TRIBUNNEWS.COM - Maurizio Sarri tidak bercanda ketika ditanya wartawan pada 2015, siapa yang menjadi kandidat juara Ballon d'Or.
Dengan mimik muka serius, Sarri menjawab dengan lantang satu nama yang membuat orang terkejut : Jorginho.
Namun, Sarri juga memberikan syarat agar Jorginho bisa meraih Ballon d'Or, ia harus menjadi juara Euro atau Piala Dunia bersama Italia.
Baca juga: Italia ke Final Euro 2021, Keberanian Bermain Menyerang, Taktik Roberto Mancini & Filosofi CARPI
Baca juga: Bawa Inggris ke Final Euro 2021, Declan Rice dan Jack Grealish Adalah Pengkhianat Sukses Irlandia
Mungkin 6 tahun lalu, semua tertawa mengenai jawaban Maurizio Sarri, namun di Euro 2021, Jorginho adalah pahlawan Italia untuk menjadi juara di Final Euro 2021.
Setelah membawa Chelsea menjadi juara Liga Champions dengan menumbangkan Chelsea di Porto, Jorginho menjadi penguasa ruang lini tengah Italia di Euro 2021.
Di laga menghadapi Belgia, Italia melepaskan 72 umpan dalam satu pertandingan, dengan akurasi 98,6 persen, catatan ini hanya kalah dari rekannya di lini tengah, Marco Veratti.
Jorginho atau Jorge Luiz Frello Filho adalah seorang Oriundo, lahir di Santa Catarina, Brasil, ia pindah ke Italia di usia 15 tahun.
Ia kemudian mendapatkan Kewarganegaraan Italia karena sang kakek, merupakan orang Veneto, Italia.
Meskipun lahir di Brasil dan besar di Italia, Jorginho justru mengidolai bintang Rumania, Gheorge Hagi, maka tak heran, julukan Haginho melekat padanya.
Jorginho adalah gelandang serba bisa dengan kemampuan komplit.
Ia memiliki peran berbeda di Chelsea dan Italia, dan keduanya dijalankan pria berusia 29 tahun ini sama baiknya.
Jika di Chelsea, Jorginho diminta untuk memiliki kemampuan bertahan, di Italia, ia harus memiliki cara kreatif, dan harus turut membantu serangan.
Di bawah taktik Roberto Mancini, Jorginho memiliki kecerdasan membagi bola, ia juga memanipulasi ruang, untuk membantu Locatelli atau Veratti dalam transisi baik bertahan ke menyerang atau sebaliknya.
Melihat secara statistik, Jorginho lebih mencengangkan lagi.
Ia mencatatkan rata-rata dribbel yang berujung shoots on target bagi Italia sebanyak 2,62 per 90 menit, ia juga berkontribusi vital di lini tengah dan juga tidak segan bermain melebar.
Namun, menghadapi Spanyol, Jorginho mengubah cara bermainnya dengan sedikit lebih bertahan.
Dengan Spanyol yang bermain lebih menguasai bola, Jorginho bermain sedikit lebih bertahan, dengan menjaga kedalaman dan membantu memperlambat transisi Spanyol.
Di laga tersebut, Jorginho melakukan 8 intersep, catatan ini adalah yang terbanyak bagi semua pemain Italia dalam 4 turnamen besar (Piala Dunia 2010, 2014 dan Euro 2012 dan 2016).
Hasilnya, sukses, Sergio Busquets kesulitan melepaskan umpan matang, Pedri tidak bisa melakukan akselerasi cepat dan bahkan Mikel Oyarzabal yang eksplosif gagal mengembangkan permainannya.
Baca juga: Bryan Cristante Pahlawan Terlupakan Italia di Final Euro 2021, Dibuang AC Milan, Andalan di AS Roma
Namun, tidak ada yang melupakan wajah komikal Jorginho ketika mengeksekusi penalti di babak adu tos-tosan.
Eksekusinya memang tenang, namun beberapa saat sebelumnya, tertangkap kamera betapa tegang wajah sang pemain.
“Pada saat itu, saya mencoba untuk melupakan apa yang terjadi di sekitar saya, untuk melakukan apa yang telah saya latih,” katanya Jorginho.
“Saya menarik napas seperti yang saya lakukan untuk lebih fokus dan kemudian saya melakukan apa yang harus saya lakukan.”
Dan akhirnya Jorginho menjadi juara Euro 2021, Ballon d'Or adalah sesuatu yang sangat layak didapatkannya, apalagi dengan gelar Liga Champions yang diraihnya bersama Chelsea.
Baik di Chelsea dan Italia, Jorginho memiliki peran vital dan sangat layak menjadi pemain terbaik dunia sesuai dengan perkiraan Sarri.
(Tribunnews.com/Gigih)