TRIBUNNEWS.COM - Sudah menjadi tradisi di sepak bola Indonesia bahwa striker asing menjadi "tower" di ujung tombak penyerangan sebuah tim.
Pemain dengan status nomor 9 murni selalu diplot berada di dalam area kotak penalti lawan.
Taktikal seperti ini bak menjadi pakem. Dan biasanya, striker asing yang mengemban tugas tersebut.
Ilija Spasojevic, Geoffrey Castillion, Paulo Henrique, Jose Wilkson hingga Marko Simic menjadi contohnya.
Striker di atas kebanyakan "hanya" bergerak di area kotak terlarang tim lawan.
Baca juga: Arema FC Vs Persita, Duo Kiper-Striker Singo Edan Tengah Membara, Fortes Moncer, Maringa Kokoh
Baca juga: Catatan Kemenangan Arema FC Atas Persiraja - Fortes Bak Kejar Setoran & Peran Vital Adilson Maringa
Namun Arema FC memiliki gaya tersendiri dalam mengkoordinir barisan penyerangan mereka.
Coach Eduardo Almeida sudah dibekali dua bomber yang memiliki visi bermain fleksibel. yakni Dedik Setiawan dan Kushedya Hari Yudo.
Saat Arema FC dibesut Milomir Seslija, Dedik adalah striker tunggal. Pun sama halnya dengan Kushedya Hari Yudo ketika menjadi andalan PSS, ia adalah nomor sembilan murni.
Namun Eduardo Almeida merubah keduanya dengan mengisi posisi penyerap sayap untuk mendukung pergerakan Fortes.
Sepintas, Carlos Fortes tak ubahnya Simic hingga Castillion yang bergerak di dalam kotak penalti saja.
Namun jika diperhatikan kembali, Fortes memiliki permainan yang mirip dengan Romelu Lukaku di Inter Milan.
Carlos Fortes yang berasal dari Portugal memiliki perawakan tinggi besar. Menjadi opsi yang tepat jika ditempatkan sebagai "tower" penyerangan Singo Edan.
Namun dalam beberapa laga terakhir, Arema FC mulai merotasi pola permainan sang bomber. Ia lebih banyak bermain sebagai penyerang sayap.
Meski memiliki perawakan tinggi, namun Fortes diberkahi kecepatan dan langkah kaki yang panjang.
Sehingga ia tak kesulitan untuk melakukan sprint ketika berhadapan dengan barisan pertahanan tim lawan.
Apa yang dipertontonkan striker Arema FC mirip seperti Lukaku kala membela panji Nerazzurri.
Oleh Antonio Conte, Lukaku yang tinggi besar diberikan kebebasan untuk mengobrak-abrik dari berbagai penjuru, termasuk sisi sayap.
Lukaku boleh dikatakan menjadi pelayan dari Lautaro Martinez yang banyak beroperasi di dalam kotak penalti.
Pun sama halnya dengan Fortes, ia beberapa kali menunjukkan skill olah bolanya lewat manuver di sisi flank kanan permainan Arema FC.
Tentu Eduardo Almeida sudah mengantisipasi jika Fortes berperan sebagai pendobrak dari sektor sayap.
Dedik Setiawan ataupun KH Yudo akan bergantian mengisi posisi nomor 9 di dalam kotak penalti.
Benar jika Fortes adalah top skor sementara Arema FC dengan enam golnya. Namun sumbangsih dua assist yang ia bukukan menjadi bukti bahwa sang bomber tak hanya piawai dalam merobek jala tim lawan.
Kemampun dribel, speed, hingga skill olah bolanya menjadi atribut lain yang melengkapi bomber yang disebut sebagai "Cak Sodiq" di kalangan Aremania ini.
Menjadi anomali tersendiri bagi sepak bola di Indonesia, ketika banyak kub yang mematok striker tinggi besar sebagai ujung tombak dalam penyerangan.
Namun Arema FC mencoba gebrakan dengan melakukan terobosan baru merubah peran striker nomor 9 murni sebagai penyerang sayap.
Namun skema tersebut tak serta merta dapat digunakan kepada setiap striker asing.
Tentu saja berbagai aspek yang dimiliki striker tersebut menjadi penunjang apakah taktikal seperti yang diberlakukan kepada Fortes bisa diterapkan atau tidak.
(Tribunnews.com/Giri)