Laporan Reporter WARTAKOTALIVE.COM, Rafsanzani Simanjorang
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Peri Sandria adalah mantan legenda timnas sepak bola Indonesia.
Pria kelahiran Binjai, Sumatera Utara tahun 1969 ini, masih menjadi striker lokal pencetak gol terbanyak di Liga Indonesia, dengan torehan 34 golnya.
Rekor itu ia catatkan di era 1994-1995.
Sebelum menjadi legenda sepak bola di Indonesia, bagaimanakah masa kecil Peri Sandria?
"Saya ini hanya seorang anak desa, anak perkebunan. Usia 10 tahun, saya mulai belajar bermain bola, tanpa sepatu (nyeker) Tak seperti saat ini ya, di SSB sudah pakai sepatu. Saya dulu main kaki ayam bersama teman-teman di sekolah," ujarnya belum lama ini.
Menggeluti sepak bola bukanlah hal mudah. Peri Sandria sempat dilarang orang tuanya.
Bahkan sepak bola dianggap orangtuanya membahayakan dirinya, karena bisa menyebabkan cidera kaki.
"Tapi saya orangnya bandal, ngeyel juga jadi saya tetap main bola. Bahkan dulu saya punya kambing, setelah beternak kambing, saya langsung main bola hingga pukul 19.00 WIB, dan dicariin orangtua," tambahnya.
Masuk ke jenjang SMP, barulah dirinya mengenakan sepatu bola. Uniknya, ia meminta dibelikan sepatu bola secara diam-diam.
Sejak kelas 1 SMP, Peri Sandria menanamkan tekad akan menjadi pemain profesional.
"Saya geluti. Bahkan saat itu saya ikut klb lokal, bernama Tandem Putra. Itu klub perkebunan. Saya tergabung sebagai junior. Lewat laga itu saya dilirik tim Galakarya, dan dimasukin ke tim senior. Saya diminta agar tidak minder karena saya paling muda," kenangnya.
Dari Galakarya, ia dilirik oleh Eddy Simon untuk bergabung dengan klub Medan, dengan syarat Peri Sandri harus ikut turnamen Soeratin terlebih dulu.
Peri Sandria pun ikut PSKD Binjai di Piala Soeratin dan dipantau.
"Tahun 1984 pun saya gabung klub Medan selama satu tahun setengah. Dari klub Medan, saya terpilih bersama Sudirman masuk di Diklat Ragunan. Disanalah baru saya mengalami proses seleksi yang benar-benar ketat," ungkapnya.
Tiga tahun di Ragunan, banyak pengalaman yang ia peroleh dan berguna baginya untuk bermain di era Galatama.
Saat di Ragunan, Peri Sandria sering bermain di turnamen-turnamen di luar negeri dalam kategori level pelajar.
Modal itu pun memberikan dirinya kepercayaan diri.
"Saya masuk di diklat Ragunan itu sangat ditempa. Pelatihnya dari Jerman. Saha belajar banyak, kerja keras, latihan berat. Sebelum jadi pemain profesional, saya ditempa baik fisik maupun mental. Jadi tiga tahun disana, saya benar-benar tertempa terutama fisik. Dalam hati, saya kan ingin jadi pemain nasional, ini harus saya lewati demi karier saya. Tidak ada kata menyerah," terangnya.
Saat bergabung di Ragunan, Peri Sandria mengungkapkan dirinya telah dilirik oleh klub-klub era Galatama.
Tahun 1988'an, dirinya sempat ditawari masuk ke PKT Bontang. Hanya saja karena kondisi klub yang jauh di Kalimantan, Peri Sandria batal memperkuat PKT.
Tak lama berselang, ia justru ditaksir tim Krama Yudha. Bahkan di tim tersebut banyak pemain asal Medan.
"Saya akhirnya memilih Krama Yudha karena di dalamnya banyak pemain bagus, dan saya berniat curi ilmu mereka demi bekal masuk timnas. Mereka pemain panutan juga. Saya disana tahun 1989-1991. Itu tim semi profesional pertama saya," terangnya.
Sebagai striker Krama Yudha, Peri Sandria bersaing dengan Bambang Nurdiansyah dan beberapa striker berlabel timnas lainnya sebagai pembobol tersadis di depan gawang era Galatama.
Hebatnya lagi, lewat permainan apik di Krama Yudha, Peri Sandria mampu menembus timnas Indonesia tahun 1990.
Namun, tahun 1991 timnya dibubarkan. Ia pun bergabung ke Assyabaab Surabaya.
"Kami diminta beberapa pemain untuk mengangkat prestasi tim. Kami masuk sekira sembilan pemain dan membawa tim ke peringkat 1 wilayah timur. Saya di tim sampai tahun 1993," ucapnya.
Usai membela Assyabaab Surabaya, Peri Sandria pindah ke Putra Samarinda, hanya tidak sampai satu musim.
Meninggalkan Putra Samarinda, Peri Sandria ditawari oleh tim Bandung Raya.
"Di Bandung Raya peringkat tim awalnya masih dibawah. Saat itu Galatama dan Perserikatan digabung dan menjadi liga Dunhill. Kami pun banyak merekrut pemain," terangnya.
Tahun 1994-1995, musim pertamanya di Bandung Raya, Peri Sandria mencatatkan rekor pencetak gol terbanyak di liga, yakni 34 gol.
Ia pun menjadi top skor di klub, dan membawa Bandung Raya ke delapan besar.
Saat ini, rekor tersebut belum bisa dilalui oleh striker lokal Indonesia.
Rekornya hanya dilewati oleh striker asing yang pernah bermain dengan Bali United Slyvano Comvalius dengan torehan 37 gol di Liga Indonesia musim 2017 lalu.