News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Liga Inggris

Moneyball, Kebijakan Liverpool di Bursa Transfer, Kunci Juara Liga Inggris dan Liga Champions

Penulis: Gigih
Editor: Muhammad Nursina Rasyidin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penjaga gawang Liverpool asal Brazil, Alisson Becker (2L) merayakan gol kedua timnya dengan gelandang Liverpool asal Brazil Roberto Firmino (kanan) selama pertandingan sepak bola Liga Premier Inggris antara West Bromwich Albion dan Liverpool di stadion The Hawthorns di West Bromwich, Inggris tengah, pada 16 Mei , 2021/Moneyball ala Michael Edwards dan John W. Henry adalah kunci Liverpool di bursa transfer dan meraih gelar juara Liga Inggris dan Liga Champions Laurence Griffiths / POOL / AFP

TRIBUNNEWS.COM - Terry Francona tidak bisa menahan mimik muka bahagia, Curt Schilling hanya bisa diam, dan David Ortiz melempar tongkatnya ke udara.

Boston Red Sox, menang American League setelah membalikkan keadaan dari tertinggal 0-3 menjadi menang 4-3.

Dan hingga saat ini, hanya Red Sox yang bisa melakukan hal ini sepanjang sejarah.

Rekor ini tidak memang dirayakan, tetapi semua pendukung Red Sox tahu, bahwa ini bukan akhir.

Red Sox harus memecahkan kutukan 86 tahun, atau yang dikenal dengan Curse of Bambino, dengan mengalahkan St Louis Cardinals.

Di luar dugaan Red Sox menyapu bersih dengan 4 kemenangan dan membawa pulang gelar World Series, sekaligus mengakhiri kutukan yang sudah sejak lama dihapuskan.

Narasi serupa terjadi di Liverpool.

Liverpool sangat haus gelar juara Liga Inggris, terakhir mereka merengkuhnya 29 tahun lalu.

Gelandang Inggris Liverpool Jordan Henderson (tengah) mengangkat trofi Liga Premier bersama rekan-rekan setimnya selama presentasi menyusul pertandingan sepak bola Liga Primer Inggris antara Liverpool dan Chelsea di Anfield di Liverpool, Inggris barat laut pada 22 Juli 2020. Liverpool pada Rabu diangkat trofi Liga Premier di tribun Kop yang terkenal di Anfield setelah pertandingan kandang terakhir mereka musim ini. (PHIL NOBLE / POOL / AFP)

Baca juga: Update Transfer Liga Inggris Hari Ini: Spurs Dapatkan Bryan Gil, Varane Ikuti Jejak Sancho ke MU

Baca juga: Liga Inggris: Berhasil Segel Kontrak Son Heung-Min, Tugas Spurs Jauh dari Kata Selesai

Gelar juara Liga Champions di musim sebelumnya pun tidak membuat The Kop puas, juara Liga Inggris adalah harga mati yang harus didapatkan.

Dan 2019/2020 menjadi musim yang sangat indah bagi Liverpool, tidak akan pernah dilupakan pendukung The Reds.

Dahaga gelar juara selesai, dan mereka menjadi juara Liga Inggris untuk ke 19 kalinya.

Baik berhentinya kutukan Boston Red Sox atau selesainya puasa gelar juara Liga Inggris Liverpool, bukanlah sesuatu yang kebetulan.

Pengusaha John W. Henry adalah pemilik kedua tim baik Red Sox ataupun Liverpool.

Melalui FSG (Fenway Sports Group) John W. Henry membeli Red Sox tahun 2001, sedangkan ia membeli Liverpool pada 2010.

Strategi Fenway terhadap kedua tim ini sangat jelas, bahwa semua transfer ataupun belanja pemain harus terukur.

Definisi terukur di sini adalah bukan harga mahal menjadi kualitas tetapi kualitas yang menjadikan pemain mahal.

Inilah yang disebut Moneyball.

Moneyball pertama kali digunakan oleh Billy Beane di Oakland Athletics pada 2001.

Kebijakannya sederhana : uang bukan untuk membeli pemain, tetapi untuk membeli gelar juara.

Sehingga, perlu sesuatu yang sistematik, bagaimana kemenangan untuk meraih juara itu harus seusatu yang terukur secara detail dan tergambar di statistik.

Ketika Red Sox menjadi juara, mereka hanya mengeluarkan 750 ribu Dollar per laga, sedangkan Yankees, harus mengeluarkan 2,8 Juta Dollar hanya untuk mencapai final American League.

Dan itu juga terjadi di Liverpool.

Ketika Brendan Rodgers dipecat Liverpool, ada tiga kandidat pengganti.

Adalah Carlo Ancelotti, Jurgen Klopp dan Eddie Howe.

Ancelotti adalah kandidat terkuat pelatih Liverpool selanjutnya sampai datanglah Michael Edwards.

