TRIBUNNEWS.COM - Shin Tae-yong sangat berani dalam memilih pemain-pemain muda untuk mengisi skuat utama Timnas Indonesia.
Pada 30 nama yang ia panggil untuk Piala AFF 2020, Shin Tae-yong lebih mempercayakan memanggil para pemain muda potensial dari pada pemain langganan Timnas sebelumnya.
Nama-nama seperti Pratama Arhan (19), Alfeandra Dewangga (19), David Rumakiek (22), Muhammad Riyandi (21), Rachmat Irianto (22), Witan Sulaeman (20), hingga Syahrian Abimanyu (22).
Baca juga: Jadwal Timnas Indonesia di Piala AFF 2020, Empat Striker Pilihan Shin Tae-yong Minim Gol
Baca juga: Jadwal Timnas Indonesia di Piala AFF 2021, Live RCTI, Hadapi Kamboja di Laga Pembuka
Deretan pemain muda yang disebutkan di atas coba Tae-yong kombinasikan dengan segelintir pemain senior yang ia panggil, seperti Evan Dimas, Ryuji Utomo, Victor Igbonefo, hingga juru gedor milik Persib Bandung, Ezra Wallian.
Bukannya tanpa alasan, Shin Tae-yong mengutamakan pemain-pemain muda untuk membuat regenerasi pemain Timnas Garuda di masa depan.
Ia mempunyai rencana jangka panjang bersama Indonesia di lima hingga sepuluh tahun ke depan.
Namun, selain pemilihan pemain muda, ada keputusan Shin Tae-yong lainnya yang menjadi perdebatan.
Ya, Tae-yong tidak memiliki striker jangkung di Timnas Garuda, ia meninggalkan seorang Spasojevic, striker nomor sembilan yang dianggap tak masuk dalam skemanya.
Padahal, kualitas Spasojevic jelaslah tak boleh diragukan, saat ini ia bertengger di puncak daftar top skor BRI Liga 1 dengan torehan 12 gol dari 14 pertandingan. Begitu moncer!
Namun, semua striker yang dipilih Tae-yong bukanlah tipikal goal getter, ia lebih mengutamakan penyerang dengan atribut kecepatan, kreativitas, dan etos kerja.
Nama-nama yang dipanggil adalah Ezra Wallian (Persib), Kushedya Hari Yudo (Arema) , Dedik Setiawan (Arema), dan Hanis Saghara Putra (Persikabo).
Di sini Tae-yong meninggalkan peran striker murni yang identik dengan postur jangkung, permainan fisik, dan sundulan yang mematikan menjadi permainan cepat yang energik, kreatif, dan efisien.
Jelas, berdasarkan pendekatan Tae-yong tersebut, peran Spasojevic tidak masuk dalam kriteria yang dia butuhkan.
Spaso adalah target man, ia lebih banyak berada di kotak penalti untuk menciptakan peluang sendiri lalu mencetak gol.
Berdasarkan permainan Timnas Indonesia selama ini, umpan jauh dan terobosan digunakan semaksimal mungkin dalam mengubah arah serangan memanfaatkan kecepatan pemain depan untuk menciptakan peluang dengan ruang kosong yang dimiliki.
Dengan begitu, peran striker seperti Hary Yudo begitu dibutuhkan Shin-Tae yong, peduli setan dengan jumlah gol yang Yudo miliki, pemain Arema itu tetap dimasukkan ke dalam skuat utama.
Tae-yong tidak bertumpu pada striker untuk mencetak gol, ia mencari intuisi menyerang lewat second line Timnas yang diisi Evan Dimas, Egy Maulana, Witan Sulaiman, sampai Irfan Jaya.
Baca juga: Senjata Timnas Indonesia di Piala AFF 2020: Eksplorasi Lini Sayap & Skema Modern Shin Tae-yong
Nama yang disebutkan terakhir adalah top skor bagi PSS Sleman dengan dulangan 6 gol dari 8 pertandingan.
Sedangkan Egy dan Witan jelas kualitasnya sudah tak perlu diragukan dalam hal mencetak gol.
Egy baru-baru ini sukses mencetak brace untuk timnya yang bermain di kasta tertinggi Liga Slovakia, FK Senika.
Sedangkan Witan, menjadi salah satu winger yang paling sering mencatatkan namanya di papan skor untuk Timnas Indonesia.
Untuk itu, guna memberi ruang dan menyuplai barisan pemain yang disebutkan di atas, peran tipikal striker seperti Yudo lebih dibutuhkan dibanding Spasojevic yang rajin mencetak gol.
Yudo memainkan peran sebagai pemain yang berdiri di antara barisan gelandang dan barisan pertahanan lawan.
Ia juga bebas bergerak untuk mengisi lini kiri dan kanan Timnas Garuda.
Peran ini memberikan dua keuntungan bagi skema yang diusung oleh Shin Tae-yong.
Yang pertama, adanya Yudo di posisi tersebut membuat jarak antar lini Timnas Garuda tidak terlalu jauh, ia menjadi jembatan antara lini tengah dan depan Garuda.
Yang kedua, Yudo memberikan ruang bagi winger dan gelandang untuk merangsek masuk ke dalam kotak penalti lawan.
Itulah yang membuat peran winger dan gelandang Timnas begitu kelihatan.
Kemampuan Yudo dalam mencari celah pertahanan lawan begitu baik, pergerakannya sangat cair di depan.
Layaknya peran Firmino di Liverpool, Yudo adalah sosok false nine yang tak terlalu dibutuhkan untuk mencetak gol.
Yudo juga pemain depan yang aktif melakukan pressing kepada lawan, bersama Shin Tae-yong, ia menjadi pemain paling sibuk dalam urusan merebut bola.
Di beberapa pertandingan, Tae-yong menugaskan para pemain timnas untuk melakukan pressing langsung ke area pertahanan lawan.
Dan yang menjadi perebut bola pertama adalah seorang pemain depan, yang diisi oleh Yudo.
Beberapa kali pemain berusia 28 tahun tersebut mampu melakukan perannya dengan baik.
Ia mampu merebut bola dari kaki lawan dan membuat Indonesia mampu menyerang langsung ke depan.
Pressing yang dilakukannya juga membuat lawan kelimpungan dalam melakukan penguasaan bola.
Tim lawan pun tak mampu mengembangkan permainannya, mereka lebih memilih langsung membuang bola ke depan dari pada memainkan bola dari kaki ke kaki.
Menjadi seorang defensive striker adalah peran yang sangat cocok untuk diberikan kepada Yudo, juga pada striker timnas lainnya yang memiliki etos kerja yang tinggi.
Shin Tae-yong telah memikirkan keputusannya dengan matang, dari rangkaian uji coba, turnamen, dan TC yang dijalani, ia memiliki pendekatan sendiri untuk menjadikan Indonesia tampil bertaji.
Bukan tak mungkin, jika taktik Shin Tae-yong tersebut berjalan efisien, di Piala AFF nanti Timnas Indonesia dapat melangkah ke Final dan menjuarai turnamen 4 tahunan itu untuk pertama kalinya.
(Tribunnews.com/Deivor)