TRIBUNNEWS.COM - Juventus memang berhasil tampil apik di Liga Champions dengan mampu lolos ke babak 16 besar mendahului kontestan lainnya.
Namun, di kompetisi Liga Italia, langkah mereka terseok-seok. Inkonsistensi menjadi musuh utama Juventus dalam mengarungi Liga Domestik.
Bianconeri terlempar di posisi delapan klasemen Liga Italia dengan torehan 18 poin dari 12 pertandingan.
Pasukan Massimiliano Allegri tertinggal jauh dari sang pemuncak klasemen, Napoli yang telah mengumpulkan 32 angka.
Baca juga: Tentang Sergio Aguero, Pensiun Dini, & Risiko Serangan Jantung yang Menghantui Pesepakbola
Baca juga: Kualitas Gianmarco Pioli Bersama AC Milan, Pujian dari Gasperini, Skema untuk Brahim Diaz dan Tonali
Situasi tersebut jelaslah pelik bagi Juventus, setelah musim lalu dominasi mereka dihentikan Inter Milan, langkah untuk merebut kembali gelar Scudetto di musim ini terancam gagal.
Ya, secepatnya Bianconeri harus bangkit, langkah-langkah klinis guna menemukan mujarab untuk tampil konsisten kudu mereka temukan.
Kebangkitan Juventus berada di kaki-kaki lelah Dybala, pemilik nomor 10 Juventus itu tak boleh menjadi pemain pesakitan (lagi).
Terakhir, magis Paulo Dybala terlihat dalam kemenangan Juventus atas tamunya dari Russia, Zenit St Petersburg pada Rabu (3/11/2021).
Pertandingan yang digelar di Allianz stadium tersebut, tim asuhan Massimiliano Allegri berhasil unggul dengan skor 4-2.
Tiga dari empat gol yang diciptakan Juventus berasal dari kaki Paulo Dybala, pemain asal Argentina itu sukses menyumbangkan dua gol dan satu assist dan mengantar Bianconeri lolos ke babak 16 besar Liga Champions.
Tak hanya itu, tambahan dua golnya di laga tersebut membuat koleksi gol Dybala untuk Juventus menjadi 106 buah, ia sukses melewati torehan gol milik Michel Platini dengan 104 golnya.
Sekitar 70 persen, gol-gol yang diukir Dybala untuk Bianconeri adalah hasil dari kerja sama-nya bersama Allegri.
Diasuh Allegri dari 2015 sampai 2019, Pemain 27 tahun itu mampu mengoleksi 78 gol dan 25 assist dari 182 penampilan di seluruh kompetisi.
"Paulo Dybala tiba ketika dia masih kecil, sekarang dia adalah pria yang menyadari bahwa ini adalah musim yang penting baginya. Dia memiliki permainan yang luar biasa, saya berharap banyak darinya," Ucap Allegri dilansir BT Sports.
"ini akan menjadi tahun yang penting bagi Paulo Dybala yang telah menampilkan dirinya dengan sangat bagus, baik secara fisik maupun mental," lanjutnya.
Allegri tahu, pemain asal Argentina tersebut adalah sosok yang harus dipertahankan dan bukan disisihkan seperti sebelum-sebelumnya.
Di musim ini, meskipun Juventus masih dalam performa yang mengecewakan di liga domestik, Dybala menjadi pilihan utama Allegri untuk mengisi plot penyerang di skema 4-4-2 miliknya.
Walau tertatih-tatih, lantaran seringnya ia mengalami cedera, kontribusi Dybala untuk Juventus masih mencolok, ia mampu mencetak 6 gol dan 4 assist dari 10 pertandingannya bersama Bianconeri.
Allegri memang mengenal Dybala lebih dari pelatih lainnya. Dybala tak pernah mengecewakan meski bermain di berbagai peran, baik sebagai striker bayangan ataupun pencetak gol utama.
Walaupun selama dua musim ini sang pemain harus bergelut dengan cedera yang dialaminya, Allegri tetap memberi kepercayaan penuh bagi Dybala untuk mencuat.
Kinerjanya untuk Allegri dan Bianconeri begitu diandalkan dari musim ke musim, kerja sama antara keduanya di periode 2015/2016 hingga 2018/2019 terbukti sukses menghadirkan barisan gelar dan puluhan gol untuk Juventus.
Transformasi posisi Chiesa
Kehadiran Chiesa sebagai pemain agresif dapat dimanfaatkan Allegri untuk menemani Dybala di lini depan.
Chiesa tak melulu harus bermain sebagai pemain sayap dalam sekma 4-4-2 Allegri, ia tampil lebih efisien saat diberi peran sebagai penyerang modern.
Seperti yang ia tunjukkan saat Juventus bertemu Chelsea di Liga Champions pada (30/9/2021).
"saya memindahkan Chiesa ke posisi penyerang tengah dengan Bernardeschi di belakangnya dan itu berjalan lebih baik," kata Allegri dilansir Amazon Prime Italia.
Dalam beberapa tahun belakangan, istilah “penyerang modern” menjadi begitu populer di dunia sepak bola.
Istilah ini digunakan untuk menyebut penyerang-penyerang yang tak sekadar menunggu bola di kotak penalti dan mencetak gol.
Para penyerang modern ini turut berperan aktif dalam fase build-up serangan dan membuka ruang bagi rekan-rekannya.
Peran Chiesa sebagai penyerang modern begitu efektif untuk melancarkan serangan Bianconeri.
Dalam partai melawan Chelsea, Allegri harus bermain tanpa dua striker andalan mereka, Paulo Dybala dan Alvaro Morata.
