Ini yang menjadi menarik, dari keempat penyerang yang dipanggil, tidak ada satupun yang bermain sebagai nomor 9 murni secara konsisten di klub.
Ezra Walian, seperti diketahui, harus berkorban dengan bermain sebagai penyerang sayap di Persib Bandung, untuk mengakomodasi Wander Luiz dan juga Castillion.
Sedangkan Kushedya Hari Yudo, juga harus bergantian dengan Dedik Setiawan, Muhammad Rafli hingga Carlos Fortes di Arema FC sebagai penyerang utama.
Skema Eduardo Almeida yang secara rutin bermain dengan rotasi di lini depan, memang nampak membuat penyerang Arema FC tidak memiliki posisi paten.
Sedangkan nama terakhir, Hanis Sagara pun demikian, di Persikabo 1973, ia harus bertukar posisi dengan Dimas Drajad sebagai nomor 9.
Ini yang membuat penyerang Indonesia bak kesulitan dalam momen-momen penting di mana peluang bisa dikonversi menjadi gol.
Selain itu, skema Shin Tae-yong juga memaksa penyerang utama sedikit dikebiri perannya.
Indonesia sangat mengandalkan kecepatan di kedua sayap, hal yang memang menjadi senjata Indonesia sejak awal.
Bahkan di pra kualifikasi Piala Asia melawan Taiwan, penyerang Indonesia harus berkorban dengan sedikit turun, dan memberi ruang untuk penyerang sayap melakukan cutting inside.
Ini memang menjadi kekuatan Indonesia, gol dari Witan Sulaiman di laga melawan Singapura, sangat mirip dengan gol dari Irfan Jaya melawan Malaysia, atau melawan Laos.
Baca juga: Sorotan Piala AFF 2020: Momen Indonesia & Vietnam Dikerjai Wasit Saoud Al-Abda
Skema ini juga cukup menyulitkan untuk penyerang nomor 9, pasalnya, mereka harus menarik penjagaan satu bek lawan untuk menciptakan ruang penyerang sayap melakukan eksekusi jarak dekat.
Sekali lagi, cara ini cukup berhasil dengan 13 gol yang tercipta sejauh ini.
Melawan Singapura di semifinal leg kedua, akan menjadi tantangan.
Dengan skema pragmatis yang juga dijalankan Tatsuma Yoshida, tentu ia sudah membaca kemampuan penyerang sayap Timnas Indonesia.