TRIBUNNEWS.COM - Pelatih legendaris AC Milan, Arrigo Sacchi menyoroti bagaimana Inggris kecele dengan taktik Catenaccio milik Italia.
Euforia keberhasilan Italia menjuarai Euro 2021 masih terasa hingga saat ini.
Berbagai komentar terus bermunculan, termasuk dari eks Allenatore AC Milan, Arrigo Sacchi.
Italia sukses meraih trofi Euro 2020 usai mengalahkan Inggris pada laga final melalui drama adu penalti.
Baca juga: Olivier Giroud Segera Tiba di Italia, Siap Bergabung dengan AC Milan Dalam Kontrak Dua Tahun
Baca juga: Tugas Dobel Massimiliano Allegri, Pulihkan Identitas Juventus dan Semangat Grinta Italia
Arrigo Sacchi berpendapat bahwa Inggris mencoba meniru dan memperagakan permainan Catenaccio saat melawan Gli Azzurri.
Dia sudah menduga itu dengan melihat line-up Inggris yang memainkan Keiran Trippier alih-alih memasang Bukayo Saka.
Pelatih yang disebut sebagai Allenatore terbaik yang pernah membesut AC Milan itu mengaku heran dengan taktik yang digunakan Southgate.
Sebab, setelah unggul cepat, Inggris justru memilih bertahan.
Keputusan itu kemudian membuat Italia mendapat momen untuk mengendalikan laga.
"Inggris meniru kami: mereka mencetak satu gol lantas semua pemain bertahan, seperti tim-tim yang masih sangat percaya pada Rappan, yang menciptakan Catenaccio abad lalu," kata Arrigo Sacchi seperti yang dikutip dari laman Football Italia.
"Mungkin Southgate berpikir bahwa dia bermain melawan tim Italia yang hanya tahu bagaimana cara bertahan dan melakukan serangan balik."
"Memainkan seorang pemain belakang, Keiran Trippier dibandingkan Bukayo Saka, sudah mengungkap banyak mengenai taktik Southgate, karena ternyata dia tak tahu banyak mengenai ide dari koleganya, Roberto Mancini."
"Kami takut Inggris akan mencoba untuk meniru performa dari Austria dan Spanyol, berdasar pada pressing, yang sudah menyebabkan masalah untuk Azzurri," kata dia
Catenaccio memang strategi untuk memperkuat lini pertahanan.
Namun mengatakan ini adalah strategi yang hanya melulu soal menjegal lawan agar tak mencetak gol pun tidak dapat dikatakan sepenuhnya tepat.
Pada dasarnya, semua strategi dalam sepakbola diciptakan untuk meraih kemenangan. Dan itu tidak bisa dicapai jika tanpa gol.
Jadi, menggunakan logika sederhana, setinggi apapun porsi pertahanan pada sebuah tim, pasti mereka juga memiliki rencana untuk menyerang.
Demikian juga dengan bertahan. Memasang grendel bukan sekadar memperbanyak orang pada daerah pertahanan.
Secara garis besar dapat dikatakan, Catenaccio bukan sekedar menumpuk 11 pemain di area pertahanan.
Inggris mencoba menerapkan taktik tersebut. Sayang, mereka menghadapi pemilik asli akan paham permainan tersebut, yakni Italia.
Catenaccio adalah identitas asli Italia yang tidak bisa dengan mudah ditiru oleh tim manapun.
(Tribunnews.com/Giri)