TRIBUNNEWS.COM - Setelah lima tahun berpisah, Dani Alves akhirnya pulang ke pelukan Barcelona mengikuti jejak Xavi Hernandez.
Jika Xavi datang untuk meracik strategi, Alves datang ke Camp Nou dengan nyali mengisi plot bek kanan Blaugrana.
Di usia yang sudah menginjak 38 tahun, Alves tak peduli dengan tanggapan bahwa ia terlalu tua untuk bermain di Barcelona.
Ya, keputusan pria asal Brasil itu memang bukan sekedar nekat, di usia yang begitu senja, kapabilitas dan atributnya tidaklah memudar.
Buktinya, Ia menjadi sosok pemimpin saat Timnas Brasil muda sukses menyabet emas di Olimpiade Tokyo 2020, ia tampil di semua partai dari penyisihan grup hingga babak final.
Baca juga: Ibarat Kembalinya Anak Hilang, Dani Alves Bertekad Bantu Xavi Kembalikan Habitat Barcelona
Baca juga: Langkah Xavi di Barcelona, Adaptasi Skema Pep, Rujuk Tiki-Taka, Poles Depay Seperti Striker Al Sadd
Juru taktik Brasil saat itu, Andre Jardine, tak ragu memasukan nama Dani Alves untuk tiga stok pemain senior yang boleh dibawa.
“Dia (Dani Alves) adalah contoh yang baik untuk generasi pemain muda yang Brasil punya dan kami bawa," Kata Jardine dilansir Football Espana.
"Kita memikirkan pemain yang termotivasi untuk selalu menjadi juara, Alves memiliki sejarah sebaga pemain yang bergelimang trofi,” lanjutnya.
Seperti Jerdana, keputusan Xavi untuk memulangkan Alves jelas berdasarkan pertimbangan yang matang. Tak hanya dalam aspek mentalitas, namun juga skema permainan.
Kebutuhan skema Xavi
Xavi adalah pelatih yang jenius dengan skemanya, ia dapat memainkan dua formasi sekaligus dalam satu pertandingan, hal yang juga sering dilakukan oleh Pep Guardiola.
Saat memakai skema 4-2-3-1, Al Sadd sering kali terlihat mengubah skemanya di tengah laga menjadi 4-1-4-1 dan saat mengalami kebuntuan, Al Sadd tampil lebih menyerang dengan skema 2-1-4-3, ia menarik dua full back ke depan sejajar dengan para gelandang.
Skema yang Xavi terapkan untuk Al Sadd juga sangat cocok untuk Barcelona. Hadirnya Dani Alves, maka Barcelona memiliki sosok full back yang memiliki intuisi menyerang tinggi.
Sebagai bukti, selama delapan tahun bersama Blaugrana, Dani Alves telah menyubangkan 26 gol dan 101 assist hanya dari 391 pertandingan.
Sudah jelas, tentunya ia tak kesulitan untuk mendobrak lini serang Barca dari sisi tepi, atribusi yang Alves miliki cocok jika didorong ke depan dan sering melakukan overlap, itu merupakan kebiasaannya saat bermain di Barcelona.
Di sisi lain, Xavi juga memiliki pemain uzur dengan segudang pengalaman saat masih menukangi Al Sadd, Xavi begitu cerdas salam memaksimalkan peran pemain uzur dengan mental pemenang.
Saat Al Sadd membangun serangan, seorang gelandang akan turun menjadi single pivot untuk mengalirkan bola dari belakang.
Single pivot tersebut juga ditugaskan untuk membantu dua bek tengah dalam fase bertahan.
Dan pemain yang dipakai Xavi untuk memerankan posisi tersebut adalah Santi Cazorla, pemain berusia 36 tahun itu jadi salah satu pemain kunci Xavi di lini tengah.
Pengalaman Cazorla di bermain di kancah eropa dimaksimalkan Xavi untuk bermain di segala posisi di tengah, terutama dalam urusan mengatur serangan.
Baca juga: Kiat Kebangkitan Juventus, Sulap Pesakitan Dybala, Transformasi Posisi Chiesa & Tiru Tuah AC Milan
Baca juga: Tak Cari Pengganti Wijnaldum, Liverpool Tatap Regenerasi di Lini Tengah Lewat Sentuhan Jurgen Klopp
Kontribusi gol eks pemain Arsenal itu juga mencolok, ia menjadi gelandang dengan sumbangan gol dan assist terbanyak di Liga Qatar.
Cazorla mencatatkan 13 gol dan 11 assist di musim lalu, namanya tercatat sebagai penyumbang gol terbanyak kedua di Al Sadd dibawah striker mereka, Baghdad Bounedjah.
Ya seperti Cazorla, pengalaman dan atribut Dani Alves dapat dimanfaatkan Xavi untuk membangun singgasana di Barcelona.
