News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Super Pandit

Penyesalan Chelsea, Barisan Jebolan Cobham Ini Meroket Bersama Tim Elite Eropa

Penulis: deivor ismanto
Editor: Dwi Setiawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gelandang Bayern Munich asal Inggris, Jamal Musiala (kiri), melakukan selebrasi setelah mencetak gol pada pertandingan leg pertama babak 16 besar Liga Champions, Lazio Roma vs Bayern Munich pada 23 Februari 2021 di stadion Olimpiade di Roma. Alberto PIZZOLI / AFP

TRIBUNNEWS.COM - Pada tahun 2004, sebuah gebrakan dilakukan oleh manajemen Chelsea untuk menggodok potensi anak-anak muda di London yang memiliki bakat di sepakbola.

Neil Bath sebagai kepala pengembangan pemuda Chelsea, melakukan rekonstruksi akademi The Blues secara besar-besaran.

Sebuah akademi sepakbola didirikan di Cobham dengan luas tanah sebesar 140 hektare, dengan 30 lapangan sepakbola, 6 di antaranya sudah berada dalam standard Premier League.

Chelsea memberikan fasilitasi semua kegiatan sepakbola, mulai dari akademi, reserve, tim wanita, hingga tim utama.

Dengan tujuan, menghadirkan bibit-bibit unggul sepakbla yang ketika di usia matang dapat menjadi andalan di skuat utama The Blues.

Tempat latihan Chelsea di Cobham London (net)

Baca juga: Prediksi Line-up Chelsea vs Leeds United: Situasi Memanas, Tuchel Cadangkan Rudiger?

Baca juga: Prediksi Norwich City vs Man United di Liga Inggris: Kans Rangnick Bawa Setan Merah Pesta Gol

Dan benar saja, 16 tahun Cobham berjalan sudah ada barisan nama mentereng yang dilahirkan Chelsea dan menjadi aktor di Stamford bridge sekarang berkat performa menterengnya.

Sebut saja, Mason Mount, Reece james, Ruben Loftus Cheek, Callum Hudson-Odoi, dan bek tangguh yang menggeser posisi Azpilicueta di skuat utama, Trevoh Chalobah.

Itu yang berada di skuat Chelsea sekarang, nama-nama lain yang sudah The Blues jual dan dalam masa peminjaman juga cukup menjanjikan.

Jamal Musiala, Tammy Abraham, Fikayo Tomori, Valentino Livramento, Declan Rice, Tariq Lamptey, hingga gelandang yang baru-baru ini melakoni debutnya bersama Timnas Inggris, Conor Gallagher.

Ya, semua nama yang disebutkan di atas lahir dari panas terik dan langit cerah akademi Cobham, dan tahun ini bisa dikatakan sebagai masa emas dari sekolah sepakbola mewah itu.

Namun, dibalik kerja keras Chelsea melahirkan pesepakbola handal untuk skuat utama, ada barisan jebolan cobham yang luput dari perhatian.

Mereka dipinggirkan saat remaja, tak masuk dalam rencana pelatih, hingga dianggap tak memiliki kualitas yang mentereng.

Siapa saja mereka? berikut ulasannya!

Declan Rice

Gelandang West Ham United asal Inggris, Declan Rice (kiri), mengontrol bola selama pertandingan sepak bola putaran kelima Piala FA Inggris antara Manchester United dan West Ham United di Old Trafford di Manchester, Inggris barat laut, pada 9 Februari 2021. (MICHAEL REGAN / POOL / AFP)

Declan Rice merupakan salah satu gelandang terbaik di Liga Inggris bahkan di eropa.

Dirinya adalah seorang panglima perang di lini tengah West Ham United maupun Timnas Inggris, tak heran jika Manchester United begitu ngotot mendatangkannya.

Kehebatan Declan Rice pun diakui oleh legenda Liverpool yang sekarang menjadi pundit untuk Sky Sports, Jamie Carragher.

"Dia sedikit mengingatkanku pada diriku sendiri," kata Carragher dilansir Sky Sports.