Dengan skema 4-4-2 miliknya, Allegri memasang Chiesa dan Bernadeschi di depan sebagai penyerang tengah.
Sebagai penyerang, keduanya menjalankan tugas dengan sempurna. Chiesa membuat satu gol hasil umpan manis yang disodorkan oleh Bernadeschi.
Juventus pun menang dengan skor 1-0 menghadapi sang juara bertahan.
Selain mencetak gol, Chiesa juga berperan aktif ketika Juventus sedang berada dalam fase bertahan.
Ia menjadi pemain pertama yang menutup build up serangan pemain belakang dan tengah Chelsea.
Pemain asal Italia tersebut tak segan untuk membantu pertahanan hingga turun ke area tengah.
Keuntungan meminta penyerang untuk turun membantu pertahanan tim adalah pemain tengah dan pemain belakang bisa lebih berkonsentrasi dalam mempertahankan bentuk pertahanan yang telah direncanakan.
Dalam beberapa situasi bertahan, Chiesa-lah yang bertindak sebagai presser utama pada pemain lawan yang menguasai bola.
Sedangkan para gelandang dan bek yang berada di dekatnya lebih berfungsi sebagai cover, berjaga-jaga bila lawan yang dijaga Chiesa mampu meloloskan diri.
Dengan cara ini, bek Juventus tidak perlu mengambil risiko untuk keluar dari posisi yang malah menyebabkan banyak celah di pertahanan.
Itulah mengapa, Bianconeri mampu menjaga keperawanan gawangnya dari para pemain depan Chelsea yang terkenal produktif.
Lalu, dalam urusan menyerang, kemampuan Chiesa sudah sangat jelas dapat diandalkan.
kelebihan utama Federico Chiesa terletak pada teknik individunya, Ia memiliki kemampuan dribel yang bagus saat melakukan penetrasi ke area pertahanan lawan.
Ia memberi daya ledak dalam penyerangan Bianconeri, pemain berusia 23 tahun tersebut beberapa kali mengancam pertahanan Chelsea lewat kecepatan dan kemampuan dribelnya.
Chiesa tidak ragu menerobos atau meliuk-liukkan badan meski ada dua pemain lawan mengadang, jika lawan merebut bola yang berada di kakinya, ia tak segan mengejar untuk mendapatkannya kembali.
Ia juga punya kelebihan dalam penempatan posisi ketika tim dalam fase transisi bertahan dan fase menyerang, itu sangat berguna untuk Juventus guna melakukan serangan balik.
Dengan usianya sekarang, Chiesa juga sudah mampu memerlihatkan ketenangan dalam menjalani partai penting untuk Bianconeri.
Dengan apa yang sudah ditunjukkan oleh Chiesa di laga melawan Chelsea, harusnya Allegri lebih sering menaruh Chiesa sebagai penyerang tengah.
Tiru langkah cerdas AC Milan
Penyerang gaek biasanya sudah dianggap habis, lalu tak ada klub mentereng yang berminat untuk membawa mereka ke dalam tim.
Namun tidak untuk AC Milan, Rossoneri memboyong Zlatan Ibrahimovic dari LA Galaxy di usia yang begitu uzur, 38 tahun.
Impact-nya? mempesona!
Zlatan Ibrahimovic adalah sosok protagonis yang mampu membawa AC Milan tampil bertaji di dua musim terakhir.
Pada musim lalu, (2020/2021), AC Milan dibawanya kembali berkompetisi di Liga Champions setelah tujuh tahun lamanya.
Rossoneri mampu tampil bertaji dengan finish di peringkat kedua dibawah Inter Milan yang meraih Scudetto.
Zlatan yang saat itu berusia 39 tahun, memberi kontribusi 15 gol dan 2 assist dari 19 pertandingan bersama tim yang bermarkas di San Siro tersebut.
Usia Zlatan sekarang memang tidak lagi muda. Tapi, dengan rekam jejaknya sebagai bomber veteran yang tajam, tak berlebihan jika Rossoneri menaruh harapan kepada striker bernomor punggung 11 tesebut.
Dan benar saja, kontribusinya di musim selanjutnya tak mati, di usia yang menginjak 40 tahun, Zlatan tetap saja bertaji.
Musim ini AC Milan dibawanya bertengger di posisi kedua klasemen Liga Italia dengan koleksi 32 poin, Rossoneri hanya kalah agresifitas gol dari sang pemuncak, Napoli.
Sumbangan 3 gol dan 2 assist sukses ia sumbangkan untuk AC Milan dalam 8 pertandingan.
Di usianya yang begitu uzur, atribusi Zlatan Ibrahimovic lebih mengandalkan kecerdikannya dalam mencari posisi serta finishingnya yang fantastis.
Ia tak banyak berlari, apalagi merebut bola. Tugasnya fokus mencetak gol, rutinitasnya dari musim ke musim.
Langkah cerdas seperti AC Milan bisa ditiru Juventus untuk mempertajam daya gedor sekaligus menghadirkan sosok pemimpin di lini depan.
Hadirnya sosok penyerang gaek dapat menularkan mentalitas bertanding mereka untuk menjadi teladan dan motivasi bagi pemain yang lebih muda.
Gol dan assist Zlatan banyak hadir jika melawan tim-tim papan bawah. Lalu jika melawan tim papan atas, keberadaan Zlatan terbukti bisa mendongkrak moral tim.
Zlatan bisa menjadi teladan bagaimana mengatasi tekanan, seperti yang ia lakukan saat AC milan sukses mencuri tiga angka di kandang AS Roma musim ini.
(Tribunnews.com/Deivor)