TRIBUNNEWS.COM - Perjalanan Inter Milan di Liga Champions dipastikan tak akan mudah. Baru melaju di babak 16 besar, Inter Milan sudah harus bertemu tim raksasa Liga inggris, Liverpool.
Nama besar Liverpool serta superioritas mereka di Liga Domestik dan Kontinental akan menjadi sebah tantangan sendiri bagi Inter Milan untuk melaju lebih jauh di Liga Champions.
Menghadapi salah satu tim terbaik eropa, moral serta motivasi Inter Milan akan berlipat ganda, ditambah mentalitas pemain serta kecerdasan Simone Inzaghi dalam meracik strategi tak akan membuat Nerazzurri "malu-malu" menghadapi tim sekaliber Liverpool.
Sebenarnya, lolosnya Inter Milan ke babak 16 besar sudah menjadi capaian sendiri untuk Simone Inzaghi dan Nerazzurri.
Baca juga: Peluang Wakil Inggris Melesat di Liga Champions: MU & Liverpool Punya Kartu AS, Chelsea & City?
Baca juga: Klasemen Liga Italia: AS Roma Samai Poin Juventus, Inter Milan Dibayangi Rossoneri & Atalanta
Capaian tersebut membuat Interisti senang bukan main, setelah di dua musim sebelumnya, Inter Milan selalu gagal melangkah lebih jauh dari penyisihan grup.
Antonio Conte memang mampu memberi gelar Scudetto untuk Inter, namun saat berlaga di Liga Champions, Nerazzurri malah mati kutu.
Bahkan di musim lalu, Inter Milan menjadi juru kunci di penyisihan grup Liga Champions, mereka tak lebih baik dari Shakhtar yang berada tepat di atasnya.
Ya, sentuhan Simone Inzaghi untuk Nerazzurri adalah kunci terhapusnya kutukan Inter Milan dalam kompetisi paling bergengsi di Eropa itu.
Inzaghi datang ke San Siro dengan pikulan beban yang berat, selain dituntut untuk mempertahankan gelar yang sudah diraih Antonio Conte musim lalu.
Eks juru taktik Lazio itu juga diharapkan mampu menjadi "penawar" di ruang ganti Inter Milan yang sedang mengalami kriris finansial.
Tak seperti Conte yang "bising" Inzaghi adalah pelatih yang tak banyak ulah, lima tahun di Lazio, tak ada kabar miring yang mencoreng nama baiknya sebagai pelatih.
Dari segi taktik, ia mempertahankan skema lamanya di Lazio. Yaitu bermain dengan pakem 3-5-2.
Harus ditinggal beberapa pemain kunci seperti Romelu Lukaku dan Acharaf Hakimi, tak membuat Inter Milan kehilangan tajinya.
Nerazzurri saat ini menjadi tim paling produktif di Liga Italia dengan dulangan 43 gol.
Dilansir FBref, xG komulatif Inter Milan berada di angka 36.6, menjadi yang tertinggi di Liga Italia, mengalahkan Atalanta dan Napoli yang bermain ofensif.
Meski hanya mendatangkan striker gaek berusia 35 tahun, Edin Dzeko untuk pengganti top skor Nerazzurri musim lalu, Romelu Lukaku. Inzaghi terbukti mampu membuat Dzeko tampil ganas.
Torehan 11 gol Dzeko untuk Inter Milan musim ini menjadi yang tertinggi diantara pemain Nerazzurri lainnya.
Pemain yang didepak Mourinho dari AS Roma itu tak kesulitan untuk beradaptasi dengan skema Inzaghi. Rotasi yang kerap juru taktik asal Italia itu lakukan membuat Dzeko tak kehabisan tenaga.
Ia mampu menunjukkan performa apik ketika dimainkan, baik saat tampil starter ataupun datang dari bangku cadangan.
Dua golnya ke gawang Shakhtar adalah bukti bahwa Dzeko belum habis, ia masih dapat diandalkan untuk menjadi juru selamat Nerazzurri di laga-laga penting.
"Lukaku memang lebih baik dari Dzeko sebelumnya, tetapi ia lebih lengkap sebagai pemain," puji Marchegiani.
"Dia (Dzeko) lebih lengkap dari Lukaku, Inter Milan bisa menggunakannya dengan cara sangat baik,"
"Terbukti ia mampu bermain bagus dengan Correa, dia tahu bagaimana melakukan hal baik melalui kombinasi operan maupun di area penalti," lanjutnya.
Seperti yang dikatakan Marchegiani, salah satu pemain yang layak disorot untuk adalah penampilan yang ditunjukkan Joaquin Correa.
Anak asuh Inzaghi saat masih menukangi Lazio itu menjadi trequartista handal yang bermain di belakang striker utama.
Correa sudah mengemas empat gol dan satu assist untuk Nerazzurri musim ini, satu assist ia kemas di pertandingan menghadapi Lazio untuk gol yang diciptakan Lautaro Martinez.
Kemampuan dribel dan kelincahan pemain asal Argentina ini mampu menjadi pemecah kebuntuan Inter Milan.
Tusukannya dari tengah mampu membuka celah pertahanan lawan, ia dapat merangksek sendiri ke sepertiga akhir lewat aksi individu kemudian memberikan umpan ataupun melakukan penyelesaian akhir sendiri.
Catatan dribble completed yang berada di angka 2.82 per pertandingan adalah bukti dari kemampuannya dalam mengolah si kulit bundar.
Itu juga yang menjadi alasan Inzaghi rela menentengnya dari Lazio untuk menambah amunisi Inter Milan di lini depan.
Ia mampu menjadi pelayan bagi Dzeko dan Lautaro, bahkan rata-rata gol Correa lebih apik dari nama yang disebutkan kedua.
Secara permainan, Inzaghi mengusung play position dengan mengandalkan pergerakan pemain dan perpindahan bola dengan cepat dari kaki ke kaki.
Itu yang menjadi perbadaan gaya permainannnya dengan Conte meski sama-sama menggunakan pakem dasar 3-5-2.
Conte lebih bermain secara direct dan pragmatis, ia mengedepankan umpan lambung yang menusuk mencari para wing back yang memiliki kecepatan.
Permainan yang diusung Inzaghi terbukti mampu membuat Inter Milan lebih sering melakukan passing di dalam kotak penalti.
Rata-rata umpan ke dalam kotak penalti Nerazzurri musim ini berada di angka 13.8 per pertandingannya.
Sedangkan di era Conte, Inter hanya mampu melakukan progresi umpan ke dalam kotak hanya berada di angka 11.3 per pertandingan.
Dari segi kolektivitas, Inzaghi juga mampu meberikan sentuhan yang apik.
Sudah ada 15 pemain berbeda Inter Milan yang mampu mencatatkan namanya di papan skor.
Bahkan, sang wing back, Ivan Perisic telah mencitpakan tiga gol untuk Nerazzurri musim ini.
Inter tak terlalu bergantung pada 1 atau 2 pemain untuk mencetak gol.
Saat Dzeko atau Lautaro mengalami paceklik, peran lini kedua mampu menjadi pemecah kebuntuan.
Lalu di lini tengah, Inzaghi juga mampu mempertahankan permainan apik yang ditunjukkan Brozovic dan Barella musim lalu.
Kedua pemain tersebut tak kehilangannya sentuhannya meski Inzaghi menerapkan adaptasi yang berbeda dengan Antonio Conte.
Brozovic menjadi regista yang mengatur tempo permainan Inter Milan. Akurasi passing pria asal Kroasia itu mencapai di angka 84% per pertandingan.
Ia juga menjadi sosok kunci di lini tengah sebagai penghalau pertama transisi bertahan ke menyerang lawan saat Nerazurri mendapat serangan balik.
Dengan kuatnya aspek bertahan Brozovic, memberi keleluasaan kepada Barella untuk tampil lebih ke depan dan merepotkan pertahanan lawan.
Barella telah menerobos ke kotak penalti lawan lewat dribel sebanyak tujuh kali, menjadi yang tertinggi diantara gelandang Inter lainnya.
Dribel sukses pria asal Italia itu juga berada di angka 2.12 per pertandingan, kembali menjadi yang tertinggi di antara pemain tengah Nerazzurri.
Ya, adaptasi permainan yang dilakukan Inzaghi selama ini membuat Inter Milan tetap menjadi tim yang diperhitungkan untuk meraih scudetto meski ditinggal oleh deretan pemain kunci.
Ramuan-nya juga sukses membuat Inter Milan melangkah lebih jauh di Liga Champions, mengakhiri catatan buruk yang diukir Conte.
Gaya permainan yang berbeda dengan Antonio Conte juga mampu membuat Inter Milan tampil lebih menghibur dan berbahaya.
Bukan tak mungkin, jika terus tampil konsisten. Juru taktik berusia 45 tahun tersebut mampu membawa Inter Milan mempertahankan gelar Scudetto di musim lalu.
Dan membawa Nerazzurri bertaji dalam petualangannya di Liga Champions menghadapi tim-tim terbaik di benua biru.
Menghadapi tim sekaliber Liverpool, tak akan membuat Inter Milan berkeringat dingin, justru sebaliknya, motivasi berlipat ganda akan membawa Nerazzurri tampil makin bertaji.
(Tribunnews.com/Deivor)