"Saya mulai di lini tengah dan kembali ke bek tengah. Saya penggemar berat Declan Rice karena dia datang dan membuat orang mengatakan dia hebat dalam berbagai tahapan," tambahnya.

Declan Rice merupakan binaan dari akademi Chelsea, ia seangkatan bersama Mason Mount dan Tammy Abraham.

Namun, nasib Rice berbeda dengan dua rekannya tersebut, saat usianya 14 tahun, Chelsea memilih untuk "membuang" Rice dengan menyuruhnya untuk mencari tim baru.

Dilansir The Sun, Menurut Chelsea, Rice tidak memiliki kemampuan untuk bermain di satu posisi tertentu.

Dirinya dianggap terlalu biasa saja untuk menjadi pemain belakang dan tak memiliki bakat untuk bermain di lini depan.

Tak hanya itu, Rice juga dilepas Chelsea lantaran didiagnosis mengidap gangguan pertumbuhan.

Saat menjalani tes medis, ia mengalami penyakit yang di kemudian hari bisa mengganggu caranya dalam menggerakkan tubuh.

Beruntung bagi Rice, West Ham United datang menampung dan menemukan potensi terbaik dalam dirinya.

Memiliki tubuh yang besar dan berotot membuat dirinya dipasang sebagai bek tengah oleh Kepala Youth Development West Ham saat itu, Tony Carr.

Declan Rice pun langsung nyetel dengan posisi barunya di akademi West Ham dan mampu memberi penampilan yang mentereng.

Di usia 18 tahun, Rice sudah diberi kesempatan untuk promosi ke tim utama The Hammers yang saat itu dilatih oleh Manuel Pellegrini.

Dengan jeli, Pelegrini beranggapan bahwa Rice terlalu spesial untuk menjadi seorang bek tengah.

Ia memiliki visi bermain dan akurasi passing yang mumpuni. Akhirnya, pemain asal Inggris tersebut diberi peran sebagai gelandang bertahan oleh Pellegrini.

Tiga tahun bermain sebagai gelandang bertahan, Rice mampu menunjukkan performa cemerlang dan konsistensinya.

Saat Pellegrini pergi untuk digantikan oleh David Moyes, ia tetap menjadi pilihan utama untuk mantan pelatih Manchester United dan Everton tersebut.

Kini, Declan Rice menjelma menjadi salah satu gelandang terbaik di dunia, ia menjadi pemain kesayangan Moyes di lini tengah The Hammers.

"Bagi saya Rice adalah pemain terbaik, bahkan jika ada yang menawarnya 100 juta euro itu seharusnya lebih, harga Rice lebih dari itu," Kata Moyes dilansir Football London.

Jamal Musiala

Gelandang Bayern Munich Jerman Jamal Musala (kanan) dan gelandang Barcelona Spanyol Sergio Busquets berebut bola selama pertandingan sepak bola grup E Liga Champions FC Bayern Munich v FC Barcelona di Munich, Jerman selatan pada 8 Desember 2021. (Photo by Christof STACHE / AFP) (AFP/CHRISTOF STACHE)

Jamal Musiala menimba ilmu di akademi Chelsea sejak berumur sepuluh tahun, bersama The Blues muda, ia adalah salah satu pemain paling potensional bersama Callum Hudson Odoi.

Kerja samanya dengan Odoi mampu mebawa tim Chelsea muda beberapa kali menjuarai turnamen kelompok umur di sana.

Namun, pamor Musiala kalah jauh dengan Odoi di Chelsea, saat Odoi telah melakukan debutnya bersama tim senior The Blues, Musiala masih bermain untuk Chelsea U-17.

Tim raksasa Jerman, Bayern Munchen melihat hal tersebut sebagai sebuah kesempatan.

Die Rotten dengan cekatan menarik hati Musiala untuk bergabung bersama tim tersukses di Jerman tersebut.

Bayern Munchen saat itu berani menjamin masa depan Musiala dengan menjanjikan satu tempat untuk mengisi skuat utama Die Rotten, tanpa pikir panjang sang wonderkid pun menerima tawaran tersebut.

Selain itu, ibu Musiala yang merupakan warga negara Jerman juga mempengaruhi keputusan Musiala untuk bergabung bersama Bayern Munchen.

