TRIBUNNEWS.COM - Manchester United harus merelakan Villarreal sebagai juara final Liga Eropa, Kamis (27/5/2021).
Manchester United mesti mengakui keunggulan Villarreal di babak adu penalti dalam final Liga Eropa.
Bermain imbang 1-1 di waktu normal, The Red Devil menyerah 11-10 di adu tos-tosan, setelah David de Gea sebagai eksekutor terakhir gagal menjalankannya tugasnya.
Namun, skenario akan berbeda jika Bruno Fernandes selaku kapten Manchester United, mengubah keputusannya saat adu tos koin jelang adu penalti.
Baca juga: PREDIKSI Final Liga Champions, Owen Jagokan Manchester City & Sneijder Dukung Chelsea jadi Juara
Baca juga: Bukti Betapa Buruknya Man United Soal Adu Penalti, Cuma Bisa Menang Lawan Tim Kelas Teri
Dalam adu penalti antara Manchester United dan Villareal, kapten kedua tim akan beradu tos koin untuk menentukan eksekutor pertama.
Bruno Fernandes sejatinya memenangi tos koin tersebut, namun alih-alih meminta menjadi eksekutor pertama, Bruno memilih menyerahkan eksekutor pertama kepada Villarreal.
Ini adalah kesalahan yang mengubah jalannya pertandingan bagi Manchester United.
Nampak sederhana, namun dalam adu penalti, menjadi penendang pertama adalah kunci.
Membahas statistik tendangan penalti tidak akan lepas dari sang Professor Penalti, Ignacio Palacios-Huerta.
Pria asli Basque yang menjadi dosen di London School of Economics ini sudah mempelajari tendangan penalti secara intens sejak 2003.
Menurutnya eksekutor penalti selalu punya polanya masing-masing dan itu bisa dipelajari.
Dalam bukunya, Soccernomics, Palacios-Huerta memiliki teori, mengeksekusi penalti lebih dulu akan memperbesar kemungkinan sebuah tim untuk keluar sebagai pemenang prosentasenya pun cukup besar 96 persen.
Dan apabila eksekusi pertama penalti gagal, maka peluang untuk keluar sebagai pemenang akan turun menjadi 76 persen.
Ini menjadi kesalahan terbesar Bruno Fernandes ketika pemain asal Potugal ini menyerahkan eksekusi pertama ke Villarreal.
Ditambah lagi, De Gea bukanlah sosok yang dikenal lihai dalam menyelamatkan penalti, atau menghadapi adu tendangan penalti.
Terakhir kali David de Gea menyelamatkan eksekusi penalti, adalah di ajang Piala FA Tahun 2016, yang mana saat itu de Gea menghentikan sepakan penalti Romelu Lukaku.
De Gea sejatinya sudah mempersiapkan diri untuk eksekusi penalti, bahkan memiliki contekan di balik handuknya mengenai arah eksekusi penalti pemain Villarreal, namun gagal.
Samuel Luckhurst dari Manchester Evening News, bahkan menyebut, angka penyelamatan penalti de Gea adalah yang rendah di Liga Inggris.
Sedangkan Dean Henderson memiliki statistik lebih baik dalam penalti, musim lalu ia menghentikan 2 dari 4 penalti yang dihadapi Sheffield United.
Salah satunya adalah sepakan Gabriel Jesus dalam laga menghadapi Manchester City.
Penyesalan untuk tidak menjadi eksekutor pertama juga diungkapkan oleh pelatih Setan Merah, Ole Gunnar Solskjaer.
"Saya tidak bertanya kepada Bruno siapa yang memenangkan undian," tambah Solskjaer.
"Saya membiarkan dia melanjutkannya, kami memiliki pengambil penalti dengan keyakinan, kami membuat beberapa perubahan untuk mendapatkan mereka dan mengambil penalti.
"Hanya tidak bisa menghentikan mereka mencetak gol." ujar Solskjaer.
Teori menjadi penendang pertama ini diterapkan dalam Final Liga Champions 2008 antara Chelsea menghadapi Manchester United.
Palacios-Huerta saat itu direkrut secara khusus oleh Chelsea untuk mengantisipasi adanya babak adu penalti di laga yang digelar di Rusia tersebut.
Chelsea kalah tos koin kala itu, dan John Terry berusaha untuk mempengaruhi Ferdinand untuk memberikan peluang eksekusi penalti pertama kepada Chelsea.
Namun, Ferdinand yang awalnya tidak yakin memutuskan mengambil giliran pertama bagi United.
Manchester United akhirnya keluar sebagai juara, semenjak itu, teori tersebut telah diaplikasikan dalam sejumlah adu penalti dalam semua ajang.
Rio Ferdinand salahkan taktik Solskjaer
Legenda Manchester United, Rio Ferdinand memberikan komentar terhadap kegagalan mantan timnya di Final Liga Eropa.
