Laporan Reporter WARTAKOTALIVE.COM, Rafsanzani Simanjorang
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Momen 2018 lalu, momen yang tak terlupakan oleh Wiganda Saputra, asisten pelatih Persita Tangerang saat ini.
Kala itu, Persita bermain di Liga 2 Indonesia dan Wiganda dipercaya menjadi pelatih Persita menggantikan Elly Idris.
Pertama kali latih tim senior, Wiganda terbilang sukses kala membawa Persita hingga babak semifinal.
Gagal lolos ke final, Persita mau tidak mau menjalani partai hidup mati melawan Kalteng Putra, untuk merebutkan posisi tiga, sebagai jatah terakhir promosi ke Liga 1 Indonesia.
Partai yang dihelat di Stadion Pakansari, Desember 2018 lalu ini, Persita harus menerima kenyataan pahit, gagal lolos setelah kalah 0-2 dari Kalteng Putra.
Namun, kisah memilukannya bukanlah disitu.
Sebelum laga dihelat, telah banyak isu yang menyatakan Kalteng Putra lah yang akan lolos, hingga keputusan wasit yang dianggap berat sebelah.
Sialnya lagi bagi Wiganda, dirinya tak dapat memainkan dua pilar utamanya, Egy Melgiansyah dan Ade Jantra sejak babak pertama di laga itu.
Padahal keduanya adalah pemain andalan di laga-laga sebelumnya.
Alhasil, tidak adanya jendral lini tengah, Persita kebobolan dua gol di paruh pertama.
Meski akhirnya memainkan Egy di babak kedua, Persita tak mampu mengejar ketertinggalan dan akhirnya kalah.
Kekalahan itu membuat Wiganda diserang oleh netizen di masa itu.
Dirinya dituduh sengaja mengalah dengan imbalan menerima dana Rp.200 juta dari Kalteng Putra.
Dasar tuduhan yang dialamatkan kepadanya adalah sengaja tidak memainkan Egy dan Ade sejak babak pertama.
"Itu pahit sekali. Saya sempat dituduh sengaja mengalah dan menerima uang karena mencadangkan Egy dan Ade di laga itu. Rasanya sakit sekali. Bagaimana Persita saya bawa dari zona bawah hingga babak semifinal, tetapi dituduh seperti itu. Tapi itulah resiko yang harus saya alami ketika melatih, ketika kalah menerima hujatan," ucapnya.
Lantas, ia pun membagikan kisah rahasianya yang tak diungkapkan ke publik di laga itu.
Kisah sebelum laga krusial itu, hanya internal tim yang tahu.
"Sebelum laga itu, Egy dan Ade diinfokan oleh dokter tim dalam kondisi tidak fit dan tidak bisa main. Padahal mereka saya harapkan fit di laga penentuan itu, dan saya sempat frustasi, karena tak bisa memainkan mereka. Tak mungkin saya paksakan pemain yang divonis dokter tim tidak fit di laga penting. Saya dan rekan yang lain tak bisa ambil resiko," ungkapnya.
Sedihnya lagi, Persita di masa itu yang masih masa menuju tim profesional masih mengandalkan dokter umum.
Vonis dokter itulah yang menjadi acuannya dalam menyiapkan line up pemain.
Saat laga, Persita tertinggal 0-2 dari babak pertama. Wiganda tak ada pilihan selain mengambil resiko memainkan Egy di babak kedua, meski divonis dokter tidak fit.
Anehnya, Wiganda menyadari tidak ada masalah serius pada Egy. Egy justru tampil optimal.
Kenyataan yang sulit untuk ia terima, karena Egy sebenarnya layak dimainkan sejak babak pertama.
Namun, acuannya di awal soal vonis dokter membuatnya hanya bisa menarik nafas menyaksikan kenyataan yang ada di depan mata.
"Mungkin jika dokternya dulu dokter olahraga, hal itu tidak terjadi. Tapi itu telah berlalu. Saat itu, orang-orang hanya tahu bahwa Persita butuh sosok Egy dan Ade, kami pun tahu akan itu, tapi mereka tidak tahu apa yang terjadi di dalam tim. Mereka tidak tahu soal kondisi pemain. Itulah yang terjadi," terangnya.
Skor tak berubah, Persita gagal lolos, Wiganda pun dihujat.
Meski pada akhirnya, netizen sadar.
Wiganda sama sekali tidak sengaja mengalah di laga itu. Itulah tugas seorang pelatih untuk mempersiapkan pemain yang benar-benar fit di setiap laga.
"Saya juga memahami kemarahan, hujatan mereka adalah karena kecintaan mereka dengan tim ini. Namun, masalah itu memang tak saya jelaskan kepada fans dulu. Meski sakit, tapi saya tidak dendam kepada mereka. Toh akhirnya juga mereka tahu kebenarannya, bahwa saya tidak sengaja kalah di laga itu," tutupnya.