TRIBUNNEWS.COM - Liverpool akan bertemu raksasa Italia, Inter Milan dalam babak 16 besar liga Champons 2021/2022.
Setelah sukses menyapu bersih semua laga di penyisihan grup Liga Champions dengan perkasa, superioritas Liverpool akan diuji oleh pasukan Simone Inzaghi yang sedang naik daun.
Bukannya gentar, sang juru taktik, Jurgen Klopp justru antusias mendengar bahwa anak asuhnya akan bertemu sang juara bertahan Liga Italia tersebut.
"Saya harus menanti selama 54 tahun untuk bisa bermain di San Siro, dan saya akan melakukannya sebanyak dua kali dalam tiga bulan, maka ini adalah kabar baik!," kata pria asal Jerman itu dilansir situs klub.
Ya, kepercayaan diri Jurgen Klopp menyambut Inter Milan memang hal yang lumrah, Liverpool musim ini dibawanya tampil begitu perkasa di kompetisi paling bergengsi eropa itu.
Baca juga: Peluang Wakil Inggris Melesat di Liga Champions: MU & Liverpool Punya Kartu AS, Chelsea & City?
Baca juga: Manchester City vs Leeds United Live on Mola Tv; Guardiola Akan Terapkan Cara Berbeda Lawan Leeds
Langkah The Reds di Liga Champions musim ini sangat mempesona, kemenangan meyakinkan selalu berhasil mereka raih.
Padahal, tim-tim yang dihadapi bukanlah tim sembarangan. AC Milan, FC Porto, dan Ateltico Madrid merupakan tim raksasa di liganya masing-masing.
"Grup neraka" pun menjadi identitas grup yang dihuni oleh Liverpool dan klub yang disebutkan di atas.
Di pertandingan pertama, Liverpool berhasil mengalahkan AC Milan yang sedang tampil bagus-bagusnya di Serie A, tim asuhan Pioli dipermalukan di Anfield dengan skor 3-2.
Di pertandingan kedua, The Reds juga mampu mempertahankan gairahnya.
Melawan FC Porto yang tak pernah kalah di kandang selama setengah tahun lamanya, Liverpool dengan ganas mampu membantai tim yang bermarkas di Stadion do Dragao dengan skor 1-5.
Lalu saat Mo Salah dan kolega bertemu juara Liga Spanyol, Atletico Madrid, tim asuhan Diego Simeone itu dibuat seperti macan tanpa taring.
Dua kali bertemu, dua kali juga Atletico dipermalukan. Masing-masing dengan skor 2-0 dan 2-3.
Dan kemenangan kedua Liverpool atas AC Milan di pertandingan terakhir dengan skor 2-1 menjadi bukti bagaimana tim asal Merseyside itu sedang berada di atas angin.
Lalu apa rahasia Liverpool mampu tampil perkasa di Liga Champions musim ini?
Kembalinya seorang Virgil Van Dijk setelah cedera panjang yang ia alami menjadi faktor penting dalam performa apik Liverpool musim ini.
Van Dijk memberikan rasa aman di pertahanan Liverpool dengan menjadi pemimpin di barisan belakang.
Pemain asal Belanda tersebut handal dalam urusan membaca alur bola, memenangkan duel dan menutup pergerakan lawan.
Dilansir FBref, aerials won Van Dijk berada di angka 3.66 per pertandingan, tertinggi diantara pemain Liverpool lainnya, catatan merebut bolanya juga sangat baik, 88% pergerakan lawan berhasil direbut oleh Van Dijk.
Tak cuma handal dalam bertahan, pemain berusia 30 tahun tersebut juga menjadi sosok penting bagi The Reds dalam hal membagi bola, itu sangat membantu Liverpool untuk membangun serangan dari belakang.
Catatan umpan bawah sukses berada di angka 96%, sedangkan umpan udara berada di angka 81%.
Kelebihan Van Dijk sangat efektif dalam Liverpool untuk menguasai pertandingan, Liverpool mencatatkan penguasaan bola 70.9% di musim ini.
Dengan kelebihannya tersebut, ia juga aktif mengirim umpan diagonal ke depan untuk memberi bola ke full back Liverpool yang aktif membantu serangan.
Namun, Liverpool juga tak bergantung dengan bek asal Belanda itu, rekrutan baru The Reds, Ibrahima Konate juga menunjukkan performa apik.
Ia dapat menjadi tulang punggung di lini belakang Liverpool menggantikan Van Dijk yang diistirahatkan Klopp.
Bersama Konate, The Reds mampu tampil apik, kekuatannya dalam bertahan mampu memberi rasa aman The Reds di lini belakang.
Statistik bertahannya juga berada di angka-angka yang ciamik, ia memenangkan duel sebanyak 84%, catatan 4.12 tackle juga ia ukir dan menjadi yang tertinggi di antara pemain Liverpool lainnya.
Tak hanya dalam aspek bertahan, Konate adalah ball playing defender, ia cakap dalam mengirim umpan pendek dan lambung.
Akurasi umpan mendatar dan lambung Konate berada di angka 91% dan 81%. Ciamik!
Hal itu membuat serangan Liverpool yang dimulai dari bawah dapat berjalan sesuai rencana, visi bermain dan kemampuan passingnya membuat alur serangan The Reds berjalan solid.
Lancarnya alur serangan Liverpool juga memberi impact untuk moncernya performa Mohamed Salah, pemain asal mesir tersebut berhasil tampil bertaji musim ini.
Kunci salah mampu mencetak gelontoran gol untuk Liverpool adalah sistem yang diterapkan Jurgen Klopp dan kemampuan finishingnya.
Klopp mengandalkan dua penyerang sayapnya untuk mencetak gol, yaitu Mohamed salah dan Sadio Mane.
Mereka berdua, tak fokus untuk memberi umpan ataupun merepotkan pertahanan lawan dari sisi sayap.
Lebih dari itu, Salah dan Mane lebih banyak menusuk ke dalam kotak penalti lawan, agresifitas serangan dari tepi lapangan banyak didukung oleh dua wingback Liverpool.
Itulah alasan mengapa seorang Salah dan Mane mampu menjadi penyerang sayap yang produktif untuk mencetak gol.
Hingga pernah menyabet gelar top skor secara bersamaan di musim 2018/2019 dengan torehan 22 gol.
Catatan assist dua wingback Liverpool juga mentereng, khususnya Arnold, Di musim ini, pria asal Inggris itu sukses mencatatkan 9 assist dari 13 pertandingan.
Jelas, Mohamed Salah banyak dimanjakan dengan umpan-umpan manja yang dilayangkan Arnold dari sisi kanan.
Namun, Salah bukan-lah goal getter manja, ia bisa menciptakan peluang sendiri lewat pergerakan dan intuisi mencetak gol-nya yang tinggi.
Kembali ke peran Mohamed Salah, salah satu alasan paling mencolok kenapa Salah rajin mencetak gol adalah pada kemampuan finishingnya.
Dilansir FBref, dari lima pekan berjalannya Liga Champions, Salah hanya mencatatkan xG 3.7 dengan dulangan 6 gol.
Itu menunjukkan bahwa Salah tak terlalu membutuhkan peluang besar untuk mencetak gol, ia mampu mencatatkan namanya di papan skor dengan peluang seminimum mungkin.
Apalagi ditambah dengan kemampuan dribel dan kecepatannya, itu menguntungkan Salah untuk menciptakan peluangnya sendiri dan tak bergantung pada peran rekan-rekannya.
Salah satu contohnya adalah gol Mo Salah tadi pagi melawan FC Porto, ia mampu mengecoh satu pemain belakang Porto, kemudian menaruh bola ke arah yang sulit dijangkau kiper.
Kini, Liverpool dengan efisiensi taktik Jurgen Klopp, dan keperkasaan Mohamed Salah menjadi yang terdepan untuk meraih trofi Si Kuping Besar.
Menarik untuk menanti pertandingan Liverpool menghadapi Inter Milan yang sama-sama memiliki skema permainan yang apik.
Kejeniusan kedua juru taktik diprediksi akan menampilkan pertandingan yang menghibur dan mendulang banyak gol.
(Tribunnews.com/Deivor)