Skuad Manchester United gagal memberikan trofi perdana untuk Ole Gunnar Solskjaer setelah kalah di Final Liga Eropa lewat adu penalti atas wakil Spanyol Villarreal, Kamis (27/5/2021) dini hari.
Manchester United harus melakoni babak adu penalti dengan Villarreal lantaran selama 90 menit pertandingan bermain imbang 1-1.
Berlangsung di Stadion Energa GDANSK, Villarreal mengamankan paruh pertama dengan leading satu gol berkat gol Gerrard Moreni di menit 29.
Baca juga: Bukti Betapa Buruknya Man United Soal Adu Penalti, Cuma Bisa Menang Lawan Tim Kelas Teri
Baca juga: Profil Geronimo Rulli - Kiper yang Gagalkan Man United Raih Trofi Liga Eropa, Ternyata eks Man City
MU pun baru bisa menyamakan kedudukan selepas turun minum melalui Edinson Cavani di menit 55.
Gol Cavani sendiri menjadi penutup jalannya 90 menit pertandingan dan tambahan extra time 2x15 menit.
Alhasil Final Liga Eropa harus dilanjutkan dengan babak adu penalti untuk mencari siapa pemenangnya.
Dalam babak adu penalti, semua pemain Villarreal meliputi sang kiper sanggup menjalankan tugasnya mengeksekusi bola.
Namun dari kubu Setan Merah harus gagal di penendang terakhir yakni David De Gea.
Gagalnya De Gea mengeksekusi penalti membuat Villarreal meraih gelar Liga Eropa dengan keunggulan skor penalti 11-10.
Menurut Rio Ferdinand, mantan timnya Manchester United memainkan taktikal lebih buruk dibanding sang lawan Villarreal yang diarsiteki Unai Emery.
Baca juga: Man United Memanas, Ini Momen Edinson Cavani Marah-Marah Balas Bentakan Solskjaer
Hal itu terlihat dalam pengambilan keputusan Solskjaer yang baru melakukan pergantian pemain sebelum extra time pertama dimulai.
Pelatih asal Norwegia tersebut tetap menggunakan 11 pemain pilihannya selama 90 menit pertandingan.
Solskjaer baru memasukan pemain pertama yakni Fred untuk menggantikan Mason Greenwood di menit 100.
Kemudian Axel Tuanzebe dan Daniel James menggantikan Eric Bailly dengan Paul Pogba menit 116.
Yang terakhir adalah Alex Telles bersama Juan Mata menggantikan Scott McTominay dan Aaron Wan-Bissaka.
"Manchester United mengandalkan individu sepanjang musim untuk mendapatkan kartu truf, di saat-saat kritis dalam pertandingan," kata Rio Ferdinand kepada BT Sport.
"Bruno adalah orang yang mereka andalkan, Cavani, kadang-kadang Mason, Marcus, tetapi hari ini mereka tidak pernah berhasil.
"Di sepertiga akhir, mereka tidak mengambil cukup peluang, mereka tidak cukup mengambil risiko, imajinasi taktikal tidak ada di sana dan kreatifitas." terang Ferdinand.
"Tidak terlalu banyak kesempatan di mana Anda dapat mengatakan itu, bahwa salah satu dari mereka belum melangkah dan menghasilkan.
"Mereka memiliki peluang setelah Cavani mencetak gol dan Anda pikir mereka memiliki momentum dan akan terus maju dan mengambil permainan tapi ternyata tidak." cibirnya.
"Tidak terlalu banyak kesempatan di mana Anda dapat mengatakan itu, bahwa salah satu dari mereka belum melangkah dan menghasilkan. Mereka memiliki mantra setelah Cavani mencetak gol dan Anda pikir mereka memiliki momentum dan akan terus maju dan mengambil permainan. di tengkuk, tapi ternyata tidak.
“Secara taktis saya pikir Unai Emery tepat. Cavani tumbuh subur dengan ruang di belakang para pemain bertahan, tetapi mereka sama sekali tidak memberikan ruang di belakang hari ini. Bruno dibatalkan, ditutup setiap saat."
Legenda Manchester United yang berposisi sebagai bek tengah ini menilai Setan Merah sangat minim dalam hal kreatifitas disaat pergerakan pemainnya terisolasi.
Seperti terjadi pada Bruno Fernandes yang berhasil dijaga ketat oleh para pemain Villarreal.
Bahkan Greenwood dan Rashford juga gagal memberikan akselerasi-akselerasi berbahayanya.
"Tidak ada ruang bagi orang-orang seperti Mason Greenwood, Marcus Rashford untuk mengikuti pergerakan dan antisipasi mereka.
"Itu tidak pernah ada hari ini. Anda harus memberi penghargaan kepada Unai Emery untuk itu, karena secara taktis dia tepat sasaran." pungkas Ferdinand.
(Tribunnews.com/Gigih/Ipunk)
Ikuti Berita Final Liga Eropa dan Manchester United Lainnya