Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Majid
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Rully Nere, sosok legenda sepakbola Indonesia yang namanya gemilang di era 1980 an baik saat di klub maupun memperkuat Timnas Indonesia.
Setelah pensiun menjadi pesepakbola, Rully Nere tetap berkecimpung di dunia sepakbola. Pria kelahiran Papua 63 tahun silam itu giliran fokus menjadi pelatih sepakbola.
Baca juga: Rully Nere: Jebolan Gala Siswa Indonesia Bisa Saja Bergabung Ke Timnas Indonesia U-16
Rully Nere tercatat pernah menjadi pelatih Persiba Balikpapan, PSPS Pekanbaru, Persinga Ngawi, Pro Titan FC, Timnas U-20 dan terakhir Timnas Indonesia Wanita.
Di tahun ini peran dirinya sebagai pelatih kepala Timnas Wanita digantikan dengan juniornya Rudy Eka.
Ia percaya Rudy Eka bisa membenahi sepakbola wanita seperti dirinya yang sangat peduli pada perkembangan sepakbola wanita.
“Saya lihat dia orangnya pekerja keras dan baik. Saya siap membantu dia juga untuk kemajuan sepakbola wanita Indonesia,” kata Rully Nere saat dihubungi Tribunnews, Senin (25/1/2021).
Baca juga: Asnawi Mangkualam Jadi Pemain ke-5 Alumni Timnas U-19 Era Indra Sjafri yang Berkarier di Luar Negeri
Setelah tak lagi menjadi pelatih Timnas Wanita, Rully Nere mengatakan dirinya kini ingin menikmati hidup dengan cara kumpul bersama teman-temannya dan sesekali main bola bersama.
Tak hanya itu, Rully juga kerap berdiskusi tentang perkembangan sepakbola dengan Direktur Teknik PSSI, Indra Sjafri, Ketua APSSI Yeyen Tumena dan Danurwindo
"Sekarang ya tidak ngapa-ngapain dulu tapi masih suka kumpul-kumpul sama teman-teman yang lain, main bola juga jaga kondisi. Saya juga masih komunikasi dengan orang-orang PSSI, coach Indra Sjafri, Yeyen Tumena, Danurwindo," kata Rully.
“Selain itu saya juga masih sering komunikasi sama orang-orang PSSI, kaya coach Indra Sjafri, Yeyen Tumena, Danurwindo juga,” pungkasnya.
Analisis Kompetisi Sepakbola Indonesia
Seusai tak lagi berkecimpung di dunia sepakbola secara real, Rully juga diam-diam turut menyoroti nasib kompetisi sepakbola Indonesia yang hingga kini belum ada kepastian.
Menurutnya, mandeknya kompetisi sangat berdampak kepada seluruh pelaku sepakbola. Bukan cuma pemain dan pelatih tapi juga para pedagang kecil yang biasa berjualan di depan Stadion.
Untuk itu ia pun meminta kepada seluruh jajaran baik dalam hal ini PSSI, PT LIB dengan pemerintah duduk bersama melihat secara luas dampak dari berhentinya kompetisi.
“Yang bergantung dengan kompetisi sepakbola bukan cuma pemain dan pelatih, di luar sana ada pedagang yang jual kaos bola, jual makanan minuman, terus orang-orang yang kerja di klub. Jadi saya harap bisa mulai lagi, ekonomi buat mereka juga pulih lagi,” kata Rully.
“Kompetisi tidak ada, latihan saja juga tidak bisa makanya ini harus dipikirkan semua jajaran. Insan olahraga dan pemerintah harus duduk bersama mencari solusi terbaik bagi kompetisi kita,” pungkasnya.
Rully menyadari sepakbola kini bukan lagi sekadar kompetisi olahraga biasa, tapi sudah menjadi industri.
Ia berharap klub-klub Indonesia ke depan bisa meniru klub-klub luar negeri yang bisa mengelolanya secara mandiri. Sehingga apabila ada kondisi seperti ini – terhentinya kompetisi karena pandemi Covid-19, klub-klub bisa tetap bertahan.
“Sepakbola sekarang sudah jadi industri, di negara lain bisa tetap main kenapa di negara kita tidak bisa?”, kata Rully Nere.
“Kita tahu di sana hampir semua klub-klubnya itu bisa mandiri sendiri, mereka betul-betul profesional, mereka punya usia muda. Di samping itu mereka punya lapangan sendiri-sendiri, itu yang penting sekali. Kalau kita klub tidak punya lapangan, semuanya punya pemerintah. Makanya kalau pemerintah sudah tak kasih izin jadi ya mau gimana lagi, lapangan kan punya mereka,”
“Saya berharap klub-klub Indonesia ke depan bisa memanfaatkan industri sepakbola ini dengan baik, sehingga jadi klub-klub sepakbola profesional yang mempunyai fasilitas pribadi,” jelasnya.