporter di stadion. Bahagianya suporter kala menang, dan sedih atau mengamuknya suporter kala kalah.
"Dulu suporter ributnya di luar ya (gerbang masuk ke stadion). Kan jalan raya tuh, nah disitu mereka beradu," ujarnya.
Tawuran pun sudah hal biasanya dilihatnya, bahkan yang melibatkan warga.
Untuk di lapangan, Wahyu menceritakan resikonya kala pertandingan usai, hampir area stadion bertebaran sampah-sampah, sehingga ia harus sigap membersihkannya.
Namun, ada yang menarik hati dan membuat seorang Wahyu kadang tertawa yakni koreografi suporter di lapangan.
"Kadang ada yang berpose seperti pocong, ada juga yang badannya di cat. Itu menarik dan lucu ya," tutupnya.