Ia adalah ahli statistik, kunci Klopp menjadi pelatih adalah perhitungannya saat bekerja di Prozone.

Prozone adalah kunci dahsyatnya Portsmouth pada 2005 hingga 2008, Piala FA dipersembahkan Harry Redknamp dan menembus 8 besar di Liga Inggris adalah buktinya.

Padahal nama-nama yang bermain adalah yang dianggap habis atau tidak layak bermain di Liga Inggris, mulai dari Sol Campbell, Nwakno Kanu, Sylvain Distin, Niko Krancjar, John Utaka adalah contoh nama-nama yang dianggap habis.

Selain itu ada Glen Johnson, Lassana Diarra, Asmir Begovic sebagai pemain yang dianggap tidak layak bermain di Liga Inggris.

Dan Klopp memiliki statistik bukan hanya kemenangan, tapi bagaimana menuju kemenangan itu menjadi lebih penting.

Di Dortmund ia punya penguasaan bola, umpan berhasil, Expected Goals bahkan penciptaan peluang per 15 menit yang lebih baik diantara dua kandidat lainnya.

Manajer Liverpool Jerman Jurgen Klopp bereaksi dari pinggir lapangan selama pertandingan sepak bola leg pertama babak 16 besar Liga Champions antara RB Leipzig dan FC Liverpool di Puskas Arena di Budapest pada 16 Februari 2021. (ATTILA KISBENEDEK / AFP)

Baca juga: Bukan Lagi Pemain Barcelona, Nama dan Data Lionel Messi Dihapus dari Laman LaLiga Spanyol

Jadilah Klopp pelatih Liverpool.

Michael Edwards sejatinya sudah bersama Liverpool sejak era Damian Comolli, namun semua transfernya justru berakhir bencana.

Mulai dari Joe Allen, Ricky Lambert, Mario Balotelli, Christian Benteke, Lazar Markovic hingga Fabio Borini adalah contohnya.

Satu-satunya transfer yang berhasil adalah Roberto Firmino dari TSG Hoffenheim.

Ketika Michael Edwards menjadi direktur olahraga Liverpool, ia bekerjasama dengan apik bersama Klopp.

Moneyball dimulai di Liverpool.

Mohamed Salah didatangkan dari AS Roma, ini sempat memancing polemik, pasalnya, Klopp menginginkan Julian Brandt dari Bayer Leverkusen.

Setelahnya Klopp memilih menyerahkan urusan transfer kepada Edwards, gerak cepat langsung dilakukan.

Liverpool mendatangkan Sadio Mane, Gini Wijnaldum, Andy Robertson yang kemudian menjadi kunci juara Liga Champions dan Liga Inggris untuk Liverpool.

Michael Edwards punya perhitungan sangat teliti, ia membagi pemain jadi 4 katergori.

Kategori A sampai D, merupakan cara Edwards membagi pemain, dari yang paling mungkin direkrut (A) hingga yang batal direkrut (D), dan sekali lagi semua dihitung secara statistik.

Ini adalah alasan mengapa rekrutmen Liverpool jarang Flop atau gagal sejauh ini.

Pujian datang dari mahaguru Moneyball, Billy Bean.

“Ini memiliki banyak arti yang berbeda. Asumsi ketika istilah itu digunakan adalah bahwa Anda selalu mencari untuk menghabiskan sesedikit mungkin, yang sebenarnya tidak bisa jauh dari kebenaran,” kata Beane kepada Liverpool Echo.

"Beberapa keputusan bisnis - atau keputusan olahraga - menghabiskan banyak biaya, tetapi itu jauh lebih berharga daripada yang Anda masukkan ke dalamnya.

"Misalnya: Michael Jordan. Apa pun yang dia bayarkan oleh Chicago Bulls, dia bernilai lebih tinggi secara eksponensial.

“Kami pada akhirnya mencoba untuk menemukan aset yang undervalued dan berharap bahwa nilai pemain akan terus meningkat. Tantangan di Oakland adalah bahwa ada banyak keputusan bagus yang menghabiskan banyak uang yang tidak boleh kami buat.

“Di Liverpool, contoh yang bagus adalah Salah. Mereka menghabiskan sekitar 40 juta poundsterling untuknya dari Italia, yang merupakan jumlah uang yang banyak. Pada saat itu, orang-orang berpikir itu terlalu banyak tetapi ternyata, dia jauh lebih berharga daripada mereka. dibayar untuknya.

"Bagi saya, itu adalah contoh yang bagus untuk mengeksploitasi keuntungan data - menghabiskan banyak uang, tetapi mendapatkan nilai yang jauh lebih banyak daripada yang diharapkan orang." tutupnya.

Dan, kini Liverpool mulai bersiap dengan musim baru, regenerasi mulai dilakukan, dan tentu saja Moneyball akan menjadi kunci di bursa transfer bersama Michael Edwards.

(Tribunnews.com/Gigih)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini