TRIBUNNEWS.COM - Liga Primer Inggris diakui sebagai Liga paling kompetitif di eropa bahkan dunia.
Selalu terdapat persaingan yang ketat untuk memperebutkan posisi papan atas klasemen dan bermain di kompetisi eropa.
Apalagi Liga Champions, kompetisi itu menjadi impian bagi tim-tim elit di Liga Primer Inggris, gelontoran dana berlimpah rela dikeluarkan guna mendongkrak posisi tim untuk bermain dalam ajang paling bergengsi di eropa tersebut.
Tim “big six” selalu menjadi favorit untuk memperebutkan empat tempat yang tersedia, adalah Manchester City, Manchester United, Chelsea, Liverpool, Arsenal dan Tottenham Hotspur.
Baca juga: Liga Inggris: Alarm Pemecatan Solskjaer Menggema, Conte Tunggu Pinangan Manchester United
Baca juga: Formasi Andalan 3-5-2 Conte jika Gantikan Solskjaer di Man United, Siapa Tandem Ronaldo?
Namun langkah mereka tak selalu mulus, padatnya jadwal dan kerasnya persaingan membuat beberapa tim yang disebutkan di atas seringkali menemui jalan terjal.
Arsenal, Tottenham Hotspur, dan Manchester United menjadi tim dengan penampilan paling dan tak konsisten, mereka bahkan terlempar dari lima besar klasemen dan masih berjuang untuk menemukan performa terbaik.
Tim-tim kuda hitam di luar "big six' pun mulai menunjukkan taringnya, kepercayaan diri tinggi serta kedalaman skuat yang dimiliki menjadi modal mereka untuk bersaing di papan atas dan meraih satu tiket Liga Champions.
Pertanyaannya, siapakah tim kuda hitam tersebut?
West Ham United
Kiprah West Ham di Liga Primer Inggris memang sudah melejit sejak musim lalu, di tangan David Moyes, tim asal London tersebut dipoles menjadi tim unggulan yang namanya mulai diperhitungkan.
Musim lalu (2020/2021), The Hammers berhasil finish di peringat enam klasemen Liga Primer Inggris dan berhak atas satu tiket menuju kompetisi Liga Eropa.
Mereka finish di atas dua tim mentereng asal London lainnya yaitu, Arsenal dan Tottenham Hotspur.
Bisa dibilang, David Moyes adalah pengangkat derajat West Ham, di musim 2019/2020, Moyeslah yang menyelamatkan The Hammers dari jurang degradasi.
Ia datang sebagai juru selamat menggantikan Manuel Pellegrini yang dianggap tak becus menukangi tim yang bermarkas di Stadion Olimpiade London tersebut.
"Saya di sini untuk mendapatkan kemenangan dan menjauhkan West Ham United dari posisi tiga terbawah," kata Moyes di awal kedatangannya bersama West Ham.
Dari misi yang hanya sebatas menyelamatkan The Hammers dari jurang degradasi, menjadi tim dengan mental juara yang berada di papan atas Liga Inggris dan bermain dalam ajang Liga Eropa.
Itu hanya dilakukan David Moyes hanya dalam jangka waktu dua tahun.
Tangan dingin ex pelatih Manchester United dimulai dari 'menyehatkan' komposisi pemain dengan melakukan pembelian yang sesuai kebutuhan tim dan skema yang diusung Moyes.
Pada transfer musim dingin 2020, The Hammers memboyong deretan pemain penting dari lini belakang, hingga depan.
Nama-nama tersebut adalah Fladimir Coufal (bek kanan), Tomas Soucek (gelandang), Jarrod Bowen (winger/striker), dan Said Benrahma (winger/tengah).
Kedatangan pemain-pemain tersebut mampu mendongkrak performa The Hammers hingga membawa mereka finish di papan atas klasemen Liga Primer Inggris.
Jarrod Bowen yang didatangkan dari Hull City bisa dibilang menjadi pembelian yang terbaik, Moyes begitu jeli dalam memanfaatkan kemampuan Bowen.
pemain asal Inggris tersebut adalah winger kidal yang memiliki kecepatan dan selalu tampil agresif.
Dilansir whoscored, Bowen mencatatkan 1.8 shot, 2.4 umpan kunci, dan 3 dribble per pertandingannya bersama West Ham.
Ia mampu menjadi kreator serangan sekaligus pendobrak pertahanan lawan lewat atribunya tersebut.
Bowen juga mampu bermain di berbagai posisi, baik striker, winger, dan gelandang ia mampu memerankannya dengan begitu baik.
Moyes sendiri di West Ham bermain dengan sistem 4-2-3-1, ia bermain begitu rapat mengandalkan dua gelandang bertahannya, Declan Rice dan Tomas Soucek.
Kedua pemain tersebut bertugas sebagai pemutus serangan pertama lawan ketika sedang bertahan, mereka pun mampu menunjukan performa yang begitu cemerlang.
Catatan intersep mereka adalah 67 dan 64, tertinggi diantara pemain The Hammers lainnya.
Itu dalam urusan bertahan, dalam proses menyerang atau melakukan build up serangan, kedua pemain tersebut juga menjadi kunci.
Khusunya Declan Rice, eks akademi Chelsea itu terbilang pandai dalam mengalirkan bola. Rasio pass completionnya mencapai angka 87,1%,
sementara umpan jarak jauh ke arah kotak penalti mencapai angka 90,2%.
Statistik tersebut merupakan yang terbaik di West Ham mengungguli Tomas Soucek yang juga dikenal memiliki kemampuan membagi bola yang mumpuni.
Sebagai seorang gelandang bertahan, Rice juga memiliki kemampuan dribel yang ciamik. Rasio successful dribblenya berada di angka 82.4%,
Bisa dibilang, peran kedua gelandang bertahan West Ham tersebut adalah kunci dari skema milik Moyes, ketika kedua gelandang tersebut mampu berperan dengan maksimal, para barisan pemain depan The Hammers akan dapat leluasa mengekspolitasi pertahanan lawan.
Moyes selalu memasang satu gelandang serang yang memiliki cepetan dan kemampuan dribel yang mumpini, ketika di musim lalu ada seorang Jesse Lingard.
Musim ini Moyes begitu mengandalkan peran Said Benrahma, tak hanya cepat, pemain asal Aljazair tersebut juga memiliki kreativitas yang tinggi.
Catatan umpan kuncinya berada di angka 2.0 per pertandingan, menjadi yang tertinggi diantara pemain West Ham lainnya.
Peran utama Benrahma adalah melayani goal getter The Hammers, Michail Antonio.
Antonio merupakan striker polesan Moyes yang namanya melejit berkat kecerdasan juru taktik asal Skotlandia tersebut melihat potensi sang bomber.
Perjalanan karier Antonio bisa dibilang biasa-biasa saja hingga musim 2018/2019.
Barulah di musim 2020/2021 dan musim baru 2021/2022 namanya mencuat ke permukaan sebagai bomber subur di Liga Primer Inggris.
Di dua musim tersebut, namanya seringkali bersaing bersama dalam daftar topskor bersama bomber-bomber subur Premier League lainnya seperti Mo Salah, Jamie Vardy hingga Harry Kane.
Di tahun lalu, The Hammers harus rela kehilangan striker mereka, Marko Arnautovic yang hengkang ke Shanghai Port.
Sebastian Haller yang didatangkan dari klub Jerman, Frankfurt pun justru tampil mengecewakan dan lebih banyak menghabiskan waktu di ruang perawatan.
Dari situ, tangan dingin Moyes pun diuji.
Ia memasang Antonio menjadi stiker murni dengan formasi 4-2-3-1 miliknya, sang striker ditopang oleh gelandang serang kreatif serta winger-winger cepat milik The Hammers.
Hasilnya pun sempurna, Antonio berevolusi menjadi seorang bomber yang subur dan kuat menahan bola di tengah.
"Dia (Antonio) memberi kami jalan keluar yang berbeda. Dia bisa berlari di belakang dan menahan bola. Dia kuat secara fisik dan permainannya sebagai striker telah meningkat pesat," Ucap Moyes dikutip dari The Guardian.
David Moyes begitu cerdas dalam memanfaatkan komposisi skuat serta memaksimalkan potensi yang ada dalam diri pemain.
Ia adalah pengangkat derajat West Ham United yang sesungguhnya. Kini, kiprah The Hammers begitu dinantikan untuk merusak kenyamanan para tim top six Liga Primer Inggris.
Leicester City
Tim asuhan Brendan Rodgers pun naik ke peringkat sembilan klasemen Liga Primer Inggris dengan catatan 14 poin. Leicester hanya kalah agresifitas gol dari Manchester United yang bertengger satu tingkat di atas mereka.
The Foxes sejak musim lalu memang menjadi tim unggulan yang keterlibatannya dalam mengganggung kenyamanan tim big six di Liga Primer Inggris begitu mencolok.
Tak hanya itu, sudah ada sumbangan dua gelar (FA Cup dan English Super Cup) Eenam tahun sejak Leicester City secara mengejutkan meraih gelar Liga Primer Inggis pada musim 2015/2016.
Kedua trofi domestik tersebut berhasil mereka raih dengan mengalahkan dua tim raksasa Liga Primer Inggris yaitu Chelsea dan Menchester City.
Artinya, The Foxes bukan lagi dianggap sebagai tim kuda hitam, keberadaanya memang diakui sebagai tim yang mampu finish di papan atas dan bersaing memperebutkan gelar, serta mewakiliki Inggris untuk berkompetisi di laga-laga Kontinental.
Meski sempat terseok-seok di musim 2016/2017 dan 2017/2018, Leicester City berhasil bangkit dan tampil konsisten bersama juru taktik asal Irlandia Utara, Brendan Rodgers.
Rodgers sengaja didatangkan The Foxes berkat catatan menterengnya di Liga Skotlandia bersama Glasgow Celtic.
Saat itu, pelatih berusia 48 tahun tersebut sukses meraih tujuh frofi domestik untuk The Hoops dalam waktu kurang dari tiga tahun, mengesankan.
Bak juru selamat, Rodgers berhasil mengangkat kembali derajat The Foxes di musim 2019/2020.
Kasper Schmeichel dan kolega mampu dibawanya untuk bersaing di papan atas Liga Primer Inggris dan bersaing untuk memperubatkan satu tiker Liga Champions.
Sayangnya, akibat banyaknya pemain Leicester City yang diterpa cedera kala itu, membuat The Foxes harus puas finish di peringkat lima dan hanya tampil di Liga Eropa.
Namun, hasil tersebut sudahlah cukup mentereng untuk tim sekelas Leicester yang tak lakukan jor-joran untuk membeli pemain seperti tim-tim elit Liga Primer Inggris lainnya.
Tampil secara kolektif dan konsisten menjadi kunci tim asuhan Brendan Rodgers mampu banyak berbicara di kompetisi paling kompetitif di dunia tersebut.
Buktinya, di musim selanjutnya (2020/2021) The Foxes kembali mampu finish di peringkat lima Liga Primer Inggris dan berada di atas dua tim big six lainnya asal London, Tottenham Hotspur dan Arsenal.
Plus, di musim tersebut, Teilemans dan kawan-kawan juga berhasil membawa pulang dua trofi domestik yang sudah disebutkan di atas.
Scouting pemain dan rekrutmen cerdas menjadi kunci dibalik konsistennya penampilan Leicester di dua musim tersebut.
Kehilangan sederet pemain bintang, justru membuat The Foxes mampu menambalnya dengan sejumlah pemain potensial yang menjadi tulang punggung tim, tak terlalu mentereng namun begitu efektif.
Pada musim 2019/2020, Leicester City menjual tiga pemain dengan total biaya 88,5 juta euro. hampir seluruh dari dana tersebut adalah hasil dari penjualan Harry Maguire ke Manchester United.
The Foxes pun merogoh kocek hingga 104,3 juta euro untuk memboyong empat pemain unggulan, yaitu Ayoze Perez, James Justin, Dennis Praet, dan punggawa Timnas Belgia, Youri Tielemans.
Di musim selanjutnya, Leicester juga menjual pemain bintang mereka, Ben Chilwell ke tim kaya raya Inggris, Chelsea dengan biaya transfer 50 juta euro.
Sebagai gantinya, The Foxes mampu memboyong dua pemain lain yang tak kalah secara kualitas, yaitu Wesley Fofana dan Timothy Castagne.
Ya, sederet nama yang diboyong Leicester City tak ada yang berakhir sia-sia, mereka mampu menjadi andalan tim di lini belakang hingga depan.
“Kami membangun tim demi menjadi sekompetitif mungkin tanpa melakukan pemborosan dalam membelanjakan pemain,” kata Rodgers dilansir laman resmi Leicester City.
"Pemain yang kami beli kami gunakan untuk mengangkat performa kami di liga, tak harus nama besar, mereka harus mempunyai prospek disini," lanjutnya.
Ucapan Rodgers bukanlah isapan jempol semata. Bahkan, Wesley Fofana sempat menjadi bidikan tim-tim elit Eropa karena keperkasaannya menjaga pertahanan The Foxes.
Sedangkan Youri Tielemans dapat dikatakan sebagai rekrutan terbaik tim yang berbarkas di Stadion King Power Stadium tersebut.
Ia mampu menjadi jendral lapangan tengah Leicester serta beberapa kali menjadi pemecah kebuntuan untuk The Foxes.
Sejak didatangkan tiga tahun silam, pemain berusia 24 tahun tersebut mampu menyumbang 20 gol dan 22 assist untuk The Foxes.
Tak hanya dalam urusan menyerang, ia juga menjadi tumpuan Leicester dalam aspek menjaga pertahanan.
Bersama Wilfred Ndidi, ia bertugas mengawal dan memutus serangan lawan dari lini tengah.
Di musim ini, rekrutan terbaru mereka asal Zambia, Patson Daka juga mampu menunjukan tajinya dalam urusan mendongkrak lini serang The Foxes.
Patson Daka merupakan striker anyar The Foxes yang diboyong dari klub Austria, RB Salzburg pada transfer musim panas tahun ini.
Striker berusia 23 tahun tersebut ditebus dengan harga 30 juta euro atau sekitar Rp 490,9 miliar, Daka menjadi pemain Zambia keempat yang berkiprah di Liga Primer Inggris.
Bukan tanpa alasan Leicester berani mengeluarkan dana sebanyak itu untuk memboyongnya, Daka merupakan striker tajam yang torehan golnya selalu berada di atas dua 20 saat bermain di Bundesliga Austria.
Di musim lalu saja, sang striker berhasil mencetak 27 gol dari 28 penampilan bersama Salzburg di Liga Austria, ia pun dinobatkan sebagai pemain terbaik musim 2020/2021.
Patson Daka memang didatangkan The Foxes untuk menambal posisi Jamie Vardy yang sudah berusia 34 tahun.
Daka dianggap sebagai pengganti jangka panjang yang sepadan untuk top skor Leicester City di 4 musim berturut-turut tersebut.
"Itu adalah alasan utama kami memboyong Patson Daka, dia sangat mirip dengan Jamie Vardy saat bermain," kata Brendan Rodgers saat awal kedatangan Daka di Leicester City dilansir The Guardian.
"Dia bisa berlari dari belakang dengan cepat, dia juga memiliki kemampuan finishing yang hebat," lanjut eks pelatih Liverpool itu.
Patson Daka berhasil menunjukkan performa mentereng saat The Foxes bertamu ke kandang Spartak Moscow di babak fase grup Liga Eropa 2021/2022 pada (21/10/2021).
Dalam laga yang berkesudahan dengan skor 2-4 untuk kemenangan Leicester City tersebut, Daka sukses memborong seluruh gol yang diciptakan The Foxes alias mencetak quat-trick.
Atas catatannya, pemain asal Zambia itu berhasil menorehkan rekor sebagai pemain Leicester City pertama sepanjang sejarah yang mampu mencetak 4 gol dalam 1 pertandingan di kompetisi Eropa.
Bahkan, striker sekaliber Jamie Vardy dan Gary Linekar pun tak mampu melakukannya.
Menarik untuk melihat perjalanan Patson Daka dan kolega dalam menaungi Liga domestik dan kontinental di musim ini.
Dengan konsistensi dan permainan kolektif yang mereka hadirkan, nampaknya tak akan menjadi hal yang mengejutkan bagi kita untuk melihat tim asuhan Brendan Rodgers untuk kembali mengangkat trofi di musim 2021/2022.
Aston Villa
Kegiatan transfer dari klub yang dilatih oleh Dean Smith tersebut cukup aktif selama bursa jual beli pemain, baik di musim lalu maupun musim ini.
Di musim lalu (2020/2021) Aston Villa total membelanjakan 101,35 juta euro untuk membeli Emiliano Martinez, Ollie Watkins, Bertrand Traore, Matty Cash, dan Morgan Sanson.
Nama yang disebutkan pertama layak dinobatkan sebagai pembelian terbaik untuk tim yang bermarkas di Stadion Villa Park tersebut.
Kiper berusia 29 itu tampil perkasa dalam 38 pertandingan Liga Inggris, Martinez sukses membuat 135 saves dengan catatan 15 clean sheets.
Berkat penampilannya tersebut, ia juga berhasil dipanggil oleh Timnas Argentina dan langsung menjuarai Copa Amerika 2021.
Itu baru di musim lalu, bagaimana dengan musim ini?
Musim ini (2021/2022) The Villans menghabiskan dana 60 juta Euro atau sekitar Rp1,82 triliun untuk memboyong pemain baru.
Salah satu alasan terbesar dibalik aktifnya Aston Villa membeli pemain di musim ini adalah hengkangnya captain mereka, Jack Grealish ke Manchester City.
Dilansir Transfermarkt, Grealish dibeli The Citizens dengan banderol 117,5 juta Euro atau sekitar Rp 2 triliun.
Dana tersebut menjadikan Grealish sebagai pemain paling mahal di Liga Inggris sepanjang masa.
Dana penjualan tersebut dimanfaatkan The Villans dengan baik untuk membeli beberapa amunisi baru dari berbagai Liga top Eropa.
Nama-nama tersebut adalah Leon Bailey, Danny Ings, Emiliano Buendia, dan Ashley Young, mereka juga meminjam bek berusia 23 tahun dari Manchester United, Axel Tuanzebe.
Leon Bailey dibeli dari tim Bundesliga, Bayern Leverkusen dengan mahar 34 juta euro.
Pemain Timnas Jamaika tersebut, merupakan pemain yang berposisi sebagai winger dan sempat masuk radar belanja Bayern Munchen berkat penampilan menterengnya.
Musim lalu, Bailey berhasil mencetak 15 gol dan 11 assist untuk Leverkusen di berbagai ajang.
Di hari yang sama dengan Bailey, mereka juga mengumumkan telah berhasil mendatangkan Danny Ings dari Southampton.
Striker berusia 29 tahun itu diboyong dengan harga 35,20 juta euro.
Selama 3 musim terakhir bersama Southampton, Ings berhasil mencetak 41 gol di Liga Inggris.
Namanya beberapa kali muncul dalam daftar top skor bersama Mohamed salah, Aubameyang, Harry Kane dan Jamie Vardy.
Datangnya Ings jelas mampu mendongkrak lini serang The Vilans menjadi lebih bertaji.
Musim ini, pemain asal Inggris tersebut sudah mencetak 2 go, dan 2 assist dari 6 pertandingan bersama Aston Villa.
The Villans juga berhasil menambah kedalaman skuadnya dengan memboyonh Ashley Young dari Inter Milan secara gratis.
Bagi Young, ini adalah kali kedua dirinya berseragam Aston Villa setelah periode 2006-2011.
Selama periode tersebut, Young adalah pemain yang berposisi sebagai penyerang sayap, ia rajin mencetak gol dan assist untuk The Villans.
Namun sekarang, ia datang sebagai pemain yang berbeda, selama 10 musim terakhir Young lebih sering bermain sebagai wing back kiri atupun kanan.
Musim ini dari Young telah tampil sebanyak 5 kali untuk Aston Villa di seluruh kompetisi.
Pengalamannya selama beberapa musim berseragam United dan Inter Milan dapat membantu tim dari sisi pengalaman dan mentalitas.
Nama mentereng terakhir yang didatangkan Aston Villa adalah Emiliano Buendia.
The Villans berhasil mendatangkan gelandang berusia 23 tahun itu dari Norwich City.
Tawaran Aston Villa sebesar 38,30 juta euro berhasil menikung Arsenal yang dikabarkan sangat menginginkan tanda tangan Buendia.
Dengan banderol tersebut menjadikan Buendia sebagai pemain termahal Aston Villa sepanjang sejarah.
Musim lalu, Emiliano Buendia terpilih sebagai pemain terbaik Championship berkat torehan 15 gol dan 17 assist dari 41 pertandingan.
Ia juga berhasil membawa Norwich City menjuarai divisi Championship dan promosi kembali ke Liga Inggris.
Musim ini, pemain asal Argentina itu telah tampil sebanyak 4 kali bersama Aston Villa dengan sumbangan 1 gol.
Hadirnya Buendia membuat The Villans tak khawatir meski harus kehilangan pemain andalan mereka, Jack Grealish.
Buendia mampu dimainkan sebagai pemain sayap dan gelandang serang dengan sama baiknya.
Aston Villa digadang-gadang akan menjadi tim kuda hitam yang mampu menjadi batu sandungan untuk tim big six di Liga Inggris.
Dengan investasi yang tepat, yaitu membeli pemain sesuai kebutuhan tim dan pelatih, membuat The Villans punya peluang besar untuk tampil lebih baik dibanding musim-musim sebelumnya.
Kedalaman skuat yang dimiliki tim asuhan Dean Smith itu, membawa mereka menjadi tim yang diperhitungkan musim ini, notaben sebagai tim medioker pun sudah jelas terhapuskan.
(Tribunnews.com/Deivor)