Mantan pelatih Musiala saat di akademi Chelsea, Andrew Martin mengaku terkejut dengan keputusan Musiala yang hijrah ke Jerman, bersama Bayern Munchen.

Katanya, Musiala merupakan pemain hebat yang namanya laris manis diminati tim-tim besar eropa, khususnya Spanyol.

"Jamal sering menjadi pencetak gol terbanyak bagi Chelsea di berbagai turnamen, jadi secara natural dia mendapat banyak minat dari klub lain, termasuk beberapa klub terbaik di Spanyol," kata Andrew dilansir BBC.

Bersama Die Rotten, tak menunggu waktu lama bagi Musiala untuk menunjukkan potensi dan kehebatannya.

Musiala yang pada awalnya ditempatkan dalam skuad U-19 dan Bayern Munchen II.

Bersinar di Bayern Munchen, masuk Timnas Jerman

Setengah musim kemudian namanya diikut sertakan dalam skuat utama Die Rotten untuk bermain di Bundesliga dan Liga Champions.

Juru taktik Bayern Munchen saat itu, Hansi Flick melihat Musiala sebagai pemain yang spesial.

Pada Juni 2020, Musiala masuk dalam pemain cadangan Bayern dalam partai menghadapi Borussia Monchengladbach.

Lalu sepekan setelahnya, Musiala dipercaya untuk tampil pertama kalinya bersama tim utama Die Rotten saat menghadapi Freiburg.

Ia pun menjadi pemain paling muda sepanjang sejarah yang bermain di Bundesliga pada usia 17 tahun 115 hari.

Sejak saat itu, Musiala menajadi pemain favorit Hansi Flick untuk mengisi lini tengah dan sayap Die Rotten, hingga menorehkan rekor demi rekor.

Musiala menjadi pemain muda paling menonjol di Bundesliga bersama Giovanni Reyna (Brussia Dortmund) dan Florian Wirtz (Bayern Leverkusen).

Musiala juga memberikan dimensi permainan yang baru di skuat Bayern Munchen, pemain berusia 18 tahun tersebut memiliki kemampuan dribel yang mumpuni.

Saat melakukan dribel, bola begitu lengket di kakinya, sangat sulit untuk mampu direbut lawan, statistiknya pun juga luar biasa.

Dilansir fbref, dribbles completed Musiala berada di angka 3.17, lebih tinggi diantara pemain sayap Munchen lainnya, baik Serge Gnabry maupun Leroy Sane.

Berkat kemampuan dribelnya tersebut, Musiala mampu beroperasi di banyak posisi di lini serang. Ia bisa menjadi gelandang serang, atau winger dengan peran yang lebih inverted.

Dengan kemampuannya yang mentereng, membuat nama Musiala masuk ke dalam skuat timnas Jerman dalam ajang Piala Eropa 2020, ia menjadi pemain paling muda saat Der Panzer saat itu.

Di Bayern Munchen, meskipun harus bersaing dengan deretan gelandang dan winger elite, dirinya tetap memiliki kesempatan bermain yang banyak.

Musim ini saja, Musiala telah bermain sebanyak 20 kali bersama Die Rotten di seluruh kompetisi dengan sumbangan 5 gol dan 4 assist.

Tammy Abraham

Penyerang AS Roma asal Inggris Tammy Abraham melakukan selebrasi setelah gelandang Roma asal Prancis Jordan Veretout (gaib) mencetak gol pada pertandingan sepak bola Serie A Italia antara AS Roma dan ACF Fiorentina di stadion Olimpiade di Roma, pada 22 Agustus 2021. (Alberto PIZZOLI / AFP)

Musim panas 2017, ada 38 pemain Chelsea jebolan Cobham yang dipinjamkan, satu nama menjadi sorotan, yaitu Tammy Abraham.

Saat itu, Tammy yang berusia 19 tahun, bermain bersama Bristol City, di kompetisi kasta kedua Inggris, Championship.

Walaupun hanya bermain di kasta kedua, tapi nama Tammy mencuat kepermukaan berkat gelontoran gol yang ia boyong selama satu musim.