Kembalikan filosofi permainan Barcelona: Tiki-taka
Kepulangan Alves juga menambah opsi bagi Xavi untuk kembalikan filosofi tiki taka di permainan Barcelona.
Barcelona di era Alves adalam tim yang bermain dengan cara yang cantik, melakukan umpan dari kaki ke kaki mengandalkan kolektivitas pemain.
Lalu, sejak kehadiran Koeman dalam kepelatihan Blaugarana, filosofi tersebut hilang, Barcelona bermain tak mengindahkan permainan tiki taka.
“Lihat daftar skuat kami,” kata Koeman ketika ditanya tentang komposisi dan gaya Barcelona dilansir Marca.
“Kami melakukan apa yang kami bisa. Kami tidak memiliki pemain dari zaman tiki-taka. Kami harus bermain dengan gaya kami sendiri," Lanjut pelatih asal belanda tersebut.
Kalimat Koeman yang menegaskan bahwa ia menyerah untuk bermain dengan skema tiki taka, filosofi bermain Barcelona dari musim ke musim.
Xavi dengan kegemilangannya bersama Al Sadd dan kepulangan Dani Alves, berpeluang besar untuk mengembalikan tiki taka ke dalam permainan Blaugrana.
Jika diakumulasi dari awal Xavi melatih hingga musim ini, catatan penguasaan bola Al sadd sebesar 64%, dengan tingkatan akurasi passing per pertandingan sebanyak 88.5%.
Dari statistik tersebut dapat dilihat, bagaimana cara Xavi meraih kejayaan bersama Al Sadd menggunakan cara yang elegan, menguasai pertandingan mengutamakan umpan dari kaki ke kaki.
Tak ada alasan bagi Dani Alves untuk kesulitan beradaptasi dengan skema Xavi tersebut, justru dia dapat menjadi sosok pemimpin dan contoh bagaimana cara bermain elegan dengan filosofi tiki-taka.
Contek langkah AC Milan
Langkah yang diambil Barcelona dengan memulangkan legenda mereka saat sudah berusia uzur adalah langkah yang sama dengan AC Milan.
Saat pertengan musim 2019/2020, Rossoneri memboyong Zlatan Ibrahimovic dari LA Galaxy di usia yang tak lagi muda, 38 tahun untuk menjadi juru selamat.
Impact-nya? mempesona!
Zlatan Ibrahimovic adalah sosok protagonis yang mampu membawa AC Milan tampil bertaji di dua musim terakhir.
Pada musim lalu, (2020/2021), AC Milan dibawanya kembali berkompetisi di Liga Champions setelah tujuh tahun lamanya.
Rossoneri mampu tampil bertaji dengan finish di peringkat kedua dibawah Inter Milan yang meraih Scudetto.
Zlatan yang saat itu berusia 39 tahun, memberi kontribusi 15 gol dan 2 assist dari 19 pertandingan bersama tim yang bermarkas di San Siro tersebut.
Usia Zlatan sekarang memang tidak lagi muda. Tapi, dengan rekam jejaknya sebagai bomber veteran yang tajam, tak berlebihan jika Rossoneri menaruh harapan kepada striker bernomor punggung 11 tesebut.
Dan benar saja, kontribusinya di musim selanjutnya tak mati, di usia yang menginjak 40 tahun, Zlatan tetap saja bertaji.
Musim ini AC Milan dibawanya bertengger di posisi kedua klasemen Liga Italia dengan koleksi 32 poin, Rossoneri hanya kalah agresifitas gol dari sang pemuncak, Napoli.
Sumbangan 3 gol dan 2 assist sukses ia sumbangkan untuk AC Milan dalam 8 pertandingan.
Hadirnya sosok pemain gaek yang dihormati dapat menularkan mentalitas bertanding mereka untuk menjadi teladan dan motivasi bagi pemain yang lebih muda.
Ya, sama seperti Zlatan di Milan, tenaga Alves bisa di pakai Xavi dalam satu hingga dua musim Barcelona ke depan, ia adalah pemenang yang mencintai Blaugrana.
"Hampir lima tahun berjuang seperti orang gila untuk sampai ke titik itu. Saya tidak tahu itu akan berlangsung begitu lama, saya tidak tahu itu akan sulit," Tulis Dani di akun Instagram pribadinya.
"Tetapi saya tahu di dalam hati dan jiwa saya bahwa hari ini akan datang. Saya akan kembali ke rumah ke tempat yang tidak pernah saya tinggalkan,".
"Sampai jumpa lagi dengan keinginan yang sama untuk membantu membangun kembali klub terbaik di dunia," tambahnya.
Selama delapan tahun menjadi bagian dari Barcelona, Dani Alves telah menyumbangkan 23 gelar juara diantaranya, 6 Liga Spanyol, 4 Copa del Rey, 3 Liga Champions, 3 Piala Dunia Antar Klub, 3 Piala Super Spanyol, dan 4 Piala Super Eropa. Fantastis!
(Tribunnews.com/Deivor)