TRIBUNNEWS.COM - Chelsea sempat was-was, salah satu pemain terbaik mereka, N'Golo Kante, terancam absen cukup lama karena cidera dan COVID-19 yang menjangkitnya.
Pun dengan Thomas Tuchel yang berharap-harap cemas, hingga akhirnya mendatangkan Saul Niguez sebagai opsi untuk menutupi hilangnya Kante.
Tetapi, bukan Saul yang menjadi pilihan utama, namun pemain berusia 27 tahun, Mateo Kovacic.
Duetnya sangat sentral di lini tengah Chelsea bersama dengan Jorginho, menjadi double pivot dalam skema Tuchel.
Ia juga nyaris tidak tergantikan dan sealu turun menjadi starter untuk The Blues di semua laga.
Sejauh ini, Kovacic bahkan sudah mengumpulan satu gol dan tiga asis untuk Chelsea di Liga Inggris.
Baca juga: Kebangkitan Juventus Bersama Allegri, Andalkan Bernardeschi, Locatelli dan Chiesa, Pujian Del Piero
Baca juga: Kabar Chelsea, Empat Masalah Besar yang Bisa Jegal Thomas Tuchel Musim Ini
Mateo Kovacic memang pemain dengan DNA juara, mentalitasnya terasah sejak muda, maka tidak heran Inter Milan dan Real Madrid sudah pernah diperkuatnya di usia yang belum genap 25 tahun.
Kovacic adalah pemimpin dengan karakter unik, ia sangat pendiam di lapangan, permainannya juga bersih dan jarang bergesekan dengan pemain lawan.
Andrea Stramaccioni, pelatih Inter dari Maret 2012 hingga Mei 2013, masih ingat saat pertama kali melihat Kovacic.
“Marco Branca (mantan direktur olahraga Inter) sedang mempertimbangkan tawaran untuk Sime Vrsaljko dari Dinamo Zagreb dan dia meminta pendapat saya,” katanya kepada The Athletic.
"Saya menontonnya dalam pertandingan Liga Champions melawan Paris Saint-Germain tetapi setelah pertandingan ini, yang dimenangkan PSG 4-0, saya kembali ke direktur olahraga saya jatuh cinta dengan pemain lain ..."
Bahkan dalam kekalahan telak, Kovacic terlalu bagus untuk diabaikan.
“Dia baru berusia 18 tahun,” Stramaccioni menambahkan, “tetapi sejak tanggal itu, saya mendorong presiden saya, Massimo Moratti, untuk mempercayai saya dan,
"pada Januari (2013), Mateo menandatangani kontrak dengan kami. Dia memiliki keterampilan alami dengan bola.
"Dia cepat saat menggiring bola dan dia bisa mengubah arah tanpa kehilangan kendali atas tubuhnya. Dia bisa mengalahkan semua orang satu lawan satu di tengah lapangan dan dia pekerja keras."
Ketika masih di Dinamo Zagreb U-16, adu pukul terjadi dengan tim Hadjuk Split, Kovacic melepas bajunya dan memberikannya kepada asisten pelatih.
"Jika harus berkelahi, maka saya tidak akan mengenakan jersey," ujar Kovacic.
Chelsea beruntung bisa memiliki jasanya, ia adalah sosok yang cepat belajar,.
Menguasai lima bahasa dan hanya butuh hitungan pekan untuk bisa lancar berbahasa Inggris dan berkomunikasi dengan rekan setimnya.
Dari segi taktik, Thomas Tuchel mengandalkannya.
Chelsea selalu turun dengan skema 3-4-3 atau 3-5-2 ketika bertahan.
Baca juga: Kabar Chelsea, Pernyataan Bersayap Tuchel Bisa Jadi Belati Buat Timo Werner, Dijual ke Atletico?
Kovacic bisa berduet dengan siapapun di lini tengah, Jorginho ataupun Kante, Kovacic mampu memainkan perannya dengan baik.
Ini juga tidak lepas dari adaptasi permainan yang baik dari Kovacic.
Di Inter Milan, Kovacic adalah nomor 10, punya kemampuan eksekusi yang baik dan kerap muncul dari lini kedua untuk mencetak gol.
Di Real Madrid posisinya berubah, ia menjadi gelandang tengah atau bahkan sayap, pasalnya ia juga kemampuan mumpuni dalam melakukan akselerasi dan menggiring bola.
Sedangkan di Chelesa, perannya berubah, ia adalah nomor 6, atau Thomas Tuchel menyebutnya dengan "Double 6" karena ketika Kovacic bermain, Tuchel melihat ada dua gelandang di lini tengah.
Dan usianya masih 25 tahun, pekeja keras dan sangat dominan di lapangan, tentu jika akhir musim Chelsea menjadi juara Liga Inggris, peran Kovacic tidak bisa disepelekan.
(Tribunnews.com/Gigih)