Di musim itu, Tammy muda mencetak berhasil mencetak 21 gol bagi Bristol.

Dengan rincian 18 gol di Liga, dan tiga gol di EFL Cup.

Torehan golnya tersebut sukses memecahkan rekor yang pernah dipegang oleh penyerang Lyon, Moussa Dembele.

Nama Tammy tercatatat dalam sejarah sebagai penyerang berusia di bawah 20 tahun yang mampu mencetak lebih dari 15 gol di kompetisi Championship.

Di akademi Chelsea, Tammy merupakan mesin pencetak gol yang hampir selalu sukses mencatatkan namanya di papan skor pada setiap pertandingan yang dimainkannya.

Dari dua musim yang dijalaninya di tahun 2014/2015 dan 2015/2016.

Tammy berhasil membukukan 74 gol dari 98 pertandingan.

The Blues muda pun berhasil dibawa pemain berpostur 193 cm ini menjuarai FA Youth Cup dan Liga Champions U-19 dua musim berturut-turut di tahun yang sama.

“Ia (Tammy) bermain menggunakan kekuatan fisiknya seperti seorang lelaki, dan sangat menyenangkan untuk melihat pemain muda yang berkembang di akademi,” kata Hiddink yang saat itu melatih Chelsea.

Di tahun-tahun selanjutnya, Tammy dipinjamkan The Blues ke tim Swansea City dan Aston Villa.

Di Aston Villa, Tammy lagi-lagi berhasil menunjukan bahwa ia adalah stiker yang haus gol.

Pemain asal Inggris itu berhasil mencetak 26 gol dan 3 assist dari 40 pertandingan bersama Villa.

Keganasan Tammy pun dicium oleh pelatih baru Chelsea saat itu, Frank Lampard.

Di musim 2019/2020, Lampard memulangkan Tammy ke Chelsea bersama Mason Mount yang saaat itu bermain di Liga Belanda.

Lampard bahkan rela mencadangkan stiker sekaliber Olivier Giroud, untuk memberi tempat kepada striker 21 tahun yang datang dari tim kasta kedua.

Kepercayaan dari Lampard pun berhasil dibayar dengan baik oleh Tammy.

Ia berhasil mencetak 15 gol dan 3 assist dari 34 pertandingan bersama The Blues di Liga Inggris.

Di musim selanjutnya, Tammy kembali menjadi andalan untuk Lampard.

Meskipun The Blues sukses mendatangkan dua pemain Bundesliga, yaitu Timo Werner dan Kai Haverz, pilihan Lampard untuk mengisi pos di lini depan tetap jatuh pada Tammy.

Timo digeser ke kiri, dan Haverz bermain di kanan, sedangkan Giroud, tetap menjadi pilihan kedua di bangku cadangan.

Dipecatnya Frank Lampard untuk digantikan mantan pelatih PSG, Thomas Tuchel, seakan menjadi mimpi buruk untuk Tammy.

Di tangan Tuchel, Chelsea lebih sering bermain dengan skema 3-4-3 dengan bermain tanpa adanya striker murni.

Kai Haverz yang sebelumnya lebih sering bermain sebagai gelandang dan winger kiri, dijadikan Tuchel sebagai pemain False Nine, dan Tammy hanya duduk di bangku cadangan.

Tuchel tak sedikit pun memiliki rencana untuk memberikan menit bermain pada Tammy. Ia bukanlah striker yang diinginkan pelatih asal Jerman tersebut.

Puncaknya, di musim ini, Chelsea sukses merekrut bomber Inter Milan dengan biaya 115 juta euro.

Kedatangan Lukaku sudah jelas mengartikan bahwa sudah tidak ada lagi tempat bagi Tammy untuk mengisi lini serang The Blues.

Kini, penampilan Abraham meroket bersama AS Roma, posisinya tak tergantikan di lini depan skuat asuhan Jose Mourinho itu.

Sejak bergabung bersama AS Roma, nama Abraham selalu masuk dalam skuat Timnas Inggris, kesempatan seperti itu sangat jarang saat dirinya masih bermain bersama The Blues.

(Tribunnews.com/Deivor)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini