Laporan Reporter WARTAKOTALIVE.COM, Rafsanzani Simanjorang
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Apa yang dilakukan oleh Ahmad Anwar, pemain Garuda INAF (perkumpulan sepak bola amputasi Indonesia) bagaikan tamparan bagi orang-orang normal, yang suka mengeluh atau menghabis-habiskan waktu dengan kegiatan yang tak bermanfaat.
Pria kelahiran Pekanbaru, Riau, 27 Juli 1992 ini adalah salah satu penyandang disabilitas fisik yang tak mau menyerah pada keadaannya.
"Apapun kerja yang halal, akan saya lakukan. Yang penting bisa makan," ucapnya.
Sembari duduk di rerumputan hijau, samping trotoar Telaga Kahuripan, Parung Bogor, pria tamatan sekolah dasar ini menantikan pembeli.
Ia menjual aneka ragam minuman serta kopi di sepeda motornya yang telah dimodifikasi agar bisa memuat barang dagangannya, layaknya seperti meja tempat saji. Dan tentunya cara menukar gigi yang menggunakan tangan kirinya.
Tampak Anwar mengenakan jaket lengan panjang, berwarna merah, dengan warna lengan hitam berbalut garis-garis putih. Pada bagian belakang jaketnya, tampak tulisan Indonesia, tak lupa, ia juga mengenakan topi berwarna hitam.
Saat pembeli tiba, dengan sigap Anwar mengangat tongkat kruknya dan menaruhnya di bawah ketiak kiri dan berjalan.
Dengan lincah ia menyajikan pesanan pembeli, mulai dari mengambil gelas plastik, memasukkan air beserta minuman yang dipesan, serta mencampurkan es sesuai pesanan pembeli.
Harga minumannya beraneka ragam. Minuman yang diberikan es dijual Rp.5000, dan jika hanya kopi tanpa es, dijual Rp.3000.
"Setiap hari Minggu saya berkeliling menjajakan minuman, kadang ke Bogor, Cinere atau Ciputat, sambil mencari-cari lokasi yang pas (ramai)," ujar pria yang tinggal di Parung, Bogor ini.
Namun, tak mudah menjalani usaha yang baru dijalaninya selama 2 minggu ini.
Beberapa kali dirinya diusir oleh pedagang lain, bahkan oleh satpam.
"Kadang dihampiri pedagang kopi lainnya, ditanya 'mengapa kamu jualan disini?, kamu tidak melihat saya jualan disana?, asal kamu tau, saya bayar lapak disini'. Jika ketemu satpam, biasanya diusir karena dianggap buat macet," kenangnya.
Saat berjualan, pria berusia 28 tahun ini pun menceritakan dirinya tak mengalami kesulitan meski melangkah menggunakan tongkat kruk.
Kekurangan fisik pun bukanlah menjadi hambatan dirinya mencari nafkah.
"Saya justru bersyukur, di masa sulit ini saya bisa bekerja. Saya mulai jam delapan hingga jam empat sore, lalu pulang. Nanti saya akan jualan lagi pukul tujuh malam hingga tengah sembilan malam," paparnya.
Menurutnya, dirinya hanya butuh lokasi yang tepat agar dagangannya laris.
Saat ini, hanya dua atau empat pembeli pun sudah ia syukuri.
Ia percaya pada namanya proses. Tak ada kata membuang-buang waktu baginya. Meski jualan minuman ringan adalah pekerjaan sampingannya, namun ia tetap menekuninya